Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi hingga 3,1 persen pada kuartal II 2020. Hal tersebut, kata dia imbas penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai daerah terutama di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), Jawa Timur, dan Jawa Barat.
"Ini pasti memengaruhi kinerja ekonomi pada kuartal II yang kita perkirakan di negatif teritori yaitu minus 3,1 persen,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita secara daring di Jakarta, Selasa, 16 Juni 2020 seperti dilansir dari Antara.
Namun, menurutnya bukan hanya Indonesia yang diprediksi mengalami tekanan pada kuartal II. Bahkan negara maju, seperti Amerika Serikat juga mengalami terkontraksi sebesar 9,7 persen, Inggris turun 15,4 persen, Jerman turun 11,2 persen, Perancis minus 17,2 persen, dan Jepang terkontraksi 8,3 persen.
Di negara berkembang, sebagian yang turut diprediksi mengalami kontraksi pada kuartal II di antaranya India minus 12,4 persen, Singapura minus 6,8 persen, Malaysia minus 8 persen, dan China yang tumbuh tipis di level 1,2 persen.
"Jadi kita lihat semua negara alami dampak terutama di kuartal kedua yang sangat dalam kecuali China karena memang pertama terkena jadi munculnya di kuartal satu,” ujarnya.
Dengan pertumbuhan ekonomi negatif pada kuartal II, ia mengakui sangat berat untuk menjaga ekonomi tetap positif, apalagi semua lembaga membuat proyeksi ekonomi negatif.
Tapi, Sri Mulyani memastikan pemerintah akan terus memantau berbagai perkembangan mulai dari sisi ekspor, impor, konsumsi masyarakat, hingga sentimen global untuk menjaga ekonomi agar tetap tumbuh.
"Ini sedang kita coba untuk tangani dan mitigasi melalui policy bagaimana mengelola risiko yang downside sudah sangat dalam, agar tidak menjadi memburuk atau bisa tertahan di zona positif," tuturnya.
Upaya tersebut, ia harapkan dapat memulihkan perekonomian pada kuartal III dan menghasilkan angka positif pada kuartal IV. Sehingga target pertumbuhan ekonomi tahun ini tetap tercapai.
“Kita masih menggunakan minus 0,4 persen sampai 2,3 persen. Meski poin estimasi kita semakin mendekati level nol persen sampai 1 persen,” kata dia. []