Seperti Apa Seni Burdah dalam Pesta Kesenian Bali Juni Mendatang

Kesenian khas Islam Burdah penting ditampilkan di arena Pesta Kesenian Bali di tengah banyaknya ujaran yang mengancam disintegrasi bangsa.
Burdah kesenian khas masyarakat muslim di Buleleng. (Foto: Dinas Pariwisata Buleleng)

Singaraja, (26/4/2018) - Kabupaten Buleleng akan menampilkan seni khas muslim Burdah dari Desa Pegayaman Kecamatan Sukasada pada kegiatan Pesta Kesenian Bali di Kota Denpasar, Juni 2018.

"Seni Burdah itu kesenian khas masyarakat muslim di Buleleng yang unik. Selain permainan rebana juga berisi kidung berbahasa Arab dengan tembang-tembang Bali. Selain itu berisi seni bela diri pencak silat," kata Kepala Bidang Kesenian Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng Wayan Sujana, Kamis (26/4/2018).

Ia menjelaskan, kesenian Burdah penting ditampilkan di arena Pesta Kesenian Bali di tengah banyaknya ujaran-ujaran yang mengancam disintegrasi bangsa. 

Seni muslim ini seperti kesenian Bali pada umumnya, di mana senimannya menggunakan kostum Bali seperti udeng bali.

Kesenian Burdah sudah sering dipentaskan dalam acara-acara kebudayaan di Buleleng seperti Buleleng Festival. 

"Dulu, seni budaya adalah sarana ampuh untuk merekatkan persaudaraan di Buleleng," kata Sujana.

Kesenian Burdah lahir dari akulturasi budaya Islam dan lokal ditandai dengan alat musik yang digunakan di antaranya bedug, rebana, bass dan seruling. 

Burdah salah satu karya paling populer dalam khazanah sastra Islam, berisi syair pujian atau sholawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Di berbagai negeri Islam ada majelis-majelis khusus untuk pembacaan Burdah dan penjelasan bait-baitnya. Sebuah bentuk luapan kerinduan pada Nabi.

Keindahan kata-kata dalam Burdah, doa-doa yang bermanfaat bagi jiwa. De Sacy seorang ahli bahasa Arab di Universitas Sorbonne, Perancis, memuji Burdah sebagai karya puisi terbaik sepanjang masa.

Di Hadhramaut dan banyak daerah Yaman lainnya diadakan pembacaan Burdah setiap Subuh hari Jumat atau Ashar hari Selasa. Sedangkan para ulama Al Azhar di Mesir banyak yang mengkhususkan hari Kamis untuk pembacaan Burdah dan mengadakan kajian. 

Sampai kini masih diadakan pembacaan Burdah di masjid-masjid besar di kota Mesir, seperti Masjid Imam Al Husain, Masjid As Sayyidah Zainab. Di negeri Syiria majelis-majelis Burdah juga digelar di rumah-rumah dan di masjid-masjid, dan dihadiri para ulama besar. 

Di Maroko pun biasa diadakan majelis-majelis besar untuk pembacaan Burdah dengan lagu-lagu yang merdu dan indah

Burdah juga dibacakan di berbagai pesantren dan pada peringatan Maulid Nabi. Banyak pula yang menghapalnya. Karya ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti Persia, Turki, Urdu, Punjabi, Swahili, Pastum, Indonesia, Inggris, Prancis, Jerman, Italia.

Seni  Burdah diciptakan Al Bushiri, nama lengkapnya Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid Al Bushiri dari Mesir.

Al Bushiri (1213-1296M) keturunan Berber yang lahir di Dallas, Maroko, dan dibesarkan di Bushir, Mesir. Ia murid sufi besar Imam Asy Syadzili dan penerusnya yang bernama Abul Abbas Al-Mursi, tokoh Tarekat Syadziliyah. Di bidang fiqih, Al Bushiri menganut Madzhab Syafi‘i, madzhab fiqih mayoritas di Mesir.

Pada masa kecilnya ia dididik oleh ayahnya sendiri dalam mempelajari Al-Quran, disamping berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Kemudian ia belajar kepada ulama-ulama di zamannya. Untuk memperdalam ilmu agama dan kesusastraan Arab, ia pindah ke Kairo. Di sana ia menjadi seorang sastrawan dan penyair yang andal. Kemahirannya di bidang syair melebihi para penyair pada zamannya. (af)

Berita terkait