Untuk Indonesia

Yayasan daripada Supersemar

Tahun 2008 diputuskan bahwa Yayasan Supersemar bersalah dan harus mengembalikan uang negara. - Ulasan Denny Siregar
Gedung Granadi di kawasan Rasuna Said Jakarta Selatan, salah satu aset Yayasan Supersemar. (Foto: Robert J Steiner)

Oleh: Denny Siregar*

Yayasan Supersemar didirikan pada tahun 1974.

Ide pendirian Yayasan ini mulia, yaitu memberi beasiswa kepada anak-anak pintar yang kurang mampu. Soeharto sebagai perancang gagasan ini lalu dielu-elukan pada waktu itu sebagai seorang Presiden yang peduli pada pendidikan.

Sesudah yayasan berdiri, lalu Soeharto pun membuat Peraturan Pemerintah nomor 15 tahun 1976. Isinya mewajibkan bank BUMN seperti BI, BNI 1946, BDN, BBD, BTN, BRI, dan Bank Exim untuk "menyumbang" 5 persen dari laba bersih mereka untuk kepentingan sosial. Dan Yayasan Supersemar adalah salah satu penampung dana sosial itu.

Tapi ternyata yayasan itu kedok belaka. Uang ratusan miliar rupiah itu mengalir ke Soeharto, keluarga dan kroninya. Dari uang yayasan itu, mereka melakukan bisnis, melakukan pinjaman pada pihak ketiga, bahkan dipakai untuk membeli aset pribadi.

Dan itu dilakukan bertahun-tahun, sampai kejatuhan Soeharto pada tahun 1998. Bayangkan berapa triliun yang berhasil mereka kumpulkan?

Sejak tahun 2007, Jaksa Agung Hendarman Supanji bertekad untuk memburu harta daripada Soeharto terutama pada yayasan-yayasannya. Tahun 2008 diputuskan bahwa Yayasan Supersemar bersalah dan harus mengembalikan uang negara. Dan baru tahun 2018, Yayasan Supersemar membayar sebagian kecil dari nilai 4,4 triliun rupiah kewajiban mereka.

Apa saja aset Yayasan Supersemar dari hasil tipu tipu itu?

Banyak. Mulai dari gedung Granandi yang akan disita itu, Wisma Kosgoro, saham di berbagai perusahaan, sampai tanah yang menjadi sirkuit di Sentul seluas 144 hektar.

Pertanyaannya, apakah nilai aset-aset itu cukup untuk membayar kekurangan pembayaran sebesar lebih dari 4 triliun rupiah itu? Jika tidak cukup, siapa yang harus membayar?

Menurut Undang-Undang nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan, jika yayasan pailit maka setiap anggota secara bersama harus mengganti kerugian itu. Mungkin karena "anggota" yang dimaksud ini adalah anak-anak dan cucu Soeharto lah, mereka lalu bergerak dan kembali mengambil peran di dunia politik.

4,4 triliun rupiah itu bukan jumlah yang sedikit lho. Bisa beli berapa juta ton kopi itu?

*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
0
David Beckham Refleksikan Perjalanannya Jadi Pahlawan untuk Inggris
David Beckham juga punya tips untuk pesepakbola muda, mengajak mereka untuk menikmati momen sebelum berlalu