Seruan Aktivis Antichina Untuk Boikot Olimpiade Beijing 2022

Sekelompok aktivis antichina yang pro etnis Uighur dan mendukung penegakan HAM di Tibet, serukan boikot Olimpiade Beijing 2022
Aktivis Antichina di Jepang, 4 Februari 2021, menggelar konferensi pers dan mendesak boikot Olimpiade Beijing 2022 (Foto: dw.com/id)

Jakarta - Sekelompok aktivis anti-China yang pro etnis Uighur dan mendukung penegakan hak asasi manusia (HAM) di Tibet, menyerukan boikot terhadap Olimpiade musim dingin 2022 di Beijing, China.

Olimpiade Musim Dingin Beijing dijadwalkan akan dimulai pada 4 Februari 2022, hanya enam bulan setelah Olimpiade Musim Panas Tokyo, yang diundur satu tahun karena pandemi virus corona (Covid-19).

Sebelum ajang olahraga itu terlaksana, Komite Olimpiade Internasional (IOC) telah mendapat banyak tekanan dari para pengritik catatan pelanggaran hak asasi manusia China.

"IOC dengan bodohnya memutuskan untuk mengadakan Olimpiade dan Paralimpiade musim dingin di Beijing (jadi) kami terpaksa angkat bicara," kata Kalden Obara, Presiden Komunitas Tibet saat konferensi pers di Tokyo, Jepang, 4 Februari 2021.

bendera chinaBendera nasional China berkibar di dekat menara Masjid Id Kah di Kota Tua di Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, China, 6 September 2018 (Foto: Dok/voaindonesia/Reuters).

"Jika China tidak menghentikan pelanggaran hak asasi manusia di Tibet dan wilayah tetangganya, Cina seharusnya tidak diizinkan menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin 2022 di Beijing," tambahnya.

Sebuah koalisi yang terdiri dari 180 kelompok hak asasi mendukung aksi boikot Olimpiade Beijing. Hidetoshi Ishii, Wakil Presiden Aliansi Indo-Pasifik Bebas, meminta negara-negara, termasuk Amerika Serikat (AS), untuk sama-sama bertindak.

"Ini bukan sesuatu yang hanya bisa dilakukan Jepang, jadi kami ingin komunitas internasional bertindak bersama," kata Ishii. "Kami ingin pemerintahan Biden yang baru dilantik, bergabung dengan kami."

Di antara para aktivis yang mengikuti konferensi pers tersebut, juga hadir seorang juru kampanye demokrasi dari Hong Kong dan perwakilan dari kelompok yang disebut Kongres Mongolia Selatan.

1. Isu Uighur dan Ketidakpastian AS

Catatan pelanggaran hak asasi manusia China selama bertahun-tahun menjadi sumber perselisihan dengan pemerintah Barat. China secara rutin menolak kecaman Barat tentang catatan pelanggaran tersebut.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan pada hari Rabu, 3 Februari 2021, bahwa pihaknya "sangat terganggu" oleh laporan pemerkosaan sistematis dan pelecehan seksual terhadap wanita di kamp "edukasi ulang" etnis Uighur di wilayah Xinjiang dan mendesak ada konsekuensi serius atas kekejaman tersebut.

Sekelompok senator AS mengatakan Beijing harus dicabut haknya sebagai tuan rumah Olimpiade, meskipun Gedung Putih mengisyaratkan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk melarang atletnya berpartisipasi dalam Olimpiade Beijing 2022.

jubir gedung putihJuru Bicara Gedung Putih, Jen Psaki, saat konferensi pers di Gedung Putih, Jumat, 22 Januari 2021, di Washington DC (Foto: voaindonesia.com - AP/Evan Vucci)

"Kami saat ini tidak sedang membicarakan tentang mengubah postur atau rencana yang berkaitan dengan Olimpiade Beijing," kata juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, dalam jumpa pers pekan ini.

China telah menolak seruan semacam itu dan menggambarkannya sebagai sikap yang "sangat tidak bertanggung jawab" dan bermotif politik.

2. Optimisme China

Pada bulan Januari 2021 lalu, Presiden China, Xi Jinping, mengatakan "kami tidak hanya akan menjadi tuan rumah ekstravaganza Olimpiade Musim Dingin yang sukses, tetapi juga Olimpiade yang spektakuler dengan karakteristik unik."

China berharap Olimpiade Beijing akan meningkatkan popularitas olahraga musim dingin di dalam negeri dan menunjukkan citra positif di luar negeri. Tetapi, isu pelanggaran hak asasi manusia etnis Uighur menjadi sorotan dunia internasional.

Sophie Richardson, Direktur Human Rights Watch di China mengatakan lingkungan hak asasi yang sudah buruk, semakin memburuk "secara eksponensial" sejak Olimpiade Beijing 2008. "Minimal IOC harus jujur dalam konteks penyelenggaraan Olimpiade," tuntutnya.

wuhan4Tidak ada sayuran segar (Foto: dw.com/id)

Namun, peningkatan kasus infeksi virus corona termasuk di ibu kota Beijing telah membuat Partai Komunis yang berkuasa di China gelisah.

Laporan situs independen, worldometer, tanggal 4 Febuari 2021 menunjukkan jumlah konfirmai kasus positif virus corona di China sebanyak 89.619 dengan 4.636 kematian.

Panitia penyelenggara lokal tidak bersedia memberikan tanggapan tentang bagaimana pandemi yang sedang berlangsung dapat berdampak pada Olimpiade, termasuk kemungkinan pelarangan kehadiran penonton.

Perjuangan bagi TibetPerjuangan bagi Tibet (Foto: dw.com/id)

Dalam sebuah pernyataan kepada Kantor Berita AFP, OIC menjelaskan pihaknya "mengidentifikasi skenario yang mungkin dihadapi di Beijing tahun depan."

Sebuah "satuan tugas" termasuk pejabat IOC, China, dan Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) "sedang memantau dengan cermat situasi kesehatan global, kemajuan dan distribusi vaksin, metode pengujian dan perkembangan kesehatan, serta kebersihan utama lainnya dalam kaitannya dengan Covid-19," ujar pernyataan IOC itu [ha/as (Reuters, AFP)]/dw.com/id. []

Berita terkait
Virus Corona Mewabah, China Gagal Gelar Olimpiade
China menarik diri sebagai tuan rumah turnamen sepak bola wanita kualifikasi Olimpiade karena mewabahnya virus corona. Australia jadi penyelenggara
Amerika Sebut Kebijakan China Pada Muslim Uighur Genosida
AS sebut kebijakan pemerintah China yang menarget etnis Muslim Uighur dan minoritas lain sebagai genosida
Amerika Serikat Angkat Utusan HAM Untuk Tibet China Berang
Amerika Serikat dituduh China berupaya menggoyahkan Tibet sehingga China berang karena dikaitkan dengan HAM
0
Indonesia Akan Isi Kekurangan Pasokan Ayam di Singapura
Indonesia akan mengisi kekurangan pasokan ayam potong di Singapura setelah Malaysia batasi ekspor daging ayam ke Singapura