Jakarta - Resesi bukan berarti harus dihadapi dengan kecemasan. Resesi, yang ditandai dengan meningkatnya pengangguran, merupakan kondisi ekonomi yang sulit karena, antara lain, menurunkan tingkat produksi barang, hingga jomplangnya nilai ekspor dan impor. Yang ujung semuanya itu memang berdampak pada kehidupan ekonomi masyarakat --untuk sementara-- “payah.”
Ada yang bilang resesi akan terjadi, ada yang bilang resesi sudah terjadi. Tapi, apa pun kondisinya, inilah hal lain yang kini harus kita hadapi. Perlu persiapan, juga kesadaran, untuk menghadapi resesi di masa pandemi. Ini terutama menyangkut sejumlah kebutuhan yang tentu saja harus dipenuhi, sementara pendapatan mungkin, berkurang drastis. Dikumpulkan dari berbagai sumber, berikut sejumlah nasihat dari pakar keuangan, juga ekonomi, bagaimana menghadapi masa-masa sulit ini.
1. Prioritaskan Kebutuhan dan Kewajiban
Kebutuhan manusia terdiri dari pangan, sandang, dan papan. Maka bikin skala semua kebutuhan sebulan yang bisa dipilah dalam dua bagian: harus ada atau bisa tidak ada.
Untuk yang harus ada, jika itu menyangkut komsumsi bisa dipertimbangkan lagi: misalnya dengan mempertimbangkan harga yang satu dengan yang lain. Artinya kebutuhan primer bisa direduksi dengan menurunkan standar. Misalnya, biasanya membeli beras nomor satu, kini membeli beras nomor dua. Pembuatan skala kebutuhan akan membantu kita mengatur pengeluaran harian atau bulanan.
Ada pun kewajiban merupakan hal yang tidak boleh diabaikan. Kewajiban ini menyankut misalnya: cicilan utang, pembayaran uang sekolah/kuliah, pembayaran tagihan listrik, air dan lain-lain. Penundaan pembayaran ini tentu bisa berakibat fatal, antara lain, pembebanan bunga, uang denda dll. Hanya, dalam keadaan yang tak bisa dihindarkan, kewajiban ini bisa ditunda. Tapi, dengan syarat sadar dengan risikonya atau jika mungkin bicarakan dengan pihak yang berkaitan dengan hal itu. Untuk cicilan mobil misalnya, minta diundar waktu pembayaran atau minta sebuah skema pembayaran baru –tentu dengan sejumlah risiko waktu lebih panjang dan sebagainya.
2. Rem Keinginan
Apa boleh buat, uang di tangan harus benar-benar dijaga. Maka urusan liburan, makan di restoran atau membeli barang-barang konsumtif atawa mewah stop dulu. Untuk yang pertama dan kedua, mungkin juga riskan dilakukan karena masa pandemi. Untuk pembelian barang konsumtif ini perlu kontrol. Ingat yang perlu Anda miliki adalah yang memang Anda butuhkan, bukan inginkan. Berpikirlah seratus kali, misalnya, jika berkeinginan ganti telepon genggam.
3. Berhemat di Listrik dan Air
Sebenarnya ini tak hanya dilakukan di saat resesi. Tapi, kali ini perlu benar untuk mengontrolnya: sudah hemat atau belum pemakaian listrik Anda. Jangan ragu ganti semua bolam lampu dengan lampu hemat energi. Padamkan lampu begitu langit mulai terang. Demikian pula jika memakai air pam. Periksa jangan sampai terjadi air terbuang sia-sia karena kran lupa dimatikan. Kontrol pemakaian terhadap listrik dan air ini akan mengurangi beban tagihan. Penghematan juga bisa dilakukan dalam bidang lain, termasuk pemakaian mobil, misalnya.
4.Tetap Optimistis dan Ikhtiar
Yang terakhir ini kembali ke sikap mental kita. Tetap berpikir optimistis badai ini akan berlalu. Ingat pikiran kalut akan membawa badan menderita bahkan berujung sakit. Sadar bahwa di luar sana ada jutaan manusia yang nasibnya sama atau bahkan lebih buruk dari kita. Maka, yang terpenting tetap berusaha bertahan dengan optimistis, berikhtiar, dan berdoa. Doa membuat kita menjadi kuat. []