Awal Mula Ba'asyir Bersentuhan dengan Organisasi Teroris Al Qaeda

AS memasukkan nama Ba'asyir sebagai salah satu teroris karena gerakan Islam yang dibentuknya terkait jaringan Al-Qaeda.
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019). Abu Bakar Ba'asyir akan dibebaskan dengan alasan kemanusiaan karena usia yang sudah tua dan dalam keadaan sakit serta memerlukan perawatan. (Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya)

Jakarta, (Tagar 21 Januari 2019) - Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir mendapat kesempatan bebas bersyarat. Abu Bakar akan menghirup udara kebebasan pada pekan depan, setelah menjalani 9 tahun masa tahanan dari total vonis  15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, setelah terbukti terlibat dalam pendanaan dan pelatihan kelompok teroris di Aceh.

Vonis yang diketuk pada Kamis, 16 Juni 2011 itu merupakan vonis kali kedua bagi Ba'asyir setelah sebelumnya, ia juga pernah di vonis bersalah pada 3 Maret 2005 atas  tuduhan keterkaitan dirinya dengan konspirasi bom Bali tahun 2003. Kala itu, ia di vonis hukuman penjara selama 2,6 tahun.

Abu Bakar Ba'asyir merupakan tokoh Islam Indonesia keturunan Arab. Lahir di Jombang pada tanggal 17 Agustus 1938. Ba'asyir juga merupakan pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan salah seorang pendiri Pondok Pesantren Islam Al Mu'min di Ngruki Sukoharjo.

Latar belakang pendidikan agama Islam Abu Bakar Ba'asyir terbilang mentereng.  Dirinya pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo Jawa Timur (1959). Selain itu, Ba'asyir juga merupakan alumni Fakultas Dakwah Universitas Al Irsyad, Solo, Jawa Tengah.

Abu Bakar Ba'asyir memulai petualangan berorganisasi sebagai aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Solo. Dari sana, dirinya kemudian menjabat sebagai sekretaris Pemuda Al Irsyad, Solo. Pengalamannya berorganisasi menghantarkan ia memegang pucuk pemimpin tertinggi organisasi Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) pada tahun 1961 Menjadi Ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam sekaligus mendirikan dan memimpin Pondok Pesantren Al Mu'min pada tahun 1972, untuk kemudian menjadi ketua organisasi Majelis Mujahidin Indonesia pada tahun 2002.

Pesantren Al Mu'min yang dipimpinnya, didirikan Ba'asyir bersama seorang bernama Abdullah Sungkar yang belakangan diketahui sebagai salah satu pendiri Jamaah Islamiyah (JI), sebuah organisasi yang terafiliasi dengan organisasi teroris Al Qaeda.

Pada masa Orde Baru, Abu Bakar Ba'asyir dan Abdullah Sungkar kerap keluar masuk penjara akibat aktivitasnya menyerukan golput pada Pemilu saat itu. Ia juga pernah mendekam di balik jeruji besi lantaran kegiatannya merongrong Pancasila.

Pada tahun 1983 misalnya, Ba'asyir dan Abdullah ditangkap atas tuduhan penghasutan agar menolak asas tunggal Pancasila. Ia melarang santrinya untuk hormat bendera karena dianggap syirik. Tidak hanya itu, mereka juga dituduh menjadi bagian dari gerakan Hispran (Haji Imail Pranoto), seorang tokoh organisasi makar, Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) cabang Jawa Tengah. Di pengadilan, keduanya divonis hukuman 9 tahun penjara.

Pada 11 Februari 1985, ketika kasusnya masuk kasasi dan keduanya dikenai tahanan rumah, Ba'asyir dan Abdullah Sungkar melarikan diri ke Malaysia. Dari Solo mereka menyebrang ke Malaysia melalui Medan. Menurut pemerintah AS, pada saat di Malaysia itulah Ba'asyir membentuk gerakan Islam radikal, Jamaah Islamiyah, yang menjalin hubungan dengan Al-Qaeda.

Sepanjang tahun 1985-1999, aktivitas Ba'asyir di Singapura dan Malaysia adalah "menyampaikan Islam kepada masyarakat Islam berdasarkan Alquran dan Hadis", yang dilakukan sebulan sekali dalam sebuah forum, yang hanya memakan waktu beberapa jam di sana.

Dalam satu kesempatan, ia mengaku tidak membentuk organisasi atau gerakan Islam apa pun. Namun, pemerintah Amerika Serikat memasukkan nama Ba'asyir sebagai salah satu teroris karena gerakan Islam yang dibentuknya yaitu Jamaah Islamiyah, terkait dengan jaringan Al-Qaeda.

Sekembalinya dari Malaysia pada tahun 1999, Ba'asyir langsung terlibat dalam pengorganisasian Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang merupakan salah satu dari organisasi Islam baru yang bergaris keras yang memiliki tujuan untuk mendirikan Hukum Syariah Islam di Indonesia.

Pada Januari 2002 Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo, Muljadji menyatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan eksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung (1985) terhadap Abu Bakar Ba'asyir.

Ba'asyir menolak eksekusi atas putusan Mahkamah Agung (MA), untuk menjalani hukuman pidana selama sembilan tahun atas dirinya, dalam kasus penolakannya terhadap Pancasila sebagai asas tunggal pada tahun 1982. Ba'asyir menganggap, Amerika Serikat berada di balik eksekusi atas putusan yang sudah kedaluwarsa itu.

Umar Al-Faruq, seorang pemuda warga Yaman berusia 31 tahun yang ditangkap di Bogor pada Juni 2002 oleh pihak CIA, membuat pengakuan mengejutkan perihal perannya sebagai operator jaringan teroris internasional, Al Qaeda. Tidak hanya itu, Al Farouq juga membeberkan perihal kedekatan dirinya dengan Abu Bakar Ba'asyir.

Berbekal Investigasi dan berbagai data intelejen, majalah Time pada September 2002 menuding Ba'asyir sebagai pemimpin spiritual kelompok Jamaah Islamiyah yang bercita-cita membentuk negara Islam di Asia Tenggara. Ba'asyir pulalah yang diduga menyuplai orang untuk mendukung gerakan Faruq. Ba'asyir disebut sebagai orang yang berada di belakang peledakan bom di Masjid Istiqlal tahun 1999. Dalam majalah edisi 23 September tersebut, Al-Farouq juga mengakui keterlibatannya sebagai otak rangkaian peledakan bom, 24 Desember 2000.

Tudingan tersebut membuat Abu Bakar Ba'asyir meradang. Ia menampik semua tuduhan dan mengadukan majalah Time telah melakukan pencemaran nama baik. Dalam kesempatan itu, Ba'asyir juga mengaku tidak mengenal Umar Al Farouq dan menuntut pemerintah Republik Indonesia untuk membawa Farouq ke Tanah Air terkait pengakuannya yang mengatakan bahwa dirinya mengenal Ba'asyir. Atas dasar tuduhan AS yang mengatakan keterlibatan Al-Farouq dengan jaringan Al-Qaeda dan aksi-aksi teroris yang menurut CIA dilakukannya di Indonesia, Ba'asyir mengatakan bahwa sudah sepantasnya Al-Farouq dibawa dan diperiksa di Indonesia.

Pada 12 Oktober 2002, tiga bom meledak di tiga tempat terpisah di Bali. Dua ledakan pertama terjadi di Paddy's Club dan Sari Club, Jalan Legian, Kuta Bali. Sedangkan ledakan terakhir, terjadi di dekat konsulat Amerika Serikat.  Tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka atau cedera, kebanyakan korban merupakan wisatawan asing yang sedang berkunjung ke lokasi yang merupakan tempat wisata tersebut. Peristiwa yang kemudian dikenal dengan sebutan Bom Bali 1 ini dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.

Dua hari setelah peristiwa Bom Bali 1, Ba'asyir menggelar konferensi pers di Pondok Al-Islam, Solo. Ia mengatakan bahwa peristiwa ledakan di Bali merupakan bagian dari skenario Amerika Serikat untuk membuktikan tudingan bahwa Indonesia adalah sarang teroris.

Pada 18 Oktober 2002, Ba'asyir ditetapkan tersangka oleh Kepolisian RI menyusul pengakuan Omar Al Faruq kepada Tim Mabes Polri di Afganistan juga sebagai salah seorang tersangka pelaku pengeboman di Bali.

Pada 3 Maret 2005, Ba'asyir dinyatakan bersalah atas konspirasi serangan bom 2002, tetapi tidak bersalah atas tuduhan terkait dengan bom 2003. Dia divonis 2,6 tahun penjara.

Setelah menerima beberapa remisi, ia akhirnya dinyatakan bebas pada 14 juni 2006. Namun, Ba'asyir kembali ditangkap oleh kepolisian di Banjar Patroman pada 9 Agustus 2010, atas tuduhan mendirikan satu cabang organiasai Al Qaeda di Aceh. Pada 16 Juni 2011 Ba'asyir dijatuhi hukuman penjara 15 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah dinyatakan terlibat dalam pendanaan latihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia. []

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.