Banyak Salah Kaprah Soal Utang Indonesia, Ini yang Sebenarnya

Pandangan masyarakat tentang utang lebih besar dari pendapatan negara pun sebenrnya salah. Karena menurutnya ungkapan demikian harus memakai teori dan data yang sesuai.
Eva Sundari

Jakarta, (Tagar 6/9/2017) - Masyarakat Indonesia kini sedang hangat membicarakan pembicaraan utang karena menembus angka Rp 3.779,98 pada akhir Juli 2017. Padahal, jika diperhatikan secara perekonomian besaran utang tersebut dapat dikatakan sehat secara undang-undang di Indonesia maupun internasional.

"Utang Indonesia sangat managable dan memenuhi standar sehat secara undang-undang (Indonesia) maupun (undang-undang) internasional," ujar Anggota Komisi XI Eva Sundari saat dihubungi Tagar.id, Rabu (5/9).

Menurut Politisi PDI-P ini, ada dua alasan kenapa utang pemerintah Indonesia dikatakan sehat yaitu pertama karena tidak melampaui batas defisit 3 persen UU 17/2013 uang saat ini 2,92 persen. Kedua rasio utang terhadap PDB masih 30 persen, bandingkan dengan Jepang yang 150 persen, bahkan Amerika yang dikenal sebagai negara besar pernah mencapai 200 persen.

Bahkan, jika dibandingkan sebelumnya, utang pemerintah lebih sehat karena dipakai untuk pembangunan infrastruktur yang notabene menambah kekuatan ekonomi Indonesia.

"Lebih sehat lagi, beda dari yang lalu utang saat ini dominan untuk membiayai investasi (produktif) utamanya infrastruktur, bukan untuk konsumsi jadi menambah kekuatan perekonomian," imbuhnya.

Pandangan masyarakat tentang utang lebih besar dari pendapatan negara pun sebenrnya salah. Karena menurutnya ungkapan demikian harus memakai teori dan data yang sesuai.

"Salah, karena motifnya politik (delegitimasi pemerintah) sampai lupa pakai teori dan data," jelasnya.

Karena seperti yang diketahui asumsi Produk Domestik Bruto (PDB) dalam APBN-P 2017 sebesar Rp 13.613 triliun, maka rasio total outstanding utang pemerintah mencapai 27,77% terhadap PDB. Bisa dikatakan utang yang dimiliki pemerintah masih wajar, sesuai dengan pendapatan nasional semua sektor.

Untuk menghalau pandangan masyarakat yang salah kaprah tentang utang pemerintah, ia menyarankan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat melalui Humas Kementrian Keuangan (Kemenkeu).

"Ya, perlu keterbukaan saja, ini pendidikan politik yang bagus. Biar penduduk melek APBN. Humas Kemenkeu harus berfungsi maksimal di tengah gempuran twist yang dispin para oposan," tutupnya. (nhn)

Berita terkait
0
5 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Membeli Hunian di Sentul
Selain Bekasi dan Tangerang Selatan, Bogor menjadi kota incaran para pemburu hunian di sekitar Jakarta. Simak 5 hal ini yang perlu diperhatikan.