Setiap Tahun Dipekirakan 2.500 Bayi Indonesia Terlahir dengan Talasemia Beta Mayor

Talasemia adalah penyakit kelainan darah merah yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak dan keturunannya
Thalassemia adalah penyakit genetik pada darah di mana pasien tidak dapat memproduksi cukup hemoglobin, zat dalam sel darah merah, yang mengangkut oksigen dari paru-paru. Hari Thalassemia Internasional diperingati setiap 8 Mei. (Foto: voaindonesia.com/Dibyangshu SARKAR/AFP)

TAGAR.id – Setiap tanggal 8 Mei duna memperingati Hari Talasemia Sedunia. Meskipun belum dapat disembuhkan, tapi penyakit itu dapat dicegah melalui deteksi dini untuk menghindari pernikahan sesama pembawa sifat Talasemia. Di Indonesia, diperkirakan 2.500 bayi terlahir dengan talasemia beta mayor setiap tahun. Yoanes Litha melaporkannya untuk VOA.

Talasemia adalah penyakit kelainan darah merah yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak dan keturunannya. Penyakit ini disebabkan karena berkurangnya atau tidak terbentuknya protein pembentuk hemoglobin utama manusia yang menyebabkan eritrosit (sel darah merah) mudah pecah dan menyebabkan pasien menjadi pucat karena kekurangan darah (anemia).

Berdasarkan gejala, Talasemia dibagi menjadi tiga yaitu Talasemia Mayor yang umumnya diketahui sejak bayi dengan gejala antara lain tampak pucat, lemah, lesu, sering sakit, kadang disertai perut yang membuncit. Pasien membutuhkan transfusi darah terus menerus seumur hidupnya, setiap dua hingga empat minggu sekali.

Ada pula Talasemia Minor atau pembawa sifat yang biasanya tidak bergejala dan tampak normal; serta Talasemia Intermedia yang biasanya baru terdiagnosis pada anak yang lebih besar dan tidak membutuhkan transfusi darah rutin.

anak penderita thalasemia di pakistanAnak-anak penderita Thalassemia menjalani transfusi darah di Lahore, Pakistan, 8/5/2015. Hari Thalassemia Sedunia diperingati hari ini. (Foto: voaindonesia.com/REUTERS/Mohsin Raza)

Dokter Teny Tjitra Sari dari Ikatan Dokter Anak Indonesia mengungkapkan berdasarkan data Kementerian Kesehatan 2022, ada 10 ribu pasien Talasemia Mayor di Indonesia dengan prevalensi tertinggi di Jawa Barat sebesar 38,78 persen.

“Apa itu terapinya? Yaitu yang pasti karena dia kekurangan sel darah merah yang tadi sel darah merahnya mudah pecah sehingga pasien memerlukan, anak-anak ini memerlukan transfusi darah rutin dan ada khusus obat kelasi besi yang harus dikonsumsi tiap hari dan tentunya obat-obatan dan transfusi ini harus didapatkan pada saat kontrol ke suatu rumah sakit,” kata Teny Tjitra Sari dalam Temu Media Hari Thalasemia Sedunia, Selasa (7/5).

Biaya terapi untuk setiap pasien Talasemia diperkirakan menghabiskan lebih kurang 400 hingga 500 juta per tahun, yang ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

hari thalasemiaHari Thalassemia Sedunia diperingati pada tanggal 8 Mei untuk meningkatkan kesadaran tentang kelainan darah di kalangan masyarakat. (Foto: voaindonesia.com/Dibyangshu SARKAR/AFP)

Upaya Pencegahan Talasemia

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan, Eva Susanti mengatakan hingga kini penyakit Talasemia belum bisa disembuhkan. Namun, dapat dicegah dengan menghindari pernikahan antara sesama pembawa sifat Talasemia yang dapat diketahui melalui deteksi dini atau skrining Talasemia yang cukup dilakukan sekali seumur hidup. Skrining berupa pemeriksaan kadar Hb dan ukuran sel darah merah di sekolah maupun Pos Binaan Terpadu (Posbindu) penyakit tidak menular.

