Sekolah di Orde Baru, Politikus Golkar Kenang PMP Sebagai Ajaran Doktrin

Politikus Golkar itu berbagi kenangan di masa sekolahnya, saat belajar PMP.
Politikus muda Partai Golkar Dave Laksono memberikan materi kepada santri di Cirebon, Jabar. (Foto: IG @sahabatdavelaksono)

Jakarta, (Tagar 28/11/2018) - Politikus muda Partai Golkar Dave Laksono menyambut positif wacana menghidupkan kembali Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Dia berbagi kenangan di masa sekolahnya, saat belajar PMP.  

Dave mengatakan, PMP salah satu pelajaran wajib ketika dia mengenyam bangku sekolah. Kenangannya kemudian mengarah ke mata pelajaran itu sebagai ajaran doktrin di masa orde baru.

"Pelajaran wajib, namun belum mengena gitu. Waktu itu terkesannya ya hanya sekedar pengajaran doktrinitas saja, jadi tidak ada sesuatu yang menarik pikiran kita, menarik perhatian kita," kata Dave menceritakan kenangannya kepada Tagar News, Rabu (28/11).

Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKASP) ini mengaku sering menghapal Pancasila ketika PMP dipelajari di bangku sekolah. Namun, dia merasa tidak ada bukti yang konkrit terkait apa yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari.

"Cuma pengaplikasian sehari-hari kurang diajarkan, jadi langsung lewat lagi," bebernya.

Dia berharap jika PMP dihidupkan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyempurnakannya dengan realita yang terjadi saat ini. Sebab, generasi muda perlu mengaplikasikan PMP dalam kehidupan sehari-hari bukan sekadar menghapalkannya semata.

"Jadi, generasi muda Indonesia itu bukan hanya sekedar mempelajari kata demi kata menghapalkan. Akan tetapi mengerti bagaimana mengaplikasikan PMP itu dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berinteraksi, menggunakan internet, dan lain-lain yang dibutuhkan," terangnya.

Wacana dihidupkannya lagi PMP untuk menguatkan nilai-nilai Pancasila sejak dini diinisiasi pertama kali oleh Kemendikbud. PMP diketahui mata pelajaran pengganti pendidikan kewarganegaraan yang berada dalam kurikulum sekolah sejak 1968.Selain itu, menurutnya, Kemendikbud perlu merumuskan PMP lebih menarik dibarengi dengan sosialisasi, semisal buku pelajaran tak sekedar tulisan semata. "Kalau dulu kan bukunya putih saja gitu dan hanya kata-kata saja kurang interaktif ya dengan siswanya," pungkasnya.

Wacana dihidupkannya lagi PMP untuk menguatkan nilai-nilai Pancasila sejak dini diinisiasi pertama kali oleh Kemendikbud. PMP diketahui mata pelajaran pengganti pendidikan kewarganegaraan yang berada dalam kurikulum sekolah sejak 1968.

PMP diajarkan di bangku sekolah mulai tahun 1975. Kemudian diganti menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada 1994. Pada masa Reformasi diubah menjadi PKn. Kata Pancasila dihilangkan karena terkesan produk orde baru. []

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.