Bawaslu Kota Semarang Bikin Ketoprak AntiMoney Politik

Lewat seni dan budaya, kami mengajak masyarakat umum terlibat aktif di pengawasan partisipatif.
Pentas ketoprak antimoney politik yang dimainkan seniman Jurang Blimbing, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (21/2) malam. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Semarang, (Tagar 21/2/2019) - Riuh rendah suara gamelan mengiring kehadiran Bagong ke tengah panggung. Bentuk tubuh gendut dengan perut dan pantat yang membuncit memancing geli warga Jurang Blimbing.

Apalagi demi melihat polahnya saat kepergok Semar dan Gareng melakukan money politik ke para niyaga (penabuh gamelan). "Wuaaa aku ojo dikecrek (saya jangan diborgol)," teriak Bagong sambil berguling di lantai panggung.

Tawa warga menggelegak. Kantuk pun terusir meski waktu menunjukkan jelang tengah malam. Gelaran ketoprak ditutup dengan deklarasi antimoney politik oleh ratusan warga dan mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip).

Ketoprak punokawan antimoney politik berlangsung di halaman Balai RW 4, Dukuh Jurang Blimbing, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Rabu (20/2) malam. 

Bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Semarang, seni dan budaya menjadi media efektif guna menyosialisasikan gerakan pengawasan partisipatif.

"Lewat seni dan budaya, kami mengajak masyarakat umum terlibat aktif di pengawasan partisipatif. Salah satunya seperti yang dipentaskan tadi, terkait money politik, agar bersama-sama kita melakukan pencegahan dan tidak melakukan hal itu," beber Ketua Bawaslu Kota Semarang Muhammad Amin kepada Tagar News.

Dukuh Jurang Blimbing

Dukuh Jurang Blimbing selama ini dikenal sebagai kampung berbasis seni dan budaya. Pemkot Semarang telah menetapkan kawasan tersebut sebagai kampung tematik seni dan budaya. Selain ketoprak, ada pula kesenian kuda lumping, karawaitan dan kesenian tradisional lain.

"Kuda lumping bahkan sudah akta kelahirannya, terbentuk sejak 1 Januari 1971," tutur tokoh masyarakat Jurang Blimbing, Agus Rohadi.

Agus menyampaikan jumlah penduduk di Jurang Blimbing ada sekitar 5.000 jiwa. Meski begitu, jumlah pendatang dari kalangan mahasiswa, Undip maupun kampus lain, serta kalangan pedagang mencapai sekitar 50 ribu orang. Besarnya warga yang tinggal di Jurang Blimbing menjadi obyek yang pas bagi Bawaslu untuk membumikan gerakan pengawasan partisipatif.

"Money politik seperti serangan fajar tidak pernah ada di sini. Namun dengan sosialisasi yang dilakukan Bawaslu, kita makin tahu mana yang baik dan tidak baik, mana yang boleh dan tidak boleh. Pengetahuan ini tentu akan kami tularkan ke warga yang lain," beber dia.

Koordinator Divisi SDM dan Organisasi Bawaslu Jawa Tengah Sri Sumanta mengapresiasi langkah inovasi Bawaslu Kota Semarang di sosialisasi pengawasan partisipasi. 

"Selama ini kami hanya ketemu, rapat di hotel. Sekarang kami berusaha lebih dekat ke masyarakat, apapun itu kelompoknya. Di sini dengan kelompok seniman di kampung tematik antimoney politik," terang dia.

Sumanta berharap, sosialisasi pengawasan partisipatif di wilayah lain di Kota Semarang bisa dilakukan dengan memperhatikan kearifal lokal setempat. 

"Menyesuaikan dengan potensi yang ada di masyarakat setempat, agar lebih efektif mengena masyarakat," tukas dia. []

Berita terkait