Survey Djoss dan Eramas Bersaing Ketat, Indo Barometer: Mirip Pilpres 2014

Survey Djoss dan Eramas bersaing ketat, Indo Barometer: mirip Pilpres 2014. “Kita belum bisa memprediksi siapa yang akan unggul,” ujar M Qodari.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari saat memaparkan hasil survei di Hotel Santika Dyandra Medan, Selasa (12/6/2018). (Foto: Tagar/Wesly Simanjuntak)

Medan, (Tagar 12/6/2018) – Jelang pemilihan gubernur Sumatera Utara (Sumut) pada 27 Juni 2018 mendatang, hasil survey Indo Barometer menunjukkan pasangan Djarot Syaiful Hidayat-Sihar Sitorus (Djoss) meraih dukungan sebanyak 37,8%.

Perolehan Djoss dalam survey yang dilakukan pada 26 Mei-2 Juni 2018 itu, bersaing ketat dengan pasangan Edy Rahmayadi-Musa Rajeckshah (Eramas) yang memperoleh dukungan 36,9%. Sedangkan calon pemilih yang belum menentukan pilihan sebanyak 25,4%.

"Jadi selisihnya tipis yah dalam margin of error, jadi hari ini kita belum bisa memprediksi siapa yang akan unggul. Dan yang belum memutuskan 25 persen,” ujar Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari saat memaparkan hasil survei di Hotel Santika Dyandra Medan, Selasa (12/6/2018).

“Jadi menurut saya kuncinya ada pada pergerakan-pergerakan saat-saat terakhir. Siapa yang kampanye paling intens, yang mampu mendatangkan pemilihnya lebih banyak itu yang akan menjadi pemenang pada Pilgub Sumut 2018 ini," imbuhnya.

Disebutkan, pelaksanaan survey dilakukan di seluruh wilayah Sumut, meliputi 33 kabupaten/kota. Jumlah sampel sebanyak 800 responden, dengan margin of error sebesar 3,46% dengan tingkat kepercayaan 95%. Trend elektabilitas pasangan Djoss digambarkan terus naik menyebabkan Djoss unggul sangat tipis dari pasangan Eramas.

Hal itu disebabkan aspek kepribadian Calon Gubernur Djarot Syaiful Hidayat dipersepsikan bersaing tipis dengan Edy Rahmayadi.

Pada aspek paling jujur, bersih dari korupsi, pintar/intelektual, perhatian/dekat dengan rakyat dan berpengalaman Djarot unggul. Sedangkan Edy Rahmayadi dipersepsikan unggul pada aspek paling mampu memimpin, paling berwibawa dan paling tegas.

Berbeda halnya dengan Calon Wakil Gubernur antara Sihar Sitorus dan Musa Rajeckshah (Ijeck), Sihar dipersepsikan unggul pada semua aspek.
"Alasan utama publik memilih calon gubernur adalah berpengalaman, tegas jujur, tidak korupsi, mampu memimpin dan putera daerah. Alasan utama publik memilih calon wakil gubernur adalah putra daerah, pintar/cerdas, tegas jujur, tidak korupsi dan merakyat," kata Qodari.

Berdasarkan hal tersebut, Qodari mengatakan Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2018 mengulang sejarah Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2014.

Menurutnya, pertarungan antara Joko Widodo-Jusuf Kalla berlatar belakang sipil  dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa berlatar belakang TNI dan sipil pada Pilpres 2014 yang lalu dengan dua pasangan calon sangat mirip pada pemilihan gubernur Sumut 2018.

"Pada waktu itu kita disuguhi dua pasangan calon Prabowo yang berlatar belakang TNI yang dipersepsikan tegas dan Jokowi berlatar belakang sipil dipersepsikan jujur, bersih dari korupsi. Hasilnya beda tipis dan Jokowi unggul sebagai pemenang. Ada kemiripan pada Pilgub Sumut 2018," ujar Qodari.

Qodari menuturkan, pada waktu itu pasangan Jokowi-Jusuf Kalla menang di Sumatera Utara namun kalah tipis di sejumlah kabupaten/kota seperti Kota Medan, Deli Serdang, Langkat, dan Serdang Bedagai dengan jumlah pemilih cukup besar.

Hal tersebut mirip dengan hasil survey Indo Barometer saat ini antara pasangan Djoss dan Eramas. Qodari pun menyebut berbagai isu yang dimainkan sangat mirip, dengan adanya seperti isu putera daerah yang tergolong Isu Suku, Agama, Ras dan Golongan (SARA) dan isu-isu lainnya.

Dari hasil survey, kata Qodari, terutama di Sumut ternyata isu itu pengaruhnya sangat kecil. Dari hasil survey Pilgub Sumut pertanyaan terbuka alasan memilih kategori religius/alim/taat beragama itu hanya 1,4%. Sedangkan yang tertinggi itu alasan berpengalaman 19,8% , tegas 17,4% dan jujur/tidak korupsi sebesar 9,2%.

Qodari menyayangkan tingkat partisipasi masyarakat pemilih di Sumut jelang pemilihan gubernur yang masih tergolong kecil. Pasalnya, dari hasil surveynya masih terdapat 25,4% yang belum menentukan pilihan.

"Padahal waktu semakin dekat, ini bedanya Sumut dengan daerah lain. Calon pemilih Swing Voters, jenis wait and see yang menentukan pilihan saat-saat terakhir atau yang apatis cukup tinggi. Jadi memang agak sulit menentukan siapa yang menang," ucapnya.

Menanggapi hal itu, calon wakil gubernur Sumatera Utara, Sihar Sitorus yang ditemui saat buka puasa bersama di kediaman Djarot Syaiful Hidayat mengaku belum mengetahui hasil survey Indo Barometer secara utuh. Namun, ia menyambut gembira hasil survey tersebut.

Dikatakannya, pihaknya akan terus bekerja keras guna memenangkan pertarungan tersebut.

Dia menegaskan, cara-cara kampanye yang mendidik masyarakat dengan melakukan pendekatan persuasif akan terus dilakukan. Sihar pun optimis pihaknya akan memenangkan pertarungan sekalipun waktu yang sisa hanya dua minggu lagi.

"Metode dengan program-program yang membangun, semua urusan mudah dan transparan sepertinya hasilnya mulai terlihat. Walaupun dengan waktu pengenalan selama lebih kurang enam bulan, cukup singkat. Cara-cara seperti itu akan terus kami lakukan. Kami akan merangkul masyarakat Sumut, mencari solusi bersama-sama. Kerja siang dan malam," ujarnya.

Terkait adanya 25% calon pemilih yang belum mau menentukan suaranya, Sihar berharap peranan relawannya sangat vital untuk meyakinkan calon pemilih.

Sama halnya pada Pilpres 2014 yang lalu, jamak diketahui ketika Jokowi-Jusuf Kalla terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden dengan peranan relawannya yang begitu vital memenangkan pasangan yang diusung PDI Perjuangan. Gambaran itu sama halnya dengan pasangan Djarot dan Sihar. (wes)

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.