AHY Bikin Demokrat Terbelah Dukung Prabowo-Sandi

AHY bikin Demokrat terbelah dukung Prabowo-Sandi “Jadi bukan karena Demokrat setengah hati mendukung Prabowo,” jelas Ferdinand Hutahean.
Demokrat Tolak Sandiaga Uno | Ketua Komando Tugas Bersama (Kogasma) pemenangan Pemilu Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan orasi politik di Jakarta, Jumat (3/8/2018). Orasi politik Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute ini mengusung tema Muda Adalah Kekuatan. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A)

Jakarta, (Tagar 9/9/2018) - Partai Demokrat diketahui merupakan salah satu partai pendukung pasangan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Sandiaga Uno, di pemilihan presiden (Pilpres) 2019.

Meski partai sudah menyatakan dukungan secara resmi, namun sejumlah kader PD justru mendukung lawannya, yakni Presiden Joko Widodo dengan Ma’ruf Amin.

Setelah mantan Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar) Deddy Mizwar disebut-sebut menjadi salah satu tim pemenangan pasangan calon presiden Jokowi-Ma’ruf, kini giliran Gubernur Papua Lukas Enembe yang mendukung pasangan tersebut.

Menurut PD, sikap dukungan kader di bawah yang malah mendukung pasangan lawan, sebenarnya efek dari harapan kader pada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi calon wakil presiden (cawapres) Prabowo.

“Ini memang dinamika yang harus kami jelaskan ke kader di bawah. Karena, harapan mereka semua kemarin kan Mas AHY jadi wakilnya Pak Prabowo. Jadi eksesnya jadi ini,” beber Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon saat dihubungi Tagar News, di Jakarta, Minggu (9/9).

PD pun menolak dengan tegas, jika sikap sejumlah kader diartikan sebagai sikap partai yang setengah hati mendukung pasangan Prabowo Sandi.

“Demokrat tidak setengah hati mendukung Prabowo. Kami dukung penuh,” jelas Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahean saat dihubungi Tagar News.

Sikap resmi mendukung pasangan lain, menurut Jansen, akan ditentukan saat Ulang Tahun Partai Demokrat ke-17 pada 17 September 2018. Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono sendiri yang akan menyampaikan arahannya saat pidato politik.

“Nanti tanggal 17 September 2018 ini dalam rangka Ultah Partai yang ke 17, pak SBY akan pidato politik sebagai "gong" pembuka untuk Pilpres dan Pileg. Di situ nanti sikap resmi kader di daerah ini akan disampaikan,” ujarnya.

Selain itu, menurutnya DPP akan menjelaskan secara pelan-pelan pada kader di bawah terkait dukungan PD di Pilpres 2019. Mengingat, penetapan capres resmi baru akan diumumkan pada 20 September oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Pelan-pelan akan dijelaskan ke bawah. Itu maka pelan-pelan nanti kita jelaskan di rentang waktu delapan bulan kampanye Pilpres ke depan ini. Karena toh penetapan capres resminya dari KPU kan baru tanggal 20 September,” tukas Jansen.

Mengambang

Sementara itu, Peneliti di Pusat Penelitian Politik LIPI Wasisto Raharjo Jati menilai, kader PD yang sekarang dibiarkan untuk mendukung Jokowi-Ma’ruf, justru dinilai sebagai keyakinan PD yang masih mengambang pada pasangan Prabowo-Sandi.

“Ya ini sudah menjadi tradisi politik kita, bahwa hitam di atas putih belum tentu sama dengan tindakan riil. Saya melihat bahwa PD ini masih mengambang antara yakin atau tidak meski sudah menyatakan berkoalisi,” ungkapnya saat dihubungi Tagar News, di Jakarta, Minggu (9/9).

Dua kader kunci PD di Jawa Barat dan Papua, diharapkan PD,  bisa menjadi kunci untuk PD nantinya masuk ke pemerintahan, jika pada akhirnya pasangan Jokowi-Ma’ruf menang di Pilpres 2019.

“Ya saya pikir PD masih menjaga harapan tuk masuk ke pemerintahan dengan mengizinkan dua kader kunci mereka sebagai vote gatherer bagi kubu Jokowi. Dalam hal ini, PD berusaha tuk tidak terlalu ketat dalam koalisi Prabowo sperti PAN atau PKS,” urai Wasisto.

Pasalnya, SBY tahu, jika Jawa Barat dan Papua merupakan daerah yang masih rentan akan gesekan sosial. SBY sudah bisa melihat kelemahan Jokowi, ada pada dua provinsi tersebut.

“SBY melihat bila kelemahan Jokowi ada pada provinsi yang masih rentan gesekan sosialnya yaitu Jabar dan Papua, oleh karna itulah mungkin Demiz dan Lukas Enembe diizinkan,” imbuhnya.

SBY yang sudah berpengalaman memenangkan Pilpres dua periode sebagai Presiden RI ke-6, pun memikirkan elektabilitas dan ekspektasi publik terhadap petahana masih tinggi.

Ditambahkannya, ia sadar porsi PD tidak akan terlalu besar di koalisi Prabowo-Sandi. Jadi ia memikirkan soal peluang kader PD di pemerintahan, jika, pasangan petahana menang di Pilpres.

“Saya pikir SBY sangat memikirkan soal elektabilitas dan juga ekspetasi publik terhadap petahana masih tinggi dan sementara SBY berharap ada kader yang bisa duduk sebagai menteri. Kalau melihat peluang di koalisi Prabowo tentu porsi itu tidak terlalu besar mengingat PD datang belakangan,” tandas Wasisto. []

Berita terkait
0
PPATK Sebut Ada Indikasi Dana Mengalir ke Aktivitas Terlarang
PPATK temukan ada dugaan penyelewengan dana organisasi ACT, selain kepentingan pribadi ada indikasi dana mengalir ke aktivitas terlarang