Ular Tangga Braille, Dedikasi Hanun Untuk Temannya yang Buta

Ia kemudian mencari ide permainan apa yang kira-kira bisa juga digunakan oleh para anak penyandang tunanetra.
Hanun dan Ular Tangga Braillenya. Akibat keterbatasan penglihatan, sahabat Hanun itupun hanya memiliki sedikit sekali permainan karena sebagian besar alat bermain rata-rata harus menggunakan indra penglihatan. Ia kemudian mencari ide permainan apa yang kira-kira bisa juga digunakan oleh para anak penyandang tunanetra. (Foto: Ist)

Semarang, (Tagar 9/11/2017) - "Sahabat saya yang tunanetra kekurangan sarana bermain sehingga muncul ide membuat ular tangga braille," ungkap Hanun Dzatirrajwa, siswi kelas 5 SD Islam Terpadu Bina Amal Semarang membuka perbincangan pada suatu siang.

Siswi kelahiran Surabaya pada 15 November 2007 itu, mengaku mempunyai sahabat yang menyandang tunanetra di sekitar tempat tinggalnya di daerah Gunungpati, Kota Semarang, Jawa Tengah.

Akibat keterbatasan penglihatan, sahabat Hanun itupun hanya memiliki sedikit sekali permainan karena sebagian besar alat bermain rata-rata harus menggunakan indra penglihatan.

Niat Mulia untuk Sahabatnya yang Buta

Melihat kondisi tersebut, putri pertama pasangan M. Miftakul Falah dan Dyah Ahsina Fahriyati itu, tidak berdiam diri. Ia kemudian mencari ide permainan apa yang kira-kira bisa juga digunakan oleh para anak penyandang tunanetra.

Bersama sepupunya, Izza Aulia Putri Purwanto yang duduk di kelas 6 SDIT Al Islam Kudus, Hanun kemudian mematangkan ide awal untuk membuat permainan yang bisa digunakan dengan familiar oleh sahabatnya yang tunanetra tersebut.

"Kebetulan saya sama sepupu kalau bertemu mainannya, ya ular tangga. Dari situ juga kami jadi punya ide bagaimana ular tangga ini juga bisa dimainkan oleh teman-teman tunanetra," katanya. Dalam proses pembuatan mainan ular tangga untuk penyandang tunanetra itu, Hanun dibantu oleh ayahnya.

Material yang digunakan untuk membuat mainan ular tangga braille yang ukurannya bisa disesuaikan itu, berupa papan kayu, lempengan logam, akrilik, dan magnet.

Awal pembuatan mainan ini, bahan dasar yang digunakan yakni kayu tripleks sebagai papan dan seperti halnya mainan ular tangga pada umumnya, di papan itu juga ada blok-blok dari angka 1 sampai 45 dan tetap menggunakan dadu.

Menurut sulung dari tiga bersaudara tersebut, pembuatan mainan ular tangga braille membutuhkan waktu sekitar satu pekan.

Untuk bentuk angka braille yang ditempel di mainan ular tangga bagi penyandang tunanetra itu, Hanun mencari tahu di internet. Hanun menyebutkan, angka, bentuk ular, dan tangga pada mainan ular tangga ini dicetak timbul, serta pada permukaan dadu juga menggunakan angka braille dan disertai lonceng kecil.

Hal ini bertujuan agar anak tunanetra yang bermain bisa tahu apakah dadu sudah berhenti, letaknya di mana, serta angka berapa yang diperoleh. Pion untuk memainkan ular tangga braille ini juga ditempeli magnet sehingga lebih mudah untuk dimainkan dan tidak takut bergeser atau hilang saat bermain.

Seperti halnya permainan ular tangga pada umumnya, pemain akan bergantian melemparkan dadu kemudian melangkahkan pionnya. Siapa yang lebih dulu sampai di finish, dialah yang akan menjadi pemenangnya.

Setelah jadi dengan berbagai penyempurnaan di beberapa bagian, mainan ular tangga braille kemudian diujicobakan kepada anak-anak penyandang tunanetra. Hasil uji coba tersebut, mendapat sambutan yang baik dari para penyandang tunanetra itu. "Ini sudah dicoba dan mereka (penyandang tunanetra, red.) mengaku senang karena permainannya seru," katanya.

Kakak dari Nasyita Azzahra dan Salvina Nahda Inara itu, mengaku senang jika temuannya ini bermanfaat untuk para anak-anak penyandang tunanetra. Hanun ingin memperbanyak permainan dan membagikannya kepada para penyandang tunanetra, akan tetapi bukan untuk mendapatkan keuntungan.

Lia selaku Wali Kelas 5 SDIT Bina Amal Semarang, melihat Hanun sebagai sosok siswi yang tekun, ulet, dan berani bertanya jika tidak atau kurang memahami terhadap materi pelajaran yang diajarkannya.

"Hanun beberapa kali meminta saya menerangkan materi pelajaran yang dia belum paham, seringnya kami bertemu di perpustakaan setelah jam sekolah," ujarnya. Menurut dia, nilai akademis dari Hanun pada semua pelajaran dan interaksi sosial dengan teman-teman di sekolah juga bagus.

Lia yang juga guru mata pelajaran matematika itu, melihat Hanun memang lebih tertarik pada seni kriya, bahkan dia ikut ekstra kurikuler kriya pada setiap Sabtu.

Hanun dan Penghargaan Untuknya

Ketua Yayasan Badan Wakaf Bina Amal Joko Widodo mengatakan temuan dari Hanun berupa mainan ular tangga bagi penyandang tunanetra meraih medali perak pada ajang "International Exhibition Young Inventors 2017" yang diselenggarakan di Nagoya, Jepang, pada 26-29 Juli 2017.

Sebelum mengikuti ajang tingkat internasional tersebut, karya dua siswi SD itu juga meraih juara favorit nasional pada gelaran "National Young Inventors Award" yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Prestasi itu yang kemudian direkomendasikan oleh LIPI untuk diikutkan pada gelaran serupa di tingkat internasional.

Selain meraih medali perak, karya dari Hanun juga mendapat penghargaan dari "Science and Technology Association Moscow Rusia" atas temuannya tersebut. "Atas prestasi yang berhasil diraih salah satu anak didik kami di tingkat internasional, kami memberikan penghargaan 'Insan Ilmiah Cendekia' kepada yang bersangkutan," ujarnya.

Penghargaan dari pihaknya itu sebagai bentuk apresiasi atas kreativitas dan inovasi yang dilakukan oleh salah satu siswi didik di sekolah yang diampu Yayasan Badan Wakaf Bina Amal tersebut. Pihaknya berharap prestasi yang ditorehkan Hanun menjadi inspirasi dan diikuti oleh teman-teman yang lain.

"Sekaligus menjadi motivasi bagi anak-anak Bina Amal untuk terus berkarya serta berjuang mengisi kemerdekaan Indonesia," ujarnya. (rif/ant)

Wisnu Adhi Nugroho

Berita terkait