Benarkah Kata Prabowo Garuda Morat-marit?

Prabowo Subianto mengatakan, kondisi maskapai Garuda Indonesia kini tengah morat-marit.
Pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno mengikuti debat kelima Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (13/4/2019). Debat kelima tersebut mengangkat tema Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial, Keuangan dan Investasi serta Perdagangan dan Industri. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

Jakarta - Dalam debat kelima, Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto mengatakan, kondisi maskapai Garuda Indonesia kini tengah morat-marit, sangat sulit mendapatkan keuntungan secara finansial.

Lebih lanjut kata dia, maskapai penerbangan pelat merah itu bisa saja untung asalkan kursinya terisi 120 persen.

Prabowo menghantam Garuda Indonesia setelah mendapatkan bocoran studi dari Bloomberg di sektor penerbangan. Dari situ, ada indikasi yang membuat Garuda kian sulit meraup keuntungan.

"Kita lihat benteng itu goyah, beberapa saat lalu Bloomberg membuat studi, penerbangan break event point dan beberapa kursi harus diduduki agar dapat untung? Kalau penerbangan Jepang itu 60%, Garuda itu 120%, ini enggak bisa untung kalau pengelolaannya begini terus," ujar Prabowo di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu 13 April 2019.

Vice Presiden Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan membantah pernyataan Prabowo, bahwa Garuda harus memiliki okupansi 120 persen jika ingin mengeruk untung.

Menurut Ikhsan, sejauh ini belum ada airline yang bisa memiliki okupansi sempurna sampai 100 persen.

"Paling banyak okupansi maskapai paling mungkin bisa diperoleh sebanyak 95 persen. Rata-rata tidak ada airline yang bisa sampai 100 persen okupansinya. Yang terbaik mungkin 78-80 persen saat ini seperti Siangpore Airlines," kata Ikhsan melalui keterangannya yang diterima wartawan di Jakarta, Selasa 16 April 2019.

Ikhsan menuturkan, tingkat keterisian kursi milik Garuda, saat ini rata-rata mencapai 75 persen. Dengan persentase tersebut, maka Garuda sudah bisa meraup untung dengan kondisi harga saat ini.

Lebih lanjut kata dia, tingkat okupansi tentunya mesti dilihat dalam konsep pergi pulang perjalanan satu pesawat dalam satu waktu yang sama.

Belum lagi jika bicara perihal peak season, semisal keberangkatan rute A ke B yang memiliki okupansi sebesar 95 persen. Namun, belum tentu rute pulang dari B ke A akan memiliki tingkat okupansi yang sama.

"Contohnya orang sering melihat wah kalau lebaran itu pasti penuh, ya mungkin orang tidak melihat pulangnya itu kosong kan," ujar Ikhsan.

Berdasarkan laporan keuangan 2018, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk justru berbalik meraup untung US$809,84 ribu pada 2018. Posisi itu berbalik dari kerugian tahun 2017 sebesar US$216,58 juta.

Sementara dari sisi pendapatan, maskapai penerbangan yang pernah menjadi sponsor klub sepak bola Liverpool itu membukukan US$4,37 miliar pada akhir 2018. Posisi itu naik dari US4,17 miliar pada 2017.

Di pasar modal, saham emiten berkode GIAA itu tengah berada dalam tren positif. Harga saham tumbuh 46,98 persen hingga periode berjalan 2019 atau sampai penutupan perdagangan, Jumat 12 April 2019.

Meneruskan catatan Bisnis, Manajemen Garuda Indonesia menargetkan profit atau laba bersih US$ 7 juta dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) 2019. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Pemerintah AS Siap Batalkan Pinjaman Mahasiswa Senilai 6 Miliar Dolar
AS akan batalkan pinjaman mahasiswa senilai 6 miliar dolar bagi 200.000 peminjam yang klaim bahwa mereka ditipu oleh perguruan tinggi mereka