Sampah Disulap Jadi Pohon Natal Indah, Ini Nilai Filosofisnya

Ada nilai filosofis di balik sampah atau bahan bekas yang dikreasi menjadi pohon Natal.
Kreativitas pohon Natal karya Jemaat Gereja Santo Yosef Medari, Sleman, Selasa (25/12/2018). (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Sleman, (Tagar 25/12/2018) - Sampah dan limbah tidak seharusnya semuanya dibuang di tempat pembuangan akhir, begitu juga barang bekas. Dengan sentuhan tangan-tangan kreatif, sampah dan barang bekas bisa menjadi barang yang unik dan indah.

Seperti halnya yang dilakukan para Jemaaat Santo Yosef Medari, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Mereka memanfaatkan sampah yang sebagian sampah anorganik menjadi pohon natal yang indah dan artistik.

Dari segi estetika, layak dan enak dipandang. Bahkan, jika melihat karya dari para peserta lomba nyaris tidak ada bedanya dengan pohon Natal pada umumnya. Namun, jika mendekat dan mengamati dengan seksama dan teliti, baru menyadari pohon Natal tersebut terbuat dari barang bekas.

Kreativitas Pohon NatalKreativitas pohon Natal karya Jemaat Gereja Santo Yosef Medari, Sleman, Selasa (25/12/2018). (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Ada 22 kelompok peserta yang ikut ambil bagian dalam lomba merangkai pohon Natal dari barang bekas ini. Mereka memanfaatkan barang-barang yang sudah tidak terpakai seperti botol bekas, potongan kain perca, ranting kering, sampah plastik, sandal dan sepatu bekas, kain plastik, bola tenis dan lainnya.

Bahkan, ada peserta yang membuat pohon Natal dengan bahan baku utama serabut kelapa. Seperti yang dilakukan Herbertus Mursito beserta timnya. 

"Saya melihat peserta lomba mayoritas menggunakan sampah plastik, tapi kami ingin menghadirkan yang berbeda," kata Herbertus, Selasa (25/12).

Dia bersama tim membutuhkan dua karung serabut kelapa, yang dalam kosa kata Jawa biasanya disebut sepet. Mereka merangkainya dengan seksama agar benar-benar "hidup" layaknya pohon cemara. 

Kreativitas Pohon NatalKreativitas pohon Natal karya Jemaat Gereja Santo Yosef Medari, Sleman, Selasa (25/12/2018). (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

"Bahan yang kami gunakan bahan utamanya serabut kelapa, rangka terbuat dari karung goni dan strimin. Sedangkan tiangnya dari bambu," jelasnya.

Pohon Natal dari serabut kelapa ini setinggi dua meter. Herbertus dan tim cukup membeli sejumlah lampu LED yang dilingkarkan di pohon. 

"Waktu pembuatannya sekitar empat hari," imbuhnya.

Para peserta sendirinya sudah rata-rata sudah membuatnya seminggu sebelum perayaan Natal tiba. Mereka merangkainya di sekitar Gereja Santo Yosef. Saat Malam Natal, puluhan kreasi pohon Natal dari barang bekas tersebut memikat para jemaat. Kerlap kerlip lampu LED yang ada di pohon Natal tersebut menjadi daya tarik tersendiri. Perayaan Natal semakin semarak.

Ketua Panitia Romo Yohanes Aripurnomo mengatakan, uji kreativitas membuat pohon Natal dari barang bekas ini menjadi bagian dari tema besar Natal dari Keuskupan Agung Semarang. 

Kreativitas Pohon NatalKreativitas pohon Natal karya Jemaat Gereja Santo Yosef Medari, Sleman, Selasa (25/12/2018). (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Tema utamanya adalah Srawung, yang dalam kosa kota Jawa dimaknai bergaul atau berinteraksi secara baik dengan lingkungan sekitar.

"Srawung ini bagaimana bergaul dengan yang lain dan bisa mencintai lingkungan. Menyambut Yesus itu pertama-tama adalah bagaimana kita mau menerima, mengampuni, mencintai mereka yang sering ditinggalkan, atau dibuang sebagai sampah," papar Romo Yohanes.

Kreativitas dengan merangkai sesuatu yang indah dari sampah dan barang bekas ini merupakan pengejawantahan dari tema. Sesuatu yang ditinggalkan atau bahkan dianggap sebagai sampah, ternyata bisa menjadi berguna. Itu tergantung bagaimana cara memanfaatkannya.

"Dipilihnya bahan bekas ini sebagai simbol dari Tuhan Yesus Kristus dalam menyelamatkan manusia hina dan berdosa menjadi berharga. Dari manusia hina yang diibaratkan sebagai sampah menjadi sesuatu yang berguna," paparnya.

Romo Yohanes mengungkapkan, makna dan pesan filosofis dari lomba kreativitas ini diharapkan agar Katholik ini bisa meningkatkan dalam bergaul dan berinteraksi dengan lingkungan masyarakat. 

"Tidak kalah pentingnya tentu meningkatkan kerukunan tanpa melihat latar belakang suku dan agama," kata dia. []

Berita terkait
0
Banyak Kepala Daerah Mau Jadi Kader Banteng, Siapa Aja?
Namun, lanjut Hasto Kritiyanto, partainya lebih mengutamakan dari independen dibandingkan politikus dari parpol lain.