“Jika kita bisa mengidentifikasi dan mengedukasi para pembawa sifat agar tidak menikah dengan sesama pembawa sifat sehingga kita dapat mencegah kelahiran bayi Talasemia Mayor pada setidaknya kemungkinan pernikahan 50 persen pembawa sifat ini,” kata Eva Susanti.

Pada tahun 2023, Kementerian Kesehatan juga telah melakukan uji coba pelaksanaan skrining pembawa sifat pada anak sekolah di 21 sekolah di DKI Jakarta. Saat itu diketahui bahwa sekitar 5,6 persen anak yang di skrining merupakan pembawa sifat Talasemia.

Data global menunjukkan 7-8% populasi dunia merupakan pembawa sifat Talasemia. Setiap tahunnya ada sekitar 300.000-500.000 bayi dilahirkan dengan Talasemia Mayor, di mana 80% dari kondisi ini terjadi di negara berkembang dan negara dengan berpenghasilan rendah dan menengah – termasuk Indonesia.

Indonesia terletak di sepanjang sabuk Talasemia di mana 3-10 persen populasi Indonesia merupakan pembawa sifat talasemia beta atau beta talasemia; sementara 2,6 – 11% merupakan pembawa sifat talasemia alpha atau alpha talasemia.

“...dan diestimasikan sekitar 2.500 bayi terlahir dengan talasemia beta mayor setiap tahunnya di Indonesia,” ungkap Eva Susanti.

Prinka Shahani penderita thalasemia di indiaPrinka Shahani, 8 tahun, yang menderita Thalassaemia, dalam kampanye kesadaran talasemia di Kota Siliguri, India timur laut, 12/1/2009. (Foto: voaindonesia.com/Reuters/Rupak De Chowdhuri)

Berdamai dengan Talasemia

Siti Utami Sri Wulandari, 40 tahun, penyintas Talasemia asal Kabupaten Bekasi Jawa Barat mengatakan peranan orang tua sangat penting untuk memungkinkan dirinya dapat berdamai dengan Talasemia. Sejak pertama kali terdiagnosa pada usia 4 bulan, ia menjalani perawatan medis seperti transfusi darah dan kelasi besi secara rutin di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

“Akhirnya pelan-pelan berobat, rutin, karena dulu saya tinggal di Tasikmalaya sudah mulai rutinitas untuk transfusi tiap bulan dari Tasik ke Jakarta, naik bis. Setiap bulan secara teratur, sebulan sekali, ibu saya membawa saya ke RSCM. Tentu itu tidak mudah, terlebih lagi ketika diputuskan bahwa saya mulai harus menerima kelasi besi,” cerita Siti Utami yang kini bekerja sebagai dokter di Poliklinik Kesehatan Karyawan Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi.

Diakuinya dukungan orang tua juga meyakinkan dirinya untuk tidak minder dan tetap percaya diri. Kedisiplinan menjalani terapi transfusi darah dan mengonsumsi obat membuatnya menjalani aktivitas hampir sama seperti orang sehat pada umumnya.

“Dengan pengobatan yang disiplin, kelasi besi yang konsisten dan disiplin maka Insya Allah secara fisik kita tidak akan berbeda dengan orang-orang sehat pada umumnya, sehingga itu tidak membuat kita menjadi minder,” pesan Siti Utami.

Dengan tema “Memberdayakan Kehidupan, Merangkul Kemajuan : Pengobatan Talasemia yang Adil dan Dapat Diakses untuk Semua,” peringatan Hari Talasemia Sedunia mengajak semua pihak berkontribusi memberdayakan individu yang terkena dampak Talasemia melalui kemajuan dalam pilihan pengobatan.

Warga juga perlu diajak menyadari bahaya penyakit ini sehingga dapat mencegah berkembangnya penyakit dan membantu memperbaiki kehidupan mereka yang terkena dampak kondisi genetik ini. (yl/em)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Penyintas Talasemia Diajari Berjualan Online
Penyintas talasemia di Yogyakarta dan Semarang mendapat pelatihan cara menjual secara online. melalui WOM Finance.