Anaknya Ditemukan Tewas Terbungkus Plastik, Budiarti Tak Rela Prabowo Jadi Presiden

Curhatan ibunda aktivis Gilang: teringat anaknya ditemukan tewas terbungkus plastik, Budiarti tak rela Prabowo jadi presiden.
Budiarti, ibunda Gilang, saat berbincang bersama Tagar News di Jakarta. (Foto: Tagar/Morteza)

Jakarta, (14/3/2019) - Budiarti, 61 tahun, masih percaya api keadilan dapat terus menyala asalkan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto tidak menjabat sebagai presiden Indonesia. Pasalnya, 21 tahun lalu, putra sulungnya Leonardus Nugroho Iskandar alias Gilang, tewas mengenaskan dengan kondisi jasad terbungkus plastik.

Gilang merupakan korban keberingasan rezim militeristik era Orde Baru.

Dia ditemukan oleh petani Magetan, telah tewas dan dikuburkan dengan kondisi tangan kanan terikat di pohon. Tangan tersebut menyembul ke atas permukaan tanah. Diketahui, terdapat luka tembak di tubuh Gilang, badannya sobek terkena senjata tajam, nampak jelas beberapa organ tubuhnya keluar.

Hal tersebut dikisahkan oleh Budiarti, saat dijumpai Tagar News di Hotel Cemara, Jakarta Pusat, pada Rabu (13/3) siang. Ketika dialog umum bertajuk Kalahkan Capres Pelanggar HAM dilaksanakan.

"Jasadnya ditemukan di dalam hutan di Magetan, dekat Sarangan sama petani. Tangan kanan anakku diikat di pohon, mayatnya diuntel-untel plastik lalu dikubur asal-asalan, asal masuk lubang saja. Seingat ku ada 2 luka tembak di pundaknya dan 1 di ulu hati," ucap Budiarti dengan raut wajah pilu.

Sepengetahuannya, kegiatan Gilang sehari-hari hanya bekerja sebagai pengamen. Dengan cara ini, Gilang menafkahi kebutuhan keluarga dan bisa membantu menyekolahkan keempat adiknya. Budiarti merupakan proletariat yang bekerja sebagai buruh jahit di sebuah konveksi lokal di Surakarta, Jawa Tengah. Suaminya, bekerja sebagai guru agama di suatu yayasan di sana.

"Anak saya hanya tamatan SMA, bukan anak kuliahan. Tapi, dia memang berkeinginan mengubah nasib keluarga, untuk adik-adiknya membekali diri dengan ilmu sebagai bekal masa depan. Kata Gilang, kita harus semangat, harus bisa mengubah nasib kita di masa depan. Karena kita hanya orang miskin dan bodoh, kita harus berubah agar tidak gampang difitnah oleh orang-orang. Itu amanatnya almarhum Gilang kepada saya," tutur Budiarti.

Pada suatu hari, Gilang izin kepada bundanya untuk pergi dari rumah untuk bekerja selama 2 hari. Namun, Gilang tidak jujur kepada dia mengenai jenis pekerjaan yang akan dilakukannya. Dia hanya berbisik pamit di telinga Budiarti, akan pergi survei bersama 'orang penting' ke Magetan.

Dalam mimpi itu, karena anak saya merintih, menangis memanggil saya. Saya bangun, lalu keluar rumah dan dia (Gilang) tidak ada. Seperti sukma yang disiksa, disambat. Saya tunggu hingga fajar dan azan Subuh, itu ternyata anak saya tidak pulang juga

Aktivis GilangLeonardus Nugroho Iskandar alias Gilang. (Foto: Twitter/Kontras)

Ia melanjutkan, bila dalam tugas tersebut putra sulungnya belum kembali juga, maka dapat ditanyakan langsung ke mahasiswa di Surakarta.

Suatu malam, Budiarti mendapat firasat buruk yang datang dari mimpi. Gilang pulang dalam kondisi merintih kesakitan, sesambat menangis peluh di pundaknya.

"Dalam mimpi itu, karena anak saya merintih, menangis memanggil saya. Saya bangun, lalu keluar rumah dan dia (Gilang) tidak ada. Seperti sukma yang disiksa, disambat. Saya tunggu hingga fajar dan azan Subuh, itu ternyata anak saya tidak pulang juga," kisahnya.

Setelah itu, bersama suami, Budiarti membuat laporan ke kantor polisi perihal anaknya yang hilang. Namun, pihak kepolisian tidak tahu menahu persis soal keberadaan anaknya, saat itu.

Tidak berselang lama, datang seorang praktisi hukum mendatangi kediaman Budiarti. Ia membawa kabar duka dengan ditemukannya jenazah dengan ciri-ciri seperti Gilang. Bagi Budiarti informasi itu seperti petir menyambar, karena sejauh ini ia sudah kehilangan jejaknya, dan ternyata sang putra sulung memang hilang untuk selamanya.

"Beberapa hari kemudian justru yang datang kepada saya, seorang pengacara yang membaca dari surat kabar di Solo. Jika ada mayat ditemukan ciri-cirinya mirip dengan anak saya dan memang benar adalah Gilang yang meninggal di dalam hutan," tuturnya.

Ia menceritakan, selanjutnya jenazah Gilang baru bisa dievakuasi setelah mendapat otopsi dan dikirim ke Solo dengan bantuan para mahasiswa, untuk selanjutnya dimakamkan secara layak di TPU Purwoloyo, Jebres, Jawa Tengah.

Leonardus Nugroho Iskandar atau Gilang adalah seorang aktivis serta pengamen yang sering terlibat aksi dengan mahasiswa di Yogya dan Solo. Hal ini pula yang diyakini menyebabkan sosok ini aktif ikut dalam setiap aksi demonstrasi untuk menuntut perubahan. Ia dikenal kerap tampil sebagai orator.

Gilang tutup usia saat berumur 21 tahun. Dia hilang pada April 1998 di Solo, dan ditemukan 3 hari kemudian di Magetan, Jawa Timur, dalam keadaan meninggal dengan kondisi nahas, karena terdapat beberapa luka tembak dan sayatan sajam di tubuhnya.

Tahun 1998 menjadi tahun bersejarah bagi bangsa Indonesia, dengan tumbangnya rezim otoriterisme Soeharto yang telah berkuasa menjadi pemimpin Indonesia dan baru lengser setelah 32 tahun lamanya.

Baca juga: Prabowo Lakukan Pelanggaran HAM, Bagaimana Bisa Nyapres Sampai Tiga Kali?

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.