Kendari - Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito enggan mengomentari rencana Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk memindahkan kewenangan izin edar obat kembali di bawah Kementerian Kesehatan.
"Saya tidak comment tentang itu. Yang penting apapun keputusan pemerintah pasti nanti didialogkan bersama- sama dengan lintas sektor," kata Penny di Kendari, Kamis, 5 Desember 2019, seperti diberitakan Antara.
Penny mengatakan pihaknya akan mendukung apapun keputusan yang diambil oleh Pemerintah Pusat usai dialog.
"Kami pasti akan mendukung apapun keputusan pemerintah," ucap Penny.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan ingin mengembalikan kewenangan izin edar ke bawah Kementerian Kesehatan sehingga tidak lagi berada di tangan di BPOM.
Hal ini disebabkan karena proses perizinan obat yang saat ini dikerjakan BPOM terlalu lama.
Saat ia mengunjungi pabrik pembuatan minyak angin tradisional, harga pembuatannya relatif memakan biaya rendah, namun karena proses uji klinis yang lama membuat harga jualnya menjadi tinggi.
Meski demikian, banyak organisasi maupun akademisi yang menolak keinginan Mantan Kepala RSPAD Gatot Subroto itu.
Mendorong Badan POM melakukan percepatan perizinan sehingga membuat iklim Investasi Kondusif.
Salah satunya dari Organisasi apoteker yaitu Farmasis Indonesia Bersatu meminta proses izin edar obat tetap dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk menjamin ketersediaan farmasi yang aman, bermutu dan bermanfaat.
Ketua Umum Farmasis Indonesia Bersatu (FIB) Fidi Setyawan berharap Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto membatalkan wacana mengembalikan kewenangan proses izin edar obat di Kementerian Kesehatan.
"Mendorong Badan POM melakukan percepatan perizinan sehingga membuat iklim Investasi Kondusif," ujar Fidi.
Selain itu, ada juga Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang juga mendukung izin edar obat tetap berada di bawah pengawasan BPOM.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi menyebutkan jika izin edar obat diambil alih kembali oleh Kemenkes, maka dikhawatirkan akan terjadi penegakan hukum yang 'mandul' terhadap peredaran obat yang menyalahi aturan.
"Jika pengawasan premarket control dan postmarket control terpisah, maka upaya untuk law enforcement (penegakan hukum) oleh Badan POM akan mandul. Sebab perizinan dan semua data ada di Kemenkes, bukan di Badan POM," tutur Tulus. []
Baca juga: