Alasan Butuh Sperma, Guru Pesantren di Gowa Cabuli Anak

Guru salah satu pesantren di Kabupaten Gowa berinisial SY, 36 tahun, cabuli anak angkatnya sendiri.
SY (36) salah satu oknum guru pesantren di Gowa tega menganiaya anak angkatnya sendiri digelandang Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Gowa. (Foto: Tagar/Afrilian Cahaya Putri)

Gowa - Guru salah satu pesantren di Kabupaten Gowa berinisial SY, 36 tahun, cabuli anak angkatnya sendiri, MI, 15 tahun.

Kepala Sub Bagian Humas Polres Gowa AKP Mangatas Tambunan didampingi Kaur Bin Ops Satuan Reskrim Iptu Masjaya, Sabtu 27 Juli 2019 mengungkapkan, korban diasuh pelaku sejak 29 Januari 2019 lalu, dengan tujuan disekolahkan khusus paket B.

Seiring berjalan waktu, pada Februari 2019, pelaku mulai melancarkan aksi bejatnya, melakukan tindakan cabul terhadap korban.

"Pelaku berdalih ingin meminta sperma korban. Dengan alasan mengobati kemandulan, agar bisa punya anak dan dapat kembali bersama istrinya. Sehingga aksi cabul itu dilakukannya kepada korban," ungkap Tambunan.

Dalam peristiwa ini, korban sempat dikurung pelaku. Namun korban berhasil kabur, dengan cara naik ke atap rumah tetangga pelaku. Di sana dia bersembunyi sebelum kemudian ditolong warga. Korban mengungkapkan peristiwa yang dia alami ke warga.

hukuman pelaku bisa ditambah 1/3 dari vonis hakim jika dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan

Korban lalu dibawa ke Polres Gowa. Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) yang menerimanya bergerak cepat. Mengambil keterangan dan visum korban.

"Kasus ini terkuak pascakorban melarikan diri dengan cara bersembunyi di atap rumah tetangga pelaku, kemudian ia ditolong oleh warga," kata Tambunan.

Nah, berdasarkan keterangan korban kepada penyidik PPA, dia telah enam kali kabur dari pelaku, namun selalu berhasil ditemukan.

Dia juga sudah cerita ke ibunya di Jakarta apa yang dia alami, namun sang ibu tak percaya.

Setelah polisi berhasil mengungkap kasus ini, pelaku pun diamankan. Pelaku diancam hukuman minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun.

Sesuai dengan Pasal 82 Ayat (1) dan (2) Juncto Pasal 76E UU No 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Dari pasal tersebut, hukuman pelaku bisa ditambah 1/3 dari vonis hakim jika dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan," kata Tambunan.[]

Baca juga:

Berita terkait