Papua - Aksi menolak rasisme di Sorong, Papua Barat, yang berujung ricuh Senin masih berlanjut hingga Selasa, 20 Agustus 2019.
Massa turun ke jalan melakukan blokade dan membakar ban di sejumlah titik di Sorong yakni Jalan Kawasan Jupiter, Sorpus, Aspen, dan depan toko Thio.
Seperti diberitakan Antara, Selasa pagi hingga siang Sorong terlihat sepi tidak seperti aktivitas biasanya yang ramai dan macet. Kawasan pertokoan di Jalan Ahmad Yani Kota dan sebagian toko tutup.
Masyarakat tidak terprovokasi dengan isu-isu yang akan mengakibatkan kekacauan berlanjut.
Arus lalu-lintas pun sepi karena sejumlah ruas jalan terlebih khusus jalan utama Sorong Pusat masih diblokade warga dengan membakar ban.
Menurut Agus warga Sorpus bahwa aksi hari ini adalah lanjutan aksi menolak rasisme Senin, 19 Agustus 2019. Bentuk kekecewaan masyarakat Papua terhadap insiden pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019.
"Aksi demonstrasi ini agar pemerintah secepatnya menyelesaikan permasalahan mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang agar mereka dapat kuliah secara baik," ujarnya.
Wali Kota Sorong Lambert Jitmau yang memberikan keterangan terpisah, meminta warga setempat menahan diri dan tidak melakukan tindakan tidak terpuji merusak fasilitas umum.
Ia mengharapkan masyarakat tidak terprovokasi dengan isu-isu yang akan mengakibatkan kekacauan berlanjut.
Kemarin, Gubernur Jawa Timur Khofifah Parawansa telah menyampaikan permintaan maafnya secara terbuka atas hal yang terjadi pada asrama mahasiswa Papua di Surabaya.
Hari ini, Selasa, 20 Agustus 2019 Gubernur Jawa Tengah Gandjar Pranowo juga telah memberikan jaminan keamanan kepada mahasiswa dan warga Papua yang sedang kuliah.
Pengurus Pusat Transforming Indonesia Movement (TIM) melalui Petrus Sihombing Ketua Departemen Hubungan Antar Lembaga mengecam Tindakan Rasisme yang dilakukan sejumlah Ormas di Surabaya dan Malang pada 17 Agustus 2019.
Menurut dia, tindakan penghinaan terhadap mahasiswa dengan mengeluarkan kata bermakna rasis sangat menyakitkan hati orang Papua.
Dewan Pembina Pengurus Pusat TIM Erenst Ngabalin mengatakan, harus berhati-hati menangani masalah Papua. Sebab, memiliki karakteristik yang berbeda. Secara Psikologis memiliki ikatan emosional yang kuat antar sesama orang papua.
"Menyentuh satu orang Papua sama dengan menyentuh seluruh Orang Papua. Apalagi pernyataan yang merendahkan Papua," ucapnya.
Papua sangat menghargai adat dan budaya, maka penanganan masalah Papua harus dilakukan melalui pendekatan kekeluargaan dan budaya, terutama melalui Tokoh Adat, Gereja dan Pemerintah Daerah. []
Baca juga:
- Jokowi Center Imbau untuk Bijak Share Berita Papua
- Video: Kerusuhan di Papua 19 Agustus 2019
- Respons GAMKI Terkait Pengusiran Mahasiswa Papua