Seorang Perempuan Terdeteksi HIV/AIDS di Kota Banjarbaru

Awal Februari 2021 sebuah Puskesmas di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, mendeteksi seorang perempuan berumur 41 tahun dengan HIV/AIDS
Ilustrasi (Foto: miseancara.ie)

Jakarta – Awal bulan Februari 2021 sebuah Puskesmas di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, mendeteksi seorang perempuan berumur 41 tahun dengan HIV/AIDS. Kondisinya sudah masuk masa (tahap) AIDS dengan gejala mulut penuh sariawan dan badan kurus.

Pasien kemudian dirawat di salah satu rumah sakit dengan memakai fasilitas SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) selama 17 hari. Kemudian dipulangkan dengan status membaik. Makanan dimasukkan lewat NGT (melalui hidung melewati tenggorokan masuk ke perut. “Pasien cerai hidup pada tahun 2010,” kata Edi Sampana, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Banjarbaru. Pasien itu punya tiga anak. Anak pertama dan kedua sudah pernah menikah.

Laporan terakhir Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2 Februari 2021, tentang jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia menunjukkan jumlah kasus HIV/AIDS di Kalimantan Selatan sebanyak 3.496 yang terdiri atas 2.923 HIV dan 573 AIDS. Sedangkan di Kota Banjarbaru estimasi jumlah kasus HIV/AIDS sebanyak 1.021.

Yang perlu diingat jumlah kasus yang dilaporkan ini (3.496) tidak menggambarkan jumlah yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunug es. Jumlah kasus yang terdeteksi atau dilaporkan (3.496) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, dan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

gunung esFenomema gunung es pada epidemi HIV/AIDS (Dok Pribadi/Syaiful W Harahap)

Apa pelajaran yang bisa ditarik dari kasus ini? Menurut Edi, ada kemungkinan pasien itu tidak tertular HIV dari mantan suaminya, karena mantan suaminya sampai sekarang belum menunjukkan gejala terkait HIV/AIDS. Mereka cerai sudah lebih dari sepuluh tahun. Pasien berstatus tuna rungu dan tuna wicara.

Ada kemungkinan persepsi sehat pada pasien atau keluarga masih kurang, karena gejala sariawan dan penurunan berat badan sudah berlangsung lebih dari tiga bulan yang lalu. Tapi, pasien tidak dibawa berobat ke puskesmas. Edi mengatakan pasien pernah berobat ke pelayanan kesehatan swasta, tapi tidak berlanjut ke Puskesmas. Kalau di Puskesman pasien dengan gejalan-gejala terkait HIV/AIDS akan dirujuk untuk konseling HIV/AIDS. Ada kemungkinan petugas di pelayanan kesehatan swasta tidak tahu gejala HIV/AIDS atau pasien sudah dianjurkan ke Puskesmas tapi pasien tidak memenuhi anjuran.

Berobat di Puskesmas di Banjarbaru, menurut Edi, gratis. Kalau saja pasien tadi datang lebih awal dengan gejala sariawan kondisi kesehatannya terkait HIV/AIDS akan lebih dini terdeteksi. Kalau terdeteksi HIV/AIDS obat antiretroviral (ARV) untuk menekan lalu replikasi HIV di darah tersedia gratis juga.

Dalam kaitan itulah Edi berharap jajaran kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, lebih aktif dalam memasyarakatkan pencegahan kesehatan agar masyarakat lebih memahami cara-cara yang efektif melindungi diri dan keluarga agar tidak tertular penyakit. []

Berita terkait
Keluhan Kesehatan Tidak Otomatis Terkait dengan HIV/AIDS
Berita seputar HIV/AIDS pada Hari AIDS Sedunia, 1 Desember 2020, diramaikan dengan gejala HIV/AIDS yang bisa membuat kepanikan masyarakat
0
Menkeu AS dan Deputi PM Kanada Bahas Inflasi dan Efek Perang di Ukraina
Yellen bertemu dengan Freeland dan janjikan kerja sama berbagai hal mulai dari sanksi terhadap Rusia hingga peningkatan produksi energi