Student Loan: Kuliah Dulu dengan Tenang, Bayar Nanti Setelah Kerja

Biaya kuliah yang tidak murah merupakan masalah besar bagi calon mahasiswa dari kalangan ekonomi keluarga terbatas.
Ilustrasi (ist)

Jakarta, (Tagar 20/3/2018) - Biaya kuliah yang tidak murah merupakan masalah besar bagi calon mahasiswa dari kalangan ekonomi keluarga terbatas. Padahal minimal pendidikan sarjana adalah sebuah keniscayaan di tengah persaingan dunia kerja yang sengit.

Hambatan soal biaya kuliah ini bisa diatasi apabila perbankan melalui campur tangan pemerintah menyediakan student loan atau kredit pendidikan seperti pernah diterapkan di Indonesia pada 1980-an.

Pada Kamis 15 Maret di Istana Negara, di depan para pemimpin perbankan nasional, Presiden Joko Widodo menyatakan keinginan untuk menerapkan kembali student loan atau kredit pendidikan.

"Saya ingin memberi PR kepada Bapak Ibu sekalian, dengan yang namanya student loan atau kredit pendidikan," kata Jokowi.

Jokowi melihat Amerika Serikat, di sana total pinjaman kartu kredit mencapai 800 miliar dollar AS, sementara total khusus kredit pendidikan lebih besar nilainya, yakni mencapai 1,3 triliun dollar AS.

"Kalau di negara kita bisa seperti ini, yang konsumtif akan pindah ke hal-hal yang produktif. Nantinya juga akan memberikan nilai tambah pada intelektualitas, visi ke depan yang sangat basis, yaitu bidang pendidikan," ujar Jokowi.

Pernah Diterapkan di Indonesia

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir menceritakan pengalamannya mengikuti student loan untuk kuliah pada 1985.

"Dulu tidak ada bunga, setelah bekerja 2 atau 3 tahun langsung saya bayar lunas. Pinjamannya kalau enggak salah Rp 500.000 sampai Rp 1.000.000. Zaman itu duit segitu gede banget," kenang Nasir.

Ia pada prinsipnya sangat senang ada student loan karena itu sangat membantu mahasiswa, khususnya mahasiswa tingkat akhir yang tak lagi dibiayai orangtua.

"Itu mempercepat kelulusan mahasiswa tingkat akhir yang terhambat karena enggak punya uang untuk praktik, untuk riset. Kalau ada dana itu, sangat menyelesaikan masalah," ujar Nasir.

Program student loan pada masa itu terpaksa dihentikan, satu di antaranya karena rata-rata mahasiswa tidak membayar pinjamannya pada pihak bank.

"Ijazah memang ditahan, tetapi mereka enggak butuh ijazahnya karena dia cukup fotokopi dan legalisasi. Nah, ijazah legalisasinya itu yang dibawa ke mana-mana," ujar Nasir.

Untuk masa kini Nasir memastikan potensi persoalan dalam program student loan telah ditelaah kementerian bidang perekonomian. Bersama-sama Kementerian Keuangan, rencana program tersebut akan dikaji agar tepat sasaran dan tetap memungkinkan berjalan dari sisi bisnis perbankan.

Dunia Perbankan Menyambut Baik

Hal yang menjadi kekhawatiran perbankan sebelumnya mengenai program student loan adalah potensi kredit macet. Namun dengan identifikasi elektronik sekarang ini, hal itu bukan lagi menjadi masalah.

"Mahasiswa kan biasanya berpindah-pindah tempat tinggal, nah sekarang dengan Dukcapil (Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil) semoga kami bisa memberikan kredit pada orang yang berpindah-pindah itu," ujar Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo.

Kartika menambahkan, untuk lebih memberikan jaminan bagi perbankan, dapat juga diterapkan sistem kluster bagi mahasiswa calon pemohon student loan. Permohonan student loan pun bukan dilakukan di bank, melainkan di loket perguruan tinggi.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso yakin ide Presiden ini dapat terwujud. Sebab penerapannya tidak membutuhkan peraturan khusus, tinggal dibuat aturan teknis di level perbankan soal tata cara pembayarannya.

"Student loan itu ada opsinya mau bayar setiap bulan, mau bayar nanti kalau dapat beasiswa, atau kalau sudah bekerja. Bunganya juga harus sangat rendah, murah," ujar Wimboh. (sa)

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.