Asa Tak Patah Belajar Berlantai Tanah di Kulon Progo

Devi Noviyanti, gadis kecil berusia 10 tahun itu sedang belajar di rumahnya yang berlantai tanah dan berdinding anyaman bambu.
Devi Noviyanti, 10 tahun sedang belajar di rumahnya, Pedukuhan kalingiwo Kalurahan Pendoworejo Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Kamis, 13 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Harun Susanto).

Kulon Progo – Devi Noviyanti, gadis kecil berusia 10 tahun itu sedang belajar di rumahnya, Pedukuhan kalingiwo Kalurahan Pendoworejo Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, saat Tagar mengunjunginya, Kamis, 13 Agustus 2020.

Devi duduk di bangku kayu panjang, kedua tangannya menempel di atas meja kayu beralas plastik. Warna alas bermotif kotak-kotak biru putih itu tampak sudah memudar.

Jemari tangan kanannya memegang alat tulis, sementara tangan kirinya memegang buku di hadapannya.

Satu-satunya sumber cahaya di ruangan itu adalah lampu yang ada di atas meja. Tidak terlalu terang, tapi cukup untuk membantu Devi membaca dan menulis.

Di belakang Devi satu kalender berwarna putih tergantung pada dinding rumahnya yang terbuat dari kayu dan anyaman bambu.

Devi merupakan siswi kelas IV SD Negeri Jetis, Kulon Progo. Sekolahnya terletak di Jalan Turusan Kalurahan Pendoworejo Kapanewon Girimulyo, beberapa kilometer dari rumahnya.

Ibu kandung Devi sudah meninggal beberapa tahun lalu akibat serangan jantung, sementara ayahnya sejak lama tidak lagi mengurus kehidupan Devi.

Meski harus menjalani kehidupan yang cukup keras dan fasilitas minim, Devi tidak menjadi anak yang cengeng. Dia tetap tegar dan ceria. Semangat belajarnya tidak kalah dengan siswa lain, bahkan Devi berhasil memperoleh peringkat empat di kelasnya.

Di rumah berlantai tanah itu, di sekitar perbukitan Menoreh, Devi tinggal bersama Suratinem, 70 tahun, neneknya, tanpa televisi, terlebih ponsel yang merupakan kebutuhan utama dalam pembelajaran jarak jauh. Hanya ada radio untuk menemani mereka saat sunyi.

Untuk bisa mengikuti pelajaran jarak jauh, tidak jarang Devi harus meminjam ponsel milik temannya. Itu pun jika ponsel temannya tidak sedang digunakan. Sesekali gurunya datang ke rumah itu untuk mengajari Devi secara langsung.

"Kadang guru ada yang datang ke rumah untuk ngajarin. Kadang saya belajar temannya yang memiliki Handphone. Nanti kalau sudah besar saya pengen jadi dokter," ucap Devi yang mengaku menyukai pelajaran matematika ini.

Cerita PJJ Kulon Progo 2Devi bersama dengan neneknya tengah menyiapkan minuman (Foto Tagar/Harun Susanto)

Saat ini, kata Devi, dia sudah kangen bersekolah kembali. Dia ingin belajar tatap muka di Sekolah. Devi juga mengaku ingin bertemu dengan teman-temannya dan juga para gurunya.

Perjuangan Sang Nenek

Perjuangan dan ketegaran Devi tidak lepas dari bimbingan dan kerja keras Suratinem, sang nenek. Suratinem rela berjalan kaki naik turun perbukitan untuk mengambil dan menyerahkan tugas sekolah Devi pada gurunya.

Untuk menuju sekolah Devi, kaki renta Suratinem membutuhkan waktu sekitar 20 menit berjalan kaki.

Medan yang naik dan turun, menjadi hambatan tersendiri baginya. Di kanan dan kiri jalan yang dilalui Suratinem, banyak terdapat pepohonan jati yang lebat dan sepanjang jalan itu cukup jarang ditemui rumah warga.

Saat mengambil tugas, kadang saya berangkat pagi sekitar jam 07.00 WIB. Kalau dulu setiap hari ambil tugas milik Devi. Kalau sekarang tidak, hanya hari tertentu saja.

Saat tagar mengikuti berjalan kaki ke sekolah cucunya, Suratinem terlihat membawa sejumlah tugas yang dikerjakan cucunya beberapa hari terakhir. Sesampainya di sekolah, guru yang menerima, kemudian menyerahkan beberapa lembar tugas baru, pelajaran matematika, dan bibit cabai siap tanam beserta polybagnya.

Kepala Sekolah SD Negeri Jetis, Siti Kamilah, menjelaskan bahwa untuk siswa yang tidak bisa mengikuti pelajaran secara daring, pihaknya menyiapkan tugas untuk si siswa, salah satunya adalah Devi.

Pihaknya menjadwalkan pengambilan dan pengembalian tugas setiap hari Kamis. Untuk tugas yang diberikan pada Devi, lanjut Kamilah, Suratinemlah yang selalu mengambilkan dan mengantarkan ke sekolah.

“Ibu Suratinem memang datang ke SD Negeri 1 Jetis, untuk mengambil tugas secara manual. Hal ini karena Devi belum mampu mengikuti belajar secara daring karena terkendala belum memiliki handphone android” ungkap Siti Kamilah.

Cerita PJJ Kulon Progo 3Nenek Suratinem di ruang kelas bersama guru Devi. Dia mengambilkan tugas untuk cucunya (Foto Tagar/Harun Susanto)

Siti mengungkapkan, selain Devi juga ada siswa lain yang mengalami hal serupa yang tinggal di perbukitan Menoreh. Atas kesulitan ini, sekolah memberi perhatian serius terutama di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menugaskan guru untuk berkunjung dan mengajar mereka secara tatap muka.

“Biasanya kami home visit dua minggu sekali. Namun untuk sementara ini ditunda sebentar," tutur Siti.

Pihak sekolah terus mengupayakan beasiswa untuk Devi dan anak dari keluarga tidak mampu lainnya yang dirasa hidup sulit. Terlebih Devi termasuk anak yang cerdas dalam belajar. Pelajaran yang diberikan mampu ditangkap dengan baik.

“Kami usulkan beasiswa, agar bisa tercover. Alhamdullilah, sudah ada bantuan yang diterima."

Hidup dari Bantuan PKH

Basiran, Kepala Dukuh Kalingiwa, tempat Devi dan Suratinem tinggal, mengatakan, keluarga Suratinem merupakan keluarga tidak mampu. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka mengandalkan uang yang diperoleh dari bantuan tunai Program Keluarga Harapan (PKH) Rp300.000 per bulan.

"Yang penting bisa makan sudah cukup untuk sehari-hari,” ungkap Basiran.

Selain itu, lanjut Basiran, keluarga Suratinem juga kadang mendapatkan makanan dari dermawan yang membantu seperti lauk pauk berupa sayur.

Sebelumnya, Anggota DPRD yang juga merupakan Ketua Komisi IV DPRD Kulon Progo, Istana, mengatakan, perlu adanya strategi yang komprehensif dan sinergi, untuk melaksanakan proses belajar mengajar di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang.

Apalagi di sisi lain, proses belajar dengan tatap muka di kelas belum memungkinkan untuk dijalankan karena pandemi Covid-19 belum berakhir. Oleh karenanya metode belajar dari rumah atau BDR harus tetap menjadi pilihan.

Dalam menjalankan belajar dari rumah, butuh peran orang tua siswa dalam pendampingan kepada putra putri. Hal ini agarbanak dapat lebih terbantu dalam menyerap dan mendapatkan ilmu dari sekolahnya.

Istana menilai, banyak hal yang harus disiapkan, mulai dari ketersediaan fasilitas, workshop bagi guru, penerapan protokoler kesehatan di dunia pendidikan di masa pandemi.

"Suksesnya pendidikan, pada dasarnya membutuhkan daya dukung dari orang tua, lingkungan sekitar. Yang pasti butuh partisipasi semua pihak," ungkap Istana.

Istana menjelaskan, apapun kondisi dan metodenya. Target misi yang dicapai harus sesuai dengan tujuan pendidikan karakter yang termuat dalam Perda 18 Tahun 2015 yaitu anak didik harus mempunyai sifat religius, sikap nasionalis, mandiri, berjiwa gotong royong dan berintegritas dengan pondasi pendidikan agama yang kuat, bekal ideologi Pancasila yang mantap dan berbudi budaya luhur. 

Permasalahan yang dialami oleh Devi, mungkin hanya salah satu di antara sekian banyak permasalahan pembelajaran daring.  Wakil Bupati Kulon Progo, Fajar Gegana mengharapkan, kedepannya akan banyak kepedulian dari warga Kulon Progo yang mampu, untuk membantu warga lainnya yang berada dalam taraf ekonomi yang rendah. 

