Medan - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Medan, Sumut, mengakui penerapan protokol kesehatan (prokes) Covid-19, masih perlu menjadi perhatian calon kepala daerah atau tim pemenangan.
Komisioner Bawaslu Medan, Raden Atmiral mengatakan, untuk tahapan pencalonan sampai sekarang, Bawaslu Kota Medan masih melihat masalah penerapan prokes saja yang perlu diperhatikan.
"Bakal pasangan calon dan tim pemenangan yang melanggar protokol Covid-19, Bawaslu Kota Medan berpedoman kepada ketentuan Inpres No. 6/2020," ujar Raden Atmiral yang merupakan Kordinator Divisi Penindakan dan Pelanggaran saat dihubungi, Kamis, 17 September 2020.
Namun saat ditanya secara spesifik sanksi yang dipersiapkan terhadap calon kepala daerah yang melanggar prokes, Raden tidak menjawabnya.
"Agar informasi dan data (foto, video) diteruskan ke TNI/Polri dan gugus tugas Covid-19," katanya.
Menurutnya, pemutakhiran daftar pemilih, masih berjalan sampai dengan sekarang. "Baru penetapan daftar pemilih sementara. Di tahapan ini, sudah disampaikan saran perbaikan dan rekomendasi, terkait ada hal-hal dalam pemutakhiran daftar pemilih yang perlu diperhatikan oleh KPU Kota Medan beserta jajaran," tuturnya.
Klaster Penularan
Sebelumnya, akademisi dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU), Rholand Muary berpendapat, Pilkada serentak 2020 ini menjadi ancaman penyebaran klaster Covid-19.
Sanksi tegas bagi calon kepala daerah atau tim sukses yang melanggar protokol kesehatan
Gambaran sederhananya, kata dia, hampir semua pasangan calon kepala daerah di Sumut termasuk Medan, melakukan pengumpulan massa saat mendaftar ke KPU. Dan memang tidak ada calon kepala daerah yang mematuhinya.
"Presiden, sebenarnya sudah memberikan sinyalemen bahwa ada potensi klaster baru saat Pilkada. Hal ini juga didukung dengan angka temuan positif Covid-19 yang terus naik dan belum ada penurunan status zona merah, termasuk di Kota Medan sendiri. Ini yang menjadi kekhawatiran," kata dia.
Pihak penyelenggara Pilkada yakni KPU dan Bawaslu, kata Rholand, perlu membuat aturan kepada calon kepala daerah dan tim pemenangan untuk mematuhi protokol kesehatan termasuk sanksinya.
"Aturannya seperti kampanye di ruang terbuka dalam jumlah massa yang banyak, ditiadakan. Dan masing-masing calon kepala daerah, harus punya formulasi kampanye yang efektif tanpa mengundang massa yang banyak," jelasnya.
Menurut dosen Sosiolog ini, untuk sanksi sebenarnya pihak KPU dan Bawaslu yang merumuskan dalam bentuk peraturan. Sanksi bisa ringan dan sanksi tegas.
"Sanksi tegas bagi calon kepala daerah atau tim sukses yang melanggar protokol kesehatan, bisa berupa meniadakan aktivitas calon kepala daerah untuk kampanye, baik secara langsung (tatap muka) maupun daring," terangnya.
Secara sosiologis, tambah Rholand, media pun diharapkan terus memantau aktivitas calon kepala daerah.
"Apabila mereka abai akan punya dampak negatif, terlebih jika ada penambahan kasus positif akibat aktivitas politik tersebut. Ini akan menjadi catatan kampanye buruk baginya," tuturnya. []