Jakarta - Harga saham Meta Platform yang sebelumnya bernama Facebook besutan Mark Zuckerberg itu ambrol 20% pada pre-opening dan lanjut terkoreksi hingga 26 %.
Nilai kapitalisasi pasar saham Meta yang ambles lebih dari 20% pada perdagangan tersebut dipicu oleh beberapa faktor. Pertama, kinerja keuangan yang tak sesuai ekspektasi pada kuartal IV-2021. Penurunan performa bisnis Meta diakibatkan oleh kompetisi yang semakin ketat.
Dikutip dari Reuters, Sabtu, 5 Februari 2022, Meta melaporkan adanya penurunan aktivitas harian penggunanya pada kuartal terakhir tahun lalu. Sementara untuk pengguna aktif pesaingnya, yaitu TikTok anak usaha ByteDance China terus mengalami peningkatan yang tajam.
- Baca Juga: Saham Meta Anjlok Lebih dari 26% di Bursa Wall Street
- Baca Juga: Saham Meta Jatuh, Zuckerberg Rugi 29 Miliar Dolar dalam Sehari
Tak membutuhkan waktu lama, market cap saham Meta telah lenyap lebih dari US$ 230 miliar atau setara dengan Rp 3.307 triliun dengan kurs rupiah saat ini.
Penurunan ini menyebabkan kekayaan Mark Zuckerberg dalam Bloomberg Billionaire Index turun drastis hingga US$ 30 miliar atau setara dengan Rp 431 triliun.
Aksi jual yang masif di saham Meta juga membuat saham-saham teknologi AS ikut berguguran. Pelaku pasar mulai mengasosiasikan kejadian ini dengan fenomena Tech Bubble dua dekade silam.
- Baca Juga: Kebijakan Apple Buat Saham Meta Anjlok 20 Persen
- Baca Juga: Apple Salah Satu Penyebab Saham Facebook Turun
Belakangan ini saham-saham Tech di AS memang sedang dirundung malang. Untuk saham Meta saja secara year to date sudah terkoreksi 27 %. Pemicunya tak lain dan tak bukan adalah rencana the Fed (bank sentral AS) untuk menaikkan suku bunga acuan.
Di saat saham Meta anjlok, ada beberapa kalangan yang untung besar. Mereka adalah para short seller. Reuters, melaporkan saat saham Meta jatuh para short sellers diperkirakan berhasil meraup gain sebesar US$ 2,14 miliar atau setara dengan hampir Rp 30 triliun.