RUU Pernikahan Anak di Irak, Picu Unjuk Rasa Kelompok HAM

Rancangan Undang-Undang Pernikahan anak di Irak memungkinkan pemimpin agama menikahkan anak-anak. Hal ini memicu unjuk rasa kelompok HAM di Irak.
Rancangan undang-undang yang memungkinkan pernikahan anak-anak berusia 9 tahun di Irak akan merampok masa kecil bocah laki-laki dan perempuan, yang sudah terluka akibat perang, kata pejabat tinggi PBB.(Foto:abc.net.au)

New York, (Tagar 5/12/2017) - Rancangan undang-undang yang memungkinkan pernikahan anak-anak berusia 9 tahun di Irak akan merampok masa kecil bocah laki-laki dan perempuan, yang sudah terluka akibat perang, kata pejabat tinggi PBB, Senin.

Rancangan undang-undang tersebut, yang memungkinkan pemimpin agama mengatur ikatan pernikahan dan menikahkan anak-anak, memicu unjuk rasa kelompok hak asasi manusia dan pegiat perempuan di Irak.

"Bocah laki-laki dan perempuan Irak, yang sudah menjadi korban pelanggaran berat akibat perang bertahun-tahun, sekarang terancam kehilangan masa kecil mereka," kata Virginia Gamba, utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk anak-anak dan sengketa bersenjata, dalam pernyataan.

"Pemerintah Irak harus mengambil semua tindakan diperlukan untuk melindungi setiap anak-anak dengan mencegah penerapan kebijakan yang dapat membahayakan anak-anak, yang sudah terdampak sengketa bersenjata," katanya.

Sekitar satu dari lima bocah menikah sebelum berusia 18 tahun di Irak, di mana usia sah untuk menikah adalah 18 tahun tetapi anak perempuan dapat menikah pada usia 15 tahun dengan izin orang tua, menurut badan anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) dan badan amal global Girls Not Brides.

Di seluruh dunia, 15 juta anak perempuan sudah menikah sebelum berusia 18 tahun setiap tahun, menurut Girls Not Brides.

Rancangan undang-undang itu, yang menurut penentangnya memungkinkan pernikahan anak-anak berusia 9 tahun atau pada masa baligh di beberapa aliran keagamaan, telah disetujui secara asasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat, legislatif negara tersebut, kata media setempat.

Rancangan Undang Undang yang mengubah undang-undang status pribadi Irak itu dapat memicu pertikaian saat negara tersebut mengatasi luka-luka yang diakibatkan kelompok IS dan kekerasan seksual terkait konflik, kata Gamba dan Pramila Patten, utusan khusus Perserikatan Bangsa Bangsa untuk kekerasan seksual di konflik.(ant/wwn)

Berita terkait
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.