Vaksin Booster untuk Negara Kaya Bikin Kesenjangan Vaksinasi Global

WHO kecam negara-negara kaya karena menawarkan suntikan vaksin booster kepada warganya, sejumlah negara miskin belum mendapatkan akses vaksin
Ilustrasi (Foto: dw.com/id)

Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO), mengecam negara-negara kaya karena menawarkan suntikan vaksin booster kepada warganya. Padahal hingga saat ini sejumlah negara miskin belum mendapatkan akses vaksin.

"Kita malah berencana untuk membagikan 'jaket pelampung' tambahan kepada orang-orang yang sudah memiliki perlindungan, sementara di saat yang sama kita juga membiarkan orang lain tenggelam," kata Direktur Darurat WHO, Michael Ryan, kepada wartawan pada konferensi pers di Jenewa, Swiss, 18 Agustus 2021.

Ryan melontarkan sindiran tersebut sesaat sebelum Amerika Serikat (AS) mengumumkan akan menawarkan vaksin booster Covid-19 kepada semua warganya mulai 20 September mendatang. "Rencana kami adalah untuk melindungi rakyat Amerika," demikian diumumkan Rochelle Walensky, Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS.

Dr Rochelle Walensky Direktur CDCDr Rochelle Walensky, Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) (Foto: voaindonesia.com/AFP)

Ilmuwan AS dan Israel mengatakan bahwa vaksin, meskipun efisien, akan kehilangan kekuatannya setelah berbulan-bulan, sehingga membuat individu rentan terhadap varian Delta. Karena alasan itu, Israel telah mulai memberikan booster kepada semua warga negara berusia 50 tahun ke atas.

1. WHO: Sains Tidak Mendukung Teori Booster

WHO belum sepenuhnya yakin bahwa suntikan booster dibutuhkan, dengan mengatakan bahwa sains belum memberikan bukti yang jelas tentang peningkatan kemanjuran.

Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan mengatakan pada Rabu (18/08) di Jenewa: "Kami yakin data tidak menunjukkan bahwa booster diperlukan" untuk semua orang. Dia juga memperingatkan bahwa dunia bisa menghadapi "situasi yang bahkan lebih mengerikan" jika membiarkan miliaran orang di negara berkembang tidak divaksinasi.

Menggarisbawahi hal itu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan: "Yang jelas adalah sangat penting untuk mendapatkan suntikan vaksin dosis pertama dan melindungi mereka yang paling rentan sebelum booster diluncurkan."

"Kesenjangan antara si kaya dan si miskin hanya akan tumbuh lebih besar jika produsen dan pemimpin negara kaya memprioritaskan suntikan booster, daripada memasok vaksin ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah," kata Tedros memperingatkan.

2. Tuduhan 'Vaksin Apartheid' Dilontarkan ke Pabrikan J&J

Tedros juga mencerca produsen vaksin AS Johnson & Johnson (J&J) atas laporan bahwa perusahaan tersebut telah mengirimkan jutaan dosis yang dibuat di Afrika Selatan ke negara-negara Uni Eropa untuk digunakan sebagai booster. "Kami mendesak J&J untuk segera memprioritaskan distribusi vaksin mereka ke Afrika sebelum mempertimbangkan pasokan ke negara-negara kaya yang sudah memiliki akses yang memadai," katanya.

"Ketidakadilan vaksin adalah hal yang memalukan bagi seluruh umat manusia dan jika kita tidak mengatasinya bersama-sama, kita akan mengalami tahap akut pandemi yang lebih panjang selama bertahun-tahun, padahal seharusnya bisa berakhir dalam hitungan bulan," tegasnya.

Pada Selasa, 17 Agustus 2021, Kepala WHO itu menyinggung para perusahaan vaksin melalui Twitter dengan mengatakan bahwa "rekor keuntungan" yang mereka posting ketika negara-negara kaya bersaing dalam hal vaksin booster sementara orang miskin tidak terlindungi, adalah tindakan yang "tidak masuk akal."

nakes siapkan vaksin di NYSeorang petugas kesehatan mempersiapkan vaksinasi Covid-19 Pfizer di Museum Sejarah Alam Amerika di New York, AS, 22 Juli 2021 (Foto: voaindonesia.com/AP)

Kritik terhadap perusahaan AS juga telah disuarakan oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia. "J&J terlibat dalam apartheid vaksin, mengalihkan dosis dari mereka yang benar-benar membutuhkannya ke negara-negara terkaya di dunia," kata Fatima Hassan dari Health Justice Initiative (HJI), sebuah LSM Afrika Selatan, kepada kantor berita AFP.

Sementara yang lain, ikut menyuarakan kritik serupa tentang siapa yang membuat keputusan hidup dan mati atas distribusi vaksin: "Alokasi vaksin global saat ini tidak dibuat oleh pejabat kesehatan masyarakat, tetapi oleh segelintir pejabat perusahaan, yang secara konsisten memprioritaskan orang Eropa dan Amerika Utara daripada orang Afrika," kata Matthew Kavanagh dari Health Law Institute di Georgetown University di AS.

Menurut Direktur Jenderal WHO Tedros, 10 negara telah memberikan 75% dari semua dosis vaksin yang dikeluarkan, sedangkan negara-negara berpenghasilan rendah sejauh ini hanya memvaksin hampir 2% dari penduduknya [ha/gtp (AFP, AP)]/dw.com/id. []

Berita terkait
Booster Covid-19 Perlebar Kesenjangan Vaksininasi Covid-19 Dunia
Rencana negara-negara kaya di dunia terkait peluncuran suntikan penguat Covid-19 akan memperburuk ketidakadilan vaksin
Amerika Umumkan Vaksin Covid-19 Booster Untuk Seluruh Warga
Biden umumkan rencana untuk mulai menawarkan suntikan booster untuk semua warga Amerika mulai 20 September 2021
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi