Ayah Pelaku Kekerasan Seksual di Sulsel Ternyata ASN

Seorang ayah yang dilaporkan melakukan kekerasan seksual terhadap anaknya ternyata ASN di Inspektorat Pemkab Luwu Timur.
Tiga anak pelaku kekerasan seksual saat berada di P2TP2A kota Makassar, Sabtu 21 Desember 2019. (Foto: Tagar/Lodi Aprianto)

Makassar - Seorang ayah bernama SA, 43 tahun, di Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Sulsel yang dilaporkan ke Polisi terkait kekerasan seksual terhadap anak kandungnya, ternyata seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Inspektorat Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Luwu Timur (Lutim), Sulsel.

SA dilaporkan oleh mantan istrinya bernama RS, 41 tahun, ke Polres Luwu Timur terkait perbuatan cabul terhadap anak kandungnya sendiri, AL, 8 tahun, MR, 6 tahun dan AZ, 4 tahun.

Dia SA merupakan ASN dan bekerja sebagai Auditor Madya di Inspektorat Pemkab Luwu Timur.

Laporan itu dilayangkan RS pada 10 Oktober 2019 lalu, dan belakangan diketahui jika penyidik Polres mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap kasus tersebut. SP3 tertuang dalam surat dengan Nomor: S.Tap/02/XII/2019. SP3 dikeluarkan penyidik pada 10 Desember 2019 lalu.

"Dia SA merupakan ASN dan bekerja sebagai Auditor Madya di Inspektorat Pemkab Luwu Timur," kata ibu kandung korban selaku pelapor, RS saat ditemui di kantor P2TP2A Kota Makassar, Sabtu 21 Desember 2019.

Dalam pelaporan ini, lanjut RS, ia mengaku sempat mendapatkan intimidasi saat meminta pendampingan hukum hingga tes visum ke unit P2TP2A Pemerintah Kabupaten Luwu Timur.

Intimidasi yang didapatkan tersebut, menurut RS berasal dari salah seorang pegawai di Pemkab Luwu Timur yang diduga adanya unsur tekanan sang mantan suami selaku pejabat pemerintahan tersebut.

Intimidasi yang didapatkan ini bermula ketika RS ingin melaporkan mantan suaminya itu ke Mapolres Lutim, saat melayangkan laporan tersebut, RS diminta oleh penyidik terlebih dahulu meminta pendampingan di unit P2TP2A Luwu Timur (Lutim). Sehingga, Rastiah ke P2TP2A meminta agar dilakukan pendampingan tapi tak kunjung diberikan.

"Saya dua kali di intimidasi, pertama saat saya ingin melapor ke Polres tiba-tiba ditelpon sama Hj. Ira, pegawai P2TP2A bilang kalau melapor maka ayahnya (terlapor) akan hentikan jaminan untuk anak-anak. Kedua, saat ingin visum ulang di Makassar, saya ditelpon juga kalau divisum ulang maka akan nalanjutkan laporan kasus pencemaran nama baik, karena infonya saya dilapor juga," bebernya.

Saya mau visum ulang dan melaporkan kembali di Mapolda Sulsel.

Selain mendapatkan intimidasi, Rastiah juga mengaku sangat kecewa kepada unit P2TP2A Lutim karena tidak memberikan pendampingan hukum sebagaimana menjadi tupoksinya.

"Sudah dua kali tidak merespon, makanya saya beranikan diri melapor ke Polres dan saya ke penyidik dan diberikan surat laporan itu. Makanya, saya kecewa karena tidak ada pendampingan. Mulai dari pelaporan, pengambilan visum hingga saat diambil keterangan," ujarnya.

Sehingga demi untuk mencari keadilan, Rastiah pun terpaksa berangkat ke Makassar, dan menghadap ke DPPA Provinsi Sulsel. Dan kemudian diarahkan ke P2TP2A Makassar untuk diberikan pendampingan hukum serta kembali ingin melakukan visum ulang dan lapor ke Mapolda Sulsel terkait kasus menimpa ketiga anaknya tersebut.

"Saya mau visum ulang dan melaporkan kembali di Mapolda Sulsel," tutup Rastiah.

Sebelumnya, tiga anak dibawah umur diduga menjadi korban kekerasan seksual oleh ayahnya sendiri di Kabupaten Luwu Timur (Lutim) Sul-Sel.

Hal tersebut terungkap setelah ibu kandung ke tiga anak ini, inisial Rastiah, 41 tahun, mengadu di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Makassar. Dia mengatakan bahwa ketiga anaknya yang masih dibawah umur masing-masing inisial AL, 8 tahun, MR, 6 tahun dan AL, 4 tahun diduga dicabuli hingga disodomi oleh ayahnya sendiri.

"Saya kesini untuk meminta bantuan kepada P2TP2A Makassar untuk diadvokasi mencari keadilan, karena ke tiga anak kandung saya diduga menjadi korban kekerasan seksual," kata RS saat ditemui di kantor P2TP2A di Jalan Angrek Kota Makassar, Sabtu 21 Desember 2019. []

Berita terkait
Di Sulawesi Selatan 605 Kekerasan Terhadap Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan yang merupakan Kekerasan dalam Rumah Tangga (Kdrt) di Sulawesi Selatan sampai Agustus 2019 terjadi 605 kali
Anak Dominasi Kasus Kekerasan Seksual di Sumbar
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumatera Barat masih tinggi.
Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Kota Serang Naik
Kekerasan seksual terhadap anak-anak di Kota Serang, Banten, meningkat, kekerasan seksual banyak dilakukan oleh keluarga, tetangga, atau teman
0
AS Mulai Terapkan Larangan Impor Barang dari Xinjiang
AS terapkan larangan impor barang produksi dari wilayah Xinjiang, China, kini mulai diberlakukan dengan alasan ada genosida di sana