Uni Eropa dan PBB Kecam Trump dan Netanyahu, Terkait Statusquo Jerusalem 

Uni Eropa dan PBB mengecam keras Presiden AS, Donald Trump dan PM Israel, Benjamin Netanyahu terkait statusquo Jerusalem.
PM Israel, Benjamin Netanyahu dan Presiden AS, Donald Trump. (Foto:The Huffington Post UK)

New York, (Tagar 7/12/2017) -  Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)  menyuarakan kehawatiran atas keputusan Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan kedutaan besar AS di Israel ke Jerusalem. Mereka juga mengkhawatirkan akibat yang ditimbulkan Trump terhadap upaya untuk menghidupkan kembali proses perdamaian Israel-Palestina. Uni Eropa mengecam tindakan Trump.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dalam pesan melalui video yang direkam sebelumnya bahwa pengakuan Trump itu merupakan "sebuah langkah penting menuju perdamaian" dan "tujuan Israel sejak semula." Netanyahu menambahkan bahwa kesepakatan perdamaian dengan Palestina harus mencakup pengakuan bahwa Jerusalem merupakan ibu kota Israel dan ia mendesak semua negara untuk mengikuti langkah yang telah dicontohkan Trump.

Dengan mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel, Trump menunjukkan bahwa ia tidak peduli dengan peringatan yang berdatangan dari seluruh dunia bahwa pengakuan itu berisiko menimbulkan konflik memburuk terhadap situasi di Timur Tengah.

Yerusalem merupakan tempat suci bagi para penganut Islam, Yahudi dan Kristen. Wilayah timur kota itu direbut oleh Israel dalam perang 1967 dan dinyatakan oleh Palestina sebagai ibu kota negara independen mereka kelak.

Sejumlah negara sekutu AS juga menentang kebijakan AS atas statusquo Jerusalem. Prancis menentang keputusan "sepihak" itu dan pada saat yang sama, meminta agar semua pihak di kawasan itu tetap tenang.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan ia tidak mendukung langkah "sepihak" Trump. "Keputusan ini patut disayangkan dan Prancis tidak setuju. (Pengakuan Trump atas Jerusalem sebagai ibu kota Israel) bertentangan dengan semua resolusi Dewan Keamanan PBB," kata Macron di Aljir.

"Status Jerusalem merupakan masalah keamanan internasional yang mengkhawatirkan masyarakat internasional. Status Jerusalem harus ditentukan oleh Israel dan Palestina dalam kerangka perundingan di bawah pengawasan PBB," tegas Macron.

Inggris mengatakan, langkah Trump itu tidak membantu upaya perdamaian dan bahwa Jerusalem pada akhirnya harus dibagi untuk Israel dan negara Palestina di masa depan.

Jerman menyatakan bahwa status Jerusalem harus ditentukan melalui kerangka penyelesaian dua-negara.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan tidak ada alternatif terhadap penyelesaian dua-negara antara Israel dan Palestina dan bahwa Jerusalem merupakan masalah penentuan status yang harus diselesaikan melalui perundingan langsung.

Terkait statusquo Jerusalem ini, Dewan Keamanan PBB kemungkinan akan melakukan sidang darurat pada Jumat terkait keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Sidang itu merupakan permintaan delapan dari 15 anggota Dewan Keamanan.

Prancis, Bolivia, Mesir, Italia, Senegal, Swedia, Inggris dan Uruguay meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk secara terbuka melakukan pemaparan di Dewan Keamanan. Trump,  pada Rabu lalu, tiba-tiba membalikkan kebijakan berpuluh-puluh tahun yang dianut Amerika Serikat dengan mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.

Keputusan Trump memicu kemarahan Palestina serta menunjukkan ketidakpedulian presiden AS itu atas peringatan-peringatan bahwa pengakuannya itu bisa menimbulkan kerusuhan di Timur Tengah. Bahkan, Trump juga berencana memindahkan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Jerusalem.

Israel menganggap Jerusalem sebagai ibu kotanya yang abadi dan tak terbagi serta berharap agar semua kedutaan asing ditempatkan di sana. Pada saat yang sama, Palestina menginginkan wilayah timur kota itu dijadikan ibu kota negara Palestina di masa depan. Israel merebut wilayah itu dalam perang 1967.

Sebuah resolusi yang disahkan Dewan Keamanan PBB pada Desember tahun lalu "menggarisbawahi bahwa (Dewan Keamanan) tidak akan mengakui perubahan apa pun terhadap garis-garis 4 Juni 1967, termasuk menyangkut Jerusalem, selain yang disepakati oleh pihak-pihak terkait melalui perundingan." Resolusi tersebut disetujui setelah 14 negara memberikan suara dukungan sementara Amerika Serikat, di bawah pemerintahan mantan Presiden Barack Obama, menyatakan abstain.(dbs/ant/wwn)

Berita terkait
0
Aung San Suu Kyi Dipindahkan ke Penjara di Naypyitaw
Kasus pengadilan Suu Kyi yang sedang berlangsung akan dilakukan di sebuah fasilitas baru yang dibangun di kompleks penjara