Jakarta - Rakyat Afghanistan menolak permintaan pimpinan Taliban, Hibatullah Akhundzada, untuk mendukung pemerintahan sementara. Penolakan ini tidak hanya mengenai ketidakpuasan mayoritas rakyat Afghanistan terhadap susunan kabinet yang diumumkan belum lama ini oleh Taliban, juga dengan sosok Hibatullah sendiri.
Pertama, tahun lalu muncul rumor berita kematian Hibatullah akibat Covid-19. Kedua, literatur yang digunakan dalam pernyataannya menunjukkan adanya kekuatan di luar pengetahuan dan kemampuan para pemimpin Taliban yang menulisnya. Sebagian analis mengaitkannya dengan Badan Intelijen Pakistan (ISI). Dari aspek ini pula rakyat Afghanistan menilai pemerintahan yang dibentuk Taliban tidak independen, karena dicampuri kepentingan negara lain.
Protes rakyat Afghanistan menunjukkan bahwa perilaku Taliban dalam dua puluh hari terakhir setelah menduduki Kabul tidak hanya gagal untuk mendapatkan kepercayaan rakyat Afghanistan, tetapi juga telah menimbulkan kekhawatiran di tingkat regional dan internasional.
Taliban harus menentukan apakah mereka akan terus berbicara kepada rakyat Afghanistan sebagai kelompok militan atau sebagai kelompok yang bertanggung jawab untuk mengambilalih kekuasaan yang memperhatikan nasib Afghanistan.
Jika menyimak pernyataan kepala pemerintahan sementara Taliban, Mohammad Hassan Akhund bahwa pertumpahan darah telah berakhir juga menunjukkan bahwa Taliban terus berbicara kepada rakyat Afghanistan sebagai kelompok militan yang membangun komunikasi satu arah.
Narges Etemad, pakar politik Afghanistan mengatakan, "Kepemimpinan Taliban harus menghadapi ujian besar ini secara bertanggung jawab. Taliban harus bertanggung jawab kepada rakyat Afghanistan. Apakah ada perbedaan antara slogan dan janji-janji yang digembar-gemborkannya selama ini dan apa yang terjadi dalam praktik? Jika tidak, Taliban harus menunggu rakyat Afghanistan bangkit,".
Ketika merebut Kabul, Taliban berjanji kepada rakyat Afghanistan akan menghormati hak-hak mereka dengan membentuk pemerintahan yang inklusif, tetapi pernyataan pemimpin Taliban yang akan terlebih dahulu menerapkan syariah daripada memperhatikan hak-hak rakyat dari berbagai etnis dan agama menimbulkan kekhawatiran tentang kinerja Taliban.
Kelompok Taliban mengklaim bahwa mereka berbeda dari masa lalu dan berjanji akan menciptakan pemerintahan yang bebas untuk membangun Afghanistan yang makmur dan membawa kesejahteraan bagi rakyatnya. Tetapi rakyat Afghanistan hanya akan bekerja sama. dengan pemerintahan Taliban jika kelompok ini mengambil langkah-langkah yang akan menciptakan penerimaan dan legitimasi dalam masyarakat Afghanistan yang beragam. Hal ini tidak dapat dicapai tanpa mempertimbangkan hak dan aspