Bali Menolak Wacana Wisata Halal Sandi, Ini Alasannya

Wakil Gubernur Bali Cok Ace tak mau mengubah konsep dan karakter pariwisata Bali menjadi wisata halal.
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau sering disapa Cok Ace. (Foto: Istimewa)

Jakarta, (Tagar 27/2/2019) - Pernyataan Calon Presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno yang ingin mengembangkan wisata halal di Bali, kini menjadi topik pembicaraan masyarakat. Hal itu tentu menjadi perhatian dari Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau sering disapa Cok Ace.

Menurut Cok Ace, konsep yang ditawarkan oleh Sandiaga Uno yang ingin menjadikan pariwisata halal di Bali tersebut tidak pantas diberlakukan di Bali. Apalagi tidak sesuai dengan karakter dan potensi yang ada di Bali. 

"Konsep pariwisata halal tidak sesuai dengan potensi, karakter, serta branding pariwisata Bali yang selama ini telah mendunia," kata Cok Ace melalui keterangan tertulis yang diterima Tagar News, Rabu (27/2). 

Cok Ace mengatakan konsep pariwisata halal lebih layak dikembangkan ke dalam kultur yang condong kearah kebudayaan Timur Tengah. Sehingga dari sana ada potensi untuk menarik kedatangan wisatawan Timur Tengah dari kawasan itu. 

"Potensi wisatawan Timur Tengah bagi Bali sangat kecil, sehingga secara pertimbangan ekonomi tidak masuk akal melakukan investasi besar-besaran membangun pariwisata halal di Bali," ucap dia.  

"Jika konsep itu dipaksakan di Bali malah akan menyebabkan kemunduran pariwisata Bali. Karena inilah maka semua pelaku pariwisata di Bali menolak konsep pariwisata halal itu," ujarnya.

Karakter pariwisata di Bali dikenal dengan pariwisata budaya dan juga dikenal dengan kearifan lokal masyarakat Bali, serta secara filosofis dilandasi oleh ajaran Hindu.

"Wisatawan dari negara-negara Barat itu datang ke Bali karena tertarik dengan keunikan kebudayaan Bali. Sedangkan wisatawan dari negara-negara Asia berkunjung ke Bali karena mereka merasakan adanya hubungan kultural yang dekat dengan Bali," ungkapnya.

Cok Ace merujuk pada data wisatawan yang datang mengunjungi pariwisata di Bali tahun terakhir ini adalah wisatawan yang datang dari negara-negara Asia seperti Cina, Jepang, Korea, Taiwan dan India, serta negara-negara Barat seperti Australia, Inggris, Amerika, Jerman, Perancis dan Belanda.  

"Contohnya Cina dan India. Kedua wilayah ini sudah memiliki hubungan kebudayaan dan ikatan emosional dengan Bali sejak berabad-abad lampau. Kebijakan pengembangan pariwisata Bali sudah tepat. Karena kita pariwisata budaya tentunya yang kita kembangkan adalah pasar yang wisatawannya tertarik dan peduli dengan kebudayaan Bali," paparnya.

Di tataran global, branding itu membuat Bali dikenal sebagai The Last Paradise, surga terakhir yang dihuni oleh pemeluk Hindu yang selalu menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan Pencipta dan Alam-nya.

"Branding ini bisa rusak jika kita mengembangkan konsep pariwisata yang tidak cocok dengan keunikan dan karakter budaya Bali, misalnya konsep pariwisata halal itu," tegas Cok Ace.

Cok Ace menambahkan, Bali dikenal didunia itu karena keunikan budaya yang dimiliki. Sehingga, masyarakat tidak mau keluar dari konteks budaya yang sudah menjadi ciri khas.

"Bali terkenal itu karena keunikan budayanya. Dan oleh sebab itu kami tidak mau keluar dari core budaya (Bali)," tuturnya. 

Wisata Syariah Bali

Ternyata polemik semacam itu bukan hanya terjadi sekarang ini saja. Sebelumnya sudah ada wacana desa wisata syariah Bali yang juga sudah pernah menjadi polemik bagi masyarakat Bali pada beberapa tahun lalu. 

Wacana desa wisata syariah kali pertama muncul ketika Ketua MES Pusat, Muliaman D. Hadad, saat melantik kepengurusan Masyarakat Ekonomi Syairah (MES) Bali di Denpasar, 16 November 2015.

Muliaman D. Hadad saat itu mengatakan Bali cocok untuk dikembangkan wisata syariah. Bahkan menurut dia, pariwisata berbasis Islami tidak hanya dikembangkan negara-negara Arab melainkan telah banyak dikembangkan negara di Asia seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Wacana itu kemudian menimbulkan polemik luar biasa dari komponen masyarakat Bali, termasuk Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan DPRD Bali yang menolak adanya wacana tersebut. Pastika menyatakan tidak setuju jika wisata syariah dikembangkan di Pulau Dewata karena dinilai dapat menimbulkan potensi keributan.

"Saya nggak setujulah, malah jadi ribut nanti. Jangan pakai begitu-begitu, udah tenang-tenang kok," kata Pastika usai menghadiri sidang paripurna DPRD Bali di Denpasar. 

Wacana pengembangan ekonomi syariah di Provinsi Bali yang digagas oleh Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) juga menuai penolakan dari masyarakat di Bali. Aksi penolakan melalui demo pun juga terjadi untuk membatalkan wacana tersebut. 

Belasan mahasiswa yang mengatasnamakan dirinya Aliansi Hindu Muda Indonesia (AHMI) melangsungkan aksi demo serupa di depan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kabupaten Jembrana.

Mereka dengan tegas mengecam pernyataan MES Bali yang ingin menerapkan ekonomi dan pariwisata berbasis syariah di Bali. Selain itu mereka juga mengatakan siap menjadi garda terdepan dalam membela Bali dan dengan tegas menolak siapapun yang ingin menggantikan tradisi, adat, dan budaya Bali yang sudah terkenal hingga ke penjuru dunia. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.