Yogyakarta - Pengusaha skala kecil di Yogyakarta, yang selama ini kesulitan mengakses modal perbankan, bisa bernafas lega. Persoalan administrasi yang ribet menjadi alasan utama bagi pengusaha ultra mikro ini dalam mendapatkan layanan itu.
Kini mereka bisa bernafas lega. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meluncurkan program Pembiayaan Ultra Mikro (UMi). Kemenkeu menandatangani nota kesepahaman dengan Pemda DIY menerapkan program UMi ini di wilayah DIY.
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Marwanto Hardjowiryono mengatakan, program ini khusus pengusaha ultra mikro.
"Selama ini, pengusaha ultra mikro mengeluhkan tentang permodalan, sulit mengakses di perbankan," kata dia di Kantor Gubernuran di Bangsal Kepatihan Yogyakarta, Kamis 27 Juni 2019.
Menurut dia, keluhan paling banyak dirasakan pengusaha ultra mikro adalah syarat administrasi yang sulit bagi mereka. Akhirnya, banyak pengusaha ultra mikro terjebak mengakses modal kepada lintah darat.
Suku bunga lintah darat di luar batas kewajaran. Pengusaha ultra mikro tidak mampu membayar cicilan, sehingga sulit berkembang atau bahkan gulung tikar.
"Sering ultra mikro seperti angkringan, yang modalnya kecil sulit memenuhi persyaratan administrasi perbankan. Mereka akhirnya jatuh ke lintah darat," kata Marwanto.
Atas keluhan para pengusaha ultra mikro ini, Kemenkeu meluncurkan program UMi. Penyaluran pinjaman melalui badan resmi di bawah Kemenkeu.
"Program UMi ini memudahkan kelompok bawah mengakses layanan keuangan. Aman dan terjamin negara. Administrasi mudah, ada juga pendampingan secara kekeluargaan," ujar dia.
Marwanto mengatakan, untuk penyaluran UMi di DIY, Kemenkeu menunjuk lima lembaga keuangan bukan bank. Ke lima lembaga itu adalah PT (Persero) Pegadaian, BMT Mitra Usaha Mulia, Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) Bina Ihsanil Fikri, KSPPS Tamziz Bina Utama dan PT (Persero) Permodalan Nasional Madani (PNM).
Sampai 24 Juni 2019 tercatat ada 11.996 debitur sudah mengakses pembiayaan dengan total dana Rp 39.553.049.651.
Mereka memilih rentenir bukan lembaga keuangan formal, karena prosesnya cepat dan mudah. Padahal rentenir selalu menghadirkan cerita sedih utang yang terus berbunga
Menurut dia, Pemda DIY sebelumnya sudah memiliki Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP) sebanyak 75 unit. BUKP sudah berpengalaman selama 30 tahun dalam pembiayaan usaha mikro. BUKP ini bergabung dengan program pembiayaan UMi.
"Harapannya bergabungnya ini bisa lebih sehat. Usaha mikro masyarakat berkembang efektif," kata Marwanto.
Di tempat yang sama, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menyoroti masih banyak masyarakat bawah mengakses modal dari lintah darat. Mereka menjadi terjebak modal tinggi dan aturan sepihak dari lintah darat.
"Mereka memilih rentenir bukan lembaga keuangan formal, karena prosesnya cepat dan mudah. Padahal rentenir selalu menghadirkan cerita sedih utang yang terus berbunga," kata Sultan HB X.
Raja Keraton Yogyakarta ini mengungkapkan, dalam dua dasawarsa terakhir, keuangan mikro menjadi wacana global dalam mengatasi kemiskinan. Termasuk di Indonesia, wacana tersebut kembali diangkat.
Menurut dia, program UMi yang merupakan kerja sama pusat dan daerah ini menjadi sinergi yang baik. Harapannya kerja sama ini mampu meningkatkan serapan kredit skala kecil secara maksimal serta menjangkau masyarakat miskin.
"Semoga program UMi memberi hal positif dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat," kata dia. []
Artikel lainnya:
- Proyek Strategis Tingkatkan Ekonomi Yogyakarta
- Presiden: Koperasi Harus Manfaatkan Media Sosial dan E-Commerce
- GMKI Minta Menteri Koperasi dan UKM Beri Perhatian pada Koperasi Gereja