Beijing, (Tagar 31/12/2017) – Stasiun Radio Internasional China (CRI) sepanjang tahun 2017 dalam siarannya menempatkan pembubaran organisasi massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di urutan keempat "Top 10" berita Asia Tenggara.
"Setiap tahun kami mengeluarkan 'trend topic' berita-berita di kawasan Asia Tenggara," kata Li Shukun, Direktur Seksi Bahasa Indonesia CRI di Beijing, Minggu (31/12).
Disebutkan, berita pembubaran HTI oleh Pemerintah Indonesia itu masih kalah tren dengan beberapa berita dari negara tetangga lainnya.
Berita mengenai undang-undang baru di Thailand yang di antaranya memberikan kekuasaan lebih besar kepada kerajaan dan makin kuatnya cengkeraman militer di pemerintahan, berada di peringkat puncak berita CRI.
Disusul berita tentang Filipina meraih kemenangan dalam perang antiterorisme di Marawi.
Lalu, berita tentang konflik keluarga mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew terkait harta warisan berada di posisi ketiga berita menarik yang disiarkan radio resmi Pemerintah China itu.
Namun, berita pembubaran HTI masih unggul dibandingkan dengan berita perundingan mengenai "declaration of conduct" Laut China Selatan dan perayaan HUT ke-60 ASEAN.
Bahkan, berita mengenai korban pemberontakan etnis Rakhine di Myanmar yang mengungsi ke Bangladesh berada di posisi paling buncit "Top 10".
CRI yang berkantor pusat di kawasan Babaoshan, Beijing itu berdiri pada 3 Desember 1941 dan berperan vital saat menyiarkan pidato pemimpin revolusi Mao Zedong atas pendirian Republik Rakyat China pada 1949.
Radio yang mempekerjakan lebih dari 2.000 orang karyawan itu menyiarkan program berita dan informasi berbahasa Indonesia sejak 10 April 1950.
Hingga saat ini stasiun radio yang populer di kalangan masyarakat daratan Tiongkok dengan sebutan "Guoji Guangbo Diantai" itu, menyiarkan berita berbahasa Indonesia sebanyak tiga kali dalam sehari.
Sebelumnya, CRI memiliki 22 biro di luar negeri. Mulai 1 Januari 2018, CRI membuka kantor biro di Jakarta. (ant/yps)