"Hal-hal seperti ini (kondisi Devi), lingkungan juga harus memperhatikan. Memang, Devi dan neneknya sudah mendapat bantuan dari pemerintah seperti PKH namun tetap perlu ada rasa empati pada sekitarnya demi meringankan beban masyarakat yang membutuhkan seperti Keluarga Devi.

Fajar menjelaskan, banyak wilayah di Kabupaten Kulon Progo yang berada di pelosok, sehingga internet masih sulit masuk. Karenanya, program PulsaKu dari Pemerintah Kabupaten Kulon Progo diharapkan segera hadir secara menyeluruh khususnya di wilayah pelosok dan mencerdaskan masyarakat dengan hemat.

"Kenapa hemat, karena PulsaKu itu Kuota Internet senilai Rp 30 ribu, namun sudah mendapatkan kuota unlimited selama 30 hari. Ini kan sangat bermanfaat, jadi kami harap bisa hadir di pelosok untuk membantu masyarakat Kulon Progo," tutur Fajar.

Dia menambahkan, Pemkab Kulon Progo masih mengkaji kemungkinan adanya bedah rumah untuk kediaman Devi dan neneknya yang sudah masuk dalam kategori tidak mampu. Saat ini status kepemilikan tanah rumah yang ditempati Devi dan neneknya adalah milik orang lain yaitu adik dari neneknya. 

Masih banyaknya permasalahan belajar daring atau belajar jarak jauh tersebut, ternyata mengundang perhatian beberapa masyarakat, tidak hanya mereka yang berdekatan dengan rumah Devi. 

Permasalahan seperti orang tua yang kesulitan membelikan alat komunikasi untuk belajar online anaknya ataupun lokasi yang terkendala sinyal, menjadi dasar bagi Nur Vicky Al Amin, Warga Kopat Karangsari Pengasih, tergerak untuk menyediakan fasilitas wifi gratis untuk pembelajaran siswa.

Dia merelakan wifi berlangganan miliknya, untuk dipakai siswa sekolah bahkan mahasiswa untuk belajar gratis. Wifi gratis tersebut bisa dimanfaatkan mereka yang membutuhkannya untuk belajar.

Dari pengumuman yang dipasang di media sosial dan juga aplikasi pesan singkat WA, ternyata menarik minat cukup banyak siswa.

"Ada siswa SMP dari wilayah Kokap yang datang untuk belajar. Dia naik sepeda onthel dengan jarak 6-7 km hanya untuk belajar di sini," tuturnya.

Vicki menjelaskan, ide penyediaan wifi gratis tersebut baru terealisasi pada beberapa minggu terakhir. Dalam sehari, ada 5-8 siswa yang belajar memanfaatkan wifi gratis tersebut. Mereka hanya perlu mematuhi aturan seperti tidak main game, tetap patuh protokol kesehatan dan juga tidak berisik.

"Kebetulan saya ada dua handphone, jadi saat ada yang tidak punya, saya bisa pinjami," ujarnya.

Dia berharap, wifi gratis ini bisa meringankan kesulitan belajar siswa. Jangan sampai pendidikan mereka terkendala oleh permasalahan yang dihadapi tersebut. []

Berita terkait
Gemeresak Suara HT di Ruang Guru SD Kulon Progo
SD Negeri 2 Kanoman, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo berinovasi dengan menggunakan HT untuk pembelajaran jarak jauh.
Rasa dan Ketelitian Dalam Secangkir Kopi Bantaeng
Unuk mendapatkan rasa kopi yang nikmat, dibutuhkan perasaan dan ketelitian, khususnya dalam proses sangrai atau roasting dan penyeduhan.
Mengingat Tajug Pejlagrahan Masjid Tertua di Cirebon
Masjid itu bernama Masjid Pejlagrahan, atau dikenal juga dengan nama Tajug Pejlagrahan. Lokasinya berada di Jalan Gambirlaya, Cirebon.
0
Usai Terima Bantuan Kemensos, Bocah Penjual Gulali Mulai Rasakan Manisnya Hidup
Dalam hati Muh Ilham Al Qadry Jumakking (9), sering muncul rasa rindu bisa bermain sebagaimana anak seusianya. Main bola, sepeda.