Tradisi Keagamaan Bersatu dalam Pertunjukan Musik di Mesir

Mesir kembali selenggarakan Samaa International Festival for Spiritual Singing and Chanting yang ke-13 di tengah-tengah pandemi virus corona
Ilustrasi: Festival kesenian di Fatimiyah Kairo, Mesir (Foto: voaindoneia.com/AP)

Kairo - Mesir kembali menyelenggarakan Samaa International Festival for Spiritual Singing and Chanting (Festival Internasional Lagu-lagu Rohani Samaa). Tahun ini adalah penyelenggaraan festival yang ke-13 di tengah-tengah pandemi virus corona.

Paduan suara dari beragam latar belakang agama yang bernyanyi di panggung yang sama, merupakan pemandangan yang langka di kawasan di mana konflik dapat berkisar mengenai perbedaan sektarian. Pertunjukan semacam itu adalah acara tahunan di Mesir, tepatnya pada Samaa International Festival for Spiritual Singing and Chanting atau Festival Internasional Lagu-lagu Rohani Samaa. Panitia penyelenggara memutuskan untuk tetap menggelar acara ini meskipun ada kekhawatiran mengenai pandemi Covid-19.

"Di tengah-tengah situasi yang sangat khusus, festival ini akhirnya benar-benar berlangsung. Ini merupakan hal luar biasa karena jika kita melihat sekeliling kita, acara-acara semacam ini di berbagai penjuru dunia telah ditiadakan atau ditunda. Tetapi Mesir dengan kuat bersikukuh untuk menuntaskan acara ini, dan sampai sekarang semua kegiatan penting masih berlangsung," kata Menteri Kebudayaan Mesir Ines Abdel Dayem pada pekan lalu.

ilus2 festval mesisIlustrasi: Festival kesenian di Kairo, Mesir Foto: voaindonesia.com/Reuters)

Festival ini berlangsung di luar ruangan di kawasan benteng Salahuddin di Kairo, bangunan yang berdiri sekitar abad ke-12. Di benteng ini terdapat masjid Mohammed Ali yang luas. Nama masjid itu sendiri diambil dari nama penguasa Mesir yang membangun tempat ibadah tersebut pada paruh pertama abad ke-19.

Tahun ini, penyelenggara membatasi hanya 25 kelompok yang tampil. Kelompok-kelompok itu berdomisili di Mesir, tidak seperti acara terdahulu yang mengundang kelompok paduan suara dari luar negeri. Pertunjukan yang digelar itu memadukan lagu-lagu rohani Kristen dan Islam yang berasal dari berbagai tradisi dalam satu suara orkestra.

"Sungguh, ini benar-benar indah. Secara pribadi, sebagai rohaniwan Kristen, sewaktu saya mendengarkan lagu-lagu Islami yang indah, saya sungguh-sunggu berdoa. Ini merupakan suatu kegembiraan karena kita semua setara," kata George Khattar, pendeta Maronit Lebanon.

"Biasanya, jumlah partisipan lebih banyak daripada ini, tetapi tahun ini, untuk festival ini, anggota yang berdomisili di Mesir saja memadai. Festival ini pernah mengundang tim-tim dari China, Jerman dan Perancis, tetapi paling tidak ini telah menciptakan situasi yang sangat menyenangkan," ujar Abdan Sasa dari Suriah yang melantunkan kidung-kidung Islami.

Mesir adalah tempat tinggal banyak komunitas Kristen. Yang terbesar adalah Kristen Koptik, yang diperkirakan dianut oleh sekitar 10 hingga 20 persen populasi Mesir, meskipun tidak ada sensus resmi mengenai jumlah mereka.

Mesir juga merupakan domisili komunitas penganut Kristen Ortodoks Yunani, Katolik, Maronit dan Protestan. Negara itu sendiri telah berjuang keras menghadapi kekerasan sektarian.

Komunitas Koptik pada masa lalu diserang oleh militan Islamis yang menganggap mereka sebagai pendukung kuat Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi.

Namun, umat Kristen Mesir juga menghadapi diskriminasi dari pemerintah pada masa lalu, yang masih mengontrol dengan ketat izin pembangunan gereja dan melarang praktik-praktik penginjilan.

Di desa-desa yang lebih tradisional, khususnya di kawasan selatan yang konservatif, konflik antara dua kelompok agama sering kali muncul terkait pernikahan campuran atau karena berpindah agama.

Para pemimpin Mesir bersikukuh bahwa dua tradisi keagamaan itu bersatu dan saling terkait dalam jalinan sejarah negara tersebut.

Penggagas festival Samaa, Intisar Abdel Fattah, mengatakan, konser merupakan representasi mengenai hal itu.

"Kami menghadirkan 25 tim yang berasal dari berbagai komunitas yang berdomisili di Mesir, tim dari kedutaan-kedutaan, gereja, dan tim-tim Mesir, semuanya membentuk suatu visi artistik yang mengukuhkan keunikan karakter Mesir," katanya. Festival dilangsungkan pada 22-29 Oktober 2020. (uh/ab)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Mesir Siap Menyambut Wisatawan Asing Mulai Juli 2020
Mesir akan kembali membuka negaranya untuk wisatawan asing yang ingin berlibur mulai 1 Juli mendatang.