Jakarta, (Tagar 26/9/2018) - Bisa. Undang-undang yang mengatur demikian. Itulah mengapa Syahri Mulyo tersangka KPK yang menang dalam Pilkada 2018 menjalani pelantikan. Walau tidak sampai semenit kemudian ia dinonaktifkan dan melanjutkan kehidupan dalam penjara.
Syahri Mulyo Bupati Tulungagung terpilih tetap dilantik meski telah menjadi tersangka KPK dalam dugaan kasus suap proyek-proyek pembangunan infrastruktur di daerahnya.
"Sesuai Undang-undang bahwa siapa pun termasuk kepala daerah yang sedang ada masalah hukum, tapi belum mempunyai kekuatan hukum tetap ya masih bisa dilantik. Walaupun dia sudah ditahan," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dilansir Antara.
Syahri Mulyo menjabat sebagai Bupati Tulungagung periode pertama 2014-2018 dan kembali mencalonkan diri untuk periode kedua pada Pilkada 2018.
Di tengah jabatannya sebagai Bupati Tulungagung, Syahri terjerat kasus korupsi dan tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Syahri Mulyo dilantik oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo bersama wakilnya Maryoto Birowo sebagai Bupati/Wakil Bupati Tulungagung terpilih hasil Pilkada 2018 di gedung Kementerian Dalam Negeri Jakarta, Selasa (25/9).
Acara pelantikan tersebut juga disaksikan langsung oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Dengan statusnya sebagai tersangka, Syahri pun setelah dilantik kemudian langsung dinonaktifkan dan wakilnya Maryoto diangkat menjadi Plt Bupati Tulungagung.
Usai pelantikan tersebut, Syahri kembali ditahan KPK. Sebelumnya, lembaga antirasuah itu telah menahan Syahri di Rumah Tahanan Polres Jakarta Timur.
KPK mengizinkan Syahri Mulyo dilantik mengacu pada Undang-Undang Pilkada.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan bahwa sebelumnya pimpinan KPK telah merespons surat yang dikirimkan oleh Gubernur Jawa Timur tentang pelantikan Bupati Tulungagung terpilih hasil Pilkada serentak 2018.
"Dasar hukum yang digunakan adalah Pasal 164 ayat (6) UU Pilkada atau UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota," kata Febri.
Adapun bunyi pasal tersebut, yakni "Dalam hal calon Bupati/Wali Kota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Wali Kota terpilih ditetapkan menjadi tersangka, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Bupati/Wali Kota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Wali Kota".
Menurut Febri, berdasarkan perintah UU tersebut maka pelantikan tetap dilakukan dan dengan mempertimbangkan faktor efisiensi (biaya), faktor efektivitas (jarak dan waktu) serta faktor keamanan (tenaga pengamanan) maka pelantikan dilakukan di Jakarta.
"Pelantikan tersangka SM sebagai Bupati Tulungagung dilakukan di Jakarta merujuk pada tempat penahanannya di Polres Jakarta Timur," ungkap Febri. []