Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) DKI Jakarta merilis upah layak jurnalis tahun 2020, yakni sebesar Rp 8.793.081. Angka tersebut merupakan hasil survei yang dilakukan terhadap 144 jurnalis media di Jakarta.
Jumlah upah layak yang dirilis AJI Jakarta tersebut dihitung berdasarkan beberapa kebutuhan yang diperlukan jurnalis, seperti kebutuhan makanan, pakaian, kebutuhan lain (paket internet, pulsa, kesehatan, rekreasi, bacaan, dsb), perangkat elektronik (laptop dan ponsel) dan tabungan jurnalis.
"Kebutuhan makanan Rp 3.041.800, pakaian Rp 751.682, kebutuhan lain Rp 3.048.241 dan perangkat elektronik Rp 350.427. Selain itu, jurnalis harus punya tabungan yang diambil 10 persen dari total kebutuhan hidup sebulan, yakni sebesar Rp 799.371. Dengan demikian upah layak jurnalis tahun 2020 adalah Rp 8.793.081, naik 300 ribu dari tahun 2019," ujar Sekretaris AJI Jakarta Afwan Purwanto, di Kantor AJI Kalibata, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Minggu, 26 Januari 2020.
Afwan mengatakan dalam survei AJI Jakarta masih ditemukan media-media yang menggaji jurnalisnya di bawah upah minimum provinsi (UMP).
"Berdasarkan survei yang kita lakukan bulan Desember 2019, saat ini masih ada perusahaan media yang menggaji karyawannya atau jurnalisnya dibawah UMP, baik media online atau TV," kata Afwan di Kantor AJI Jakarta, Minggu, 26 Januari 2020.
Berdasarkan data survei tersebut, AJI Jakarta menyatakan bahwa saat ini upah terendah jurnalis di Jakarta sebesar Rp2,3 juta, sementara yang tertinggi sebesar Rp8,4 juta dengan acuan UMP DKI Jakarta 2019 yakni sebesar Rp 3.940.973.
Afwan juga mengatakan bahwa media massa saat ini banyak yang menuntut karyawan atau jurnalisnya untuk bekerja secara profesional, namun tidak dibarengi dengan pemberian upah yang layak bagi jurnalis.
"Bagaimana jurnalis mau bekerja secara profesional, kalau dia tidak digaji secara layak. Jangan mengharapkan jurnalisnya bekerja profesional, jika membayar gajinya tidak profesional," ujarnya.
Standar upah layak jurnalis Jakarta ini ditujukan untuk memberikan informasi kepada jurnalis yang selanjutnya akan menjadi acuan mereka dalam mengadvokasi dan berdialog dengan perusahaan media tempatnya bekerja tentang upah layak seorang jurnalis.
"Tahun ini kami akan menerapkan pendekatan persuasif untuk menanyakan mengapa media masih tidak menggaji karyawannnya sesuai UMP. Nanti kami juga akan menggandeng LBH Pers dalam mengadvokasi teman-teman jurnalis yang masih mendapatkan upah tidak layak," kata Afwan. []