Terbukti Ada Kekerasan Seksual di UGM, Rektor Beberkan Sanksi Bagi Pelaku

Rektor UGM siap merangkul, membawanya ke ranah hukum Jika belum memenuhi rasa keadilan.
Ilustrasi pemerkosaan. (Foto: Pixabay)

Yogyakarta, (Tagar 9/11/2018) - Rektor UGM Yogyakarta Panut Mulyono membeberkan sejumlah sanksi yang diberikan kepada pelaku kekerasan seksual berinisial HS. Pelecehan seksual terjadi saat program KKN mahasiswa UGM.

Sanksi tersebut antara lain kewajiban menandatangani permohonan maaf, pembatalan KKN, skorsing mengikuti KKN selama satu semester, penundaaan yudisium, penundaan wisuda sampai pihak berwenang menyelesaikan kasus kekerasan seksual ini.

"Pelaku sudah menjalani konseling dan sifatnya wajib. Konseling selesai jika sudah mendapat rekomendasi memuaskan dari tim konseling," kata Panut saat audiensi dengan BEM KM UGM, Forkom UKM UGM, UKM Kehoranian di Graha Sabha Pramana UGM, Bulaksumur, Yogyakarta, Jumat (9/11).

Rektor UGM sejak 17 April 2017 ini mengungkapkan, UGM sebagai institusi pendidikan menjunjung tinggi asas vokasi. Sehingga, lanjut Panut, menangani persoalan tersebut secara internal dengan harapan melahirkan solusi terbaik.

"Prinsipnya, korban mendapat keadilan seadil-adilnya, pelaku mendapat sanksi sesuai porsi kesalahan yang dilakukan," tegasnya.

Namun, jika keputusan UGM belum memenuhi rasa keadilan, Panut siap merangkul membawanya ke ranah hukum. Meski sebelumnya, ia akan mendiskusikan dahulu dengan korban tentang kemungkinan konsekuensi yang muncul.

Panut mengambil langkah antisispasi agar kejadian tidak terulang dengan melakukan perbaikan tata kelola KKN di UGM. Calon peserta KKN akan diberi materi pengetahuan tentang penghormatan hak sesama, hak pribadi, hak perempuan.

"Pengawasan peserta KKN juga ditingkatkan keamanannya, keselamatan selama KKN dari berbagai risiko juga diutamakan," kata dia.

Ditemui di lokasi yang sama, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Prof Dr Yohana Yembise DipApling MA mengaku turut memantau perkembangan kasus kekerasan seksual di KKN UGM pada 2017 itu.

"Kami turut mendampingi proses penyelesaian masalah tersebut," ujarnya usai memberikan kuliah umum di Fakultas Geografi, UGM, Jumat (9/11).

Dia mengaku sudah koordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat DIY soal kasus tersebut. "Setelah dicek ke korban dan keluarga keduanya. Saat ini masih mediasi. Saya belum tahu apakah dilanjut ke ranah hukum atau tidak," ujarnya.

Yang jelas, kata Yohana, Kementerian PPPA tetap memantau proses mediasi tersebut. Hal ini menjadi bagian dari upaya kementerian yang dipimpinnya dalam mendorong dan menciptakan sejumlah indikator bagi kampus yang responsif gender dan ramah perempuan.

Seperti diketahui, mahasiswi Fisipol UGM berinisial AN menjadi korban kekerasan seksual sesama rekan KKN di Pulau Seram, Maluku pada 2017. Pelaku seorang mahasiswa Fakultas Teknik berinisial HS.

Rektor UGM Panut mengklaim, sejak laporan dugaaan kekerasan seksual masuk, pimpinan universitas bersinergi dengan pimpinan Fakultas Isipol. Tindak lanjutnya berupa pembentukan tim investigasi untuk mendalami kasus serta memberikan rekomendasi kepada universitas.

Kemudian, berdasarkan hasil kajian tim investigasi, kata Panut, terbukti ada tindak pelecehan seksual. Tim investigasi merekomendasikan pelaku HS diberi sanksi, serta menjalani konseling.

"Bagi korban, kita berikan pendampingan psikolog sampai kondisinya pulih. Ada perbaikan nilai KKN bagi korban," kata Panut. []

Berita terkait
0
Sidang Isbat Digelar Hari Ini, Penentuan Tanggal 1 Dzulhijjah 1443 H
Sidang isbat penentuan tanggal 1 Dzulhijjah 1443 H akan digelar oleh Kementrian Agama (Kemenag) pada Rabu, 29 Juni 2022.