Medan - Pengutan liar (pungli) dalam berbagai bentuk masih meresahkan kalangan orangtua siswa di sekolah tingkat dasar, SMP dan SMA di Sumatera Utara. Praktik pungli itu biasanya dilakukan melalui pembelian buku dan pengadaan seragam sekolah.
Hal itu terungkap saat diskusi publik bersama Kedan Ombudsman RI Sumatera Utara, bertema "Pungli, Bisnis Buku dan Seragam Sekolah Yang Meresahkan Siswa", di Jalan Suprapto No 11, Medan, Sabtu 7 September 2019 sore.
Dari diskusi itu terungkap bahwa masih ada sejumlah sekolah yang menjual buku pelajaran dengan mengutip dari orangtua murid dengan dalih dana biaya operasional sekolah (BOS) tidak mencukupi. Maka, orangtua dibebankan dengan membayar buku pelajaran.
"Praktik pungutan liar, penjualan buku dan bahan ajar dan seragam sekolah masih terjadi di Sumut, dan itu cukup membuat orangtua siswa resah," jelas Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar.
Bila ada pungutan yang dilakukan satuan pendidikan harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan
Sebenarnya ada dana BOS, tapi dana itu dialihkan untuk yang lain, bukan diprioritaskan untuk buku pelajaran utama. Dari hasil temuan orangtua, baik di sekolah negeri maupun swasta, dana BOS dialihkan untuk perlengkapan belajar yang bukan prioritas, misalnya buku catatan. Sementara, buku pelajaran yang seharusnya menjadi prioritas dibebankan kepada murid.
"Ini seperti saya temukan di salah satu sekolah swasta, kebetulan kepala sekolahnya sudah dipecat karena masalah ini. Untuk apalah buku notes dibiayai dana BOS, tapi ada buku pelajaran yang lebih penting, tapi itu dibebankan ke orangtua," kata Lassinur Harianto Sidabutar, pemerhati dunia pendidikan, salah satu peserta diskusi.
Menurutnya, seharusnya sekolah memprioritaskan dana BOS untuk keperluan buku ajar. Bukan malah menyampingkannya, tapi membuat cara agar dana BOS kurang, sehingga ada alasan untuk mengutip dari orangtua murid. Hal ini cukup meresahkan para siswa dan sekolah yang melakukan praktik seperti ini harusnya ditindak tegas.
Dana BOS sebenarnya sudah diatur dalam undang-undang. Sekolah harus mengacu pada aturan di dalamnya untuk pengelolaan dana BOS. Di sana juga diatur pada saat kapan sekolah melakukan pungutan.
Menurut Staf PSMA Disdik Provinsi Sumatera Utara, Saut Aritonang, berdasarkan PP No 48 Tahun 2008 Pasal 48, sekolah boleh melakukan pungutan kalau terjadi kekurangan anggaran. Misalnya, dana BOS tidak mencukupi. Maka dilakukanlah pungutan, itu pun diperbolehkan setelah masuk dalam perencanaan.
"Artinya sekolah itu sudah punya perencanaan, setelah itu dilakukan pungutan dan itu boleh saja. Tapi, kalau langsung dilakukan pungutan tanpa ada perencanaan, itu bisa dikatakan pungutan liar," katanya.
Melihat kondisi dunia pendidikan yang masih meresahkan ini, Abyadi Siregar merekomendasikan agar kepala daerah melalui Disdik mengawasi dan menindak kepala sekolah yang melakukan pungli, penjualan buku dan seragam sekolah.
"Bila ada pungutan yang dilakukan satuan pendidikan harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan," katanya.
Selain itu, pihaknya juga menyarankan agar komite sekolah tidak diperbolehkan melakukan pungutan. Namun sebaiknya menggalang dana dari luar sekolah bentuknya sumbangan dan bantuan. []