Babak Baru Kasus Denny Siregar - Telkomsel

Telkomsel menyatakan maaf atas ketidaknyamanan Denny Siregar atas bobolnya data pribadi. Masalah selesai? Tentu belum. Ini babak baru mereka.
Denny Siregar. (Foto: Cokro TV)

Saya sebenarnya tidak mau membahas kasus ini terus-terusan, karena sepertinya jadi narsis, sebab kebetulan dalam kasus pembocoran data pribadi ini, saya yang jadi korbannya. Tapi kasus ini menarik, dan bisa sebagai pelajaran buat kita semua, supaya kita mengerti apa yang terjadi, dan bagaimana menggunakan hak kita sebagai warga negara. Kita harus punya hak dong, masa cuma kewajiban doang yang dilakukan?

Kasus ini bermula dari bocornya data pribadi saya ke publik oleh akun anonim yang bernama Opposite. Dan kita sama-sama sempat bertanya, dari mana si Opposite mendapat data pribadi saya dengan begitu lengkapnya? Dan sesudah saya meramaikan masalah ini ke publik, Menkominfo pun tergerak dan menyuruh Telkomsel melakukan investigasi.

Telkomsel kemudian bergerak dan menemukan ada seseorang yang mengambil data pribadi saya dari sistemnya. Mereka kemudian melaporkan ke polisi karena memang tidak mungkin menindak si pelaku. Polisi menangkap seorang pelaku, yang bilang kalau dia mengambil data saya dan menyerahkannya ke akun Opposite hanya karena benci kepada saya.

Okelah, motif bisa macam-macam ya. Yang saya khawatir sebenarnya adalah bagaimana bisa seorang karyawan selevel outsourcing mengakses data pelanggan yang seharusnya sangat rahasia dan membutuhkan otoritas orang yang lebih tinggi dari dia?

Ini pertanyaan terbesar dari saya dan mungkin Anda semua pengguna Telkomsel. Data kita sangat rentan ternyata, karena bisa diakses oleh karyawan selevel outsourcing saja. Berarti sistem keamanan di Telkomsel yang kata mereka punya sertifikat ISO, ternyata cuma kaleng-kaleng.

Dan yang mengagetkan untuk saya sendiri adalah reaksi dari Telkomsel. Mereka yang seharusnya kita percaya menjaga data kita, kemudian melenggang seolah tidak berdosa dan melimpahkan semua kesalahan kepada si oknum outsourcing. Padahal kalau sistem Telkomsel kuat, tentu tidak mungkinlah sekelas outsourcing bisa mengakses sistem mereka.

Dan apa yang Telkomsel lakukan kepada saya sebagai korban? Cukup meminta maaf atas ketidaknyamanan ini, tetapi tidak ada empati terhadap keamanan keluarga saya yang menjadi korban kelalaian Telkomsel.

Baca juga: Data Telkomsel Dibobol, Denny Siregar Pindah Rumah

Telkomsel seolah tidak mau bertanggung jawab terhadap situasi itu. Padahal di kasus ini sudah ada korbannya, yaitu saya sendiri. Dengan bocornya data pribadi saya ke publik, orang-orang yang membenci saya akhirnya tahu alamat rumah, dan mulai melakukan teror dengan terus mengintimidasi keluarga saya setiap hari. 

Dan apa yang Telkomsel lakukan kepada saya sebagai korban? Cukup meminta maaf atas ketidaknyamanan ini, tetapi tidak ada empati terhadap keamanan keluarga saya yang menjadi korban kelalaian Telkomsel.

Telkomsel seperti cuci tangan. Mereka membangun persepsi publik bahwa mereka juga korban. Jadi sesama korban, cukuplah saling mengerti. Dan saya tidak boleh menuntut apa pun kepada mereka, karena kesalahan itu bukan pada mereka.

Analogi sederhananya begini. Saya titip uang ke teman saya. Terus teman saya itu kecurian. Dia lalu melapor ke polisi dan si pencuri pun tertangkap. Teman saya yang saya titipkan uang itu lalu bilang ke saya, "Den, maaf ya atas ketidaknyamanan ini." Begitu saja tanpa ada niat mengganti uang yang saya titipkan ke dia, karena dia merasa tidak bersalah. Wong yang salah si pencuri kok, dan sudah ditangkap polisi. Dia juga merasa sebagai korban.

Apa perilaku seperti itu benar? Bagi perusahaan besar seperti Telkomsel, bisa jadi mereka menganggap itu benar. Toh, si Denny itu siapalah. Hanya satu pelanggan dari 160 juta pelanggan lainnya. Enggak ngaruh, mau pakai silakan, enggak pakai juga silakan. Mau boikot silakan, teriak-teriak di media sosial juga silakan. Apalagi mau cabut kartu, enggak ngaruh. Telkomsel tetap perusahaan besar dengan keuntungan triliunan rupiah.

Kita yang dirugikan tidak punya hak untuk menuntut perusahaan besar untuk ganti rugi. Kalau nanti kita menuntut ganti rugi, dibilangnya begini, "Loh, ternyata niatnya mau memeras perusahaan negara, kan? Pengin cepat kaya, kan? Tujuannya ternyata uang, kan?" Dan begitulah narasi yang dibangun supaya kita sebagai korban akhirnya diam, tidak bersuara karena takut dianggap orang yang mengambil keuntungan dari peristiwa.

Coba perhatikan, dari RUU Perlindungan Data Pribadi yang sedang digodok pemerintah, Asosiasi Operator Seluler menolak ada pasal SANKSI kepada mereka kalau terjadi masalah.

Baca juga: Perhatian Telkomsel Terhadap Persoalan Denny Siregar

Itu terjadi pada saya sekarang. Bagaimana kalau itu terjadi pada Anda? Diam saja? Pasrah keluarga diteror setiap hari tanpa ada solusi? Pasrah karena berpikir, "Ah Telkomsel itu perusahaan besar, saya tidak mampu melawan." Itulah yang mereka inginkan. Telkomsel sangat berkuasa, perusahaan besar, di dalamnya orang-orang berpengaruh semua, kaya raya, dan punya dana yang tidak terbatas. Mereka gajah. Sedangkan saya semut yang kalau diinjak saja, pasti mati.

Dan akhirnya saya paham kenapa Telkomsel seperti itu. Perilaku itu ternyata tidak hanya di Telkomsel, juga mungkin di semua operator seluler di Indonesia. Coba perhatikan, dari RUU Perlindungan Data Pribadi yang sedang digodok pemerintah, Asosiasi Operator Seluler menolak ada pasal SANKSI kepada mereka kalau terjadi masalah.

Asosiasi Operator Seluler itu bilang, untuk apa lagi ada pasal sanksi di RUU Perlindungan Data Pribadi, kan sudah ada UU ITE? Padahal UU ITE tidak mengatur sanksi buat penyelenggara layanan seperti operator seluler yang lalai menjaga datanya.

Jadi, ketika ada masalah kebocoran data seperti ini, pihak penjaga data seperti operator seluler, itu bisa lepas tangan. Mereka akan terus menganggap, yang salah adalah orang yang mengakses data mereka secara kriminal. Dan pihak seluler seperti Telkomsel terus saja jualan dengan jargon, "Hai, data Anda di kami aman kok. Kan, kami sudah punya ISO. Jadi jangan takut ya."

Mereka terus bicara ke publik bahwa sistem penjagaan datanya canggih, padahal jelas-jelas dengan begitu mudahnya seorang outsourcing saja bisa membocorkan data dari sistem mereka.

Lalu bagaimana nasib korban yang datanya dibocorkan seperti saya? Ya EGP, emang gua pikirin? Itu masalah elu, kan gua sudah lapor ke polisi, penjahatnya juga sudah ditangkap, ya sudahlah. Anggap aja lu lagi sial. Ngeselin, kan?

Itulah yang saya bilang, bahwa kita sebagai warga negara harus paham hak kita, hak atas perlindungan data-data kita, hak untuk tahu bagaimana cara perusahaan menjaga data kita, dan hak untuk menuntut kalau ada kelalaian dari si penjaga data kita.

Tuntutan atau gugatan itu penting sekali, supaya mereka tidak bisa seenaknya dan mulai berbenah memperbaiki sistemnya sampai sempurna. Kalau tidak ada yang menuntut, ya mereka akan terus menganggap bahwa tidak ada kejadian apa-apa. Tidak ada efek jera. Dan itu sama saja mengebiri hak kita sebagai warga negara di negara dengan hukum sebagai panglima.

"Jadi mau nuntut berapa triliun, Den? Rp 15 triliun?" Kata seorang teman itu dengan nada sinis menganggap saya memanfaatkan situasi ini supaya jadi orang kaya mendadak. Ya, gua ketawa. Dia belum ada di posisi gua, yang setiap hari keluarganya mendapat teror sampai terancam persekusi fisik yang bisa saja mengakibatkan kehilangan jiwa buah hati yang tercinta.

Lagian, cara menuntut Rp 15 triliun dengan gaya class action itu bukan gaya gua. Itu orang bodoh saja yang memanfaatkan situasi untuk perutnya pribadi, seolah-olah mereka peduli. Dan mereka bahkan tidak paham hukum sama sekali.

Kalau gaya gua, ya tunggu saja. Masih gua pikirkan sambil seruput kopi.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
Denny Siregar Terkungkung Dua Kasus Hukum
Pegiat media sosial Denny Siregar tengah terbelenggu dua kasus hukum, yaitu pembobolan data pribadi dan ujaran kebencian.
Polisi Ciduk Pembobol Data Pribadi Denny Siregar
Pelaku pembobolan data pribadi milik Denny Siregar, Febriansyah Puji Handoko, 27 tahun yang merupakan karyawan kontrak Telkomsel di Surabaya.
Motif Pegawai Telkomsel Bocorkan Data Denny Siregar
Motif pegawai Telkomsel yang membocorkan data pribadi pegiat media sosial Denny Siregar sudah mulai terungkap. Ini penjelasan pihak kepolisian.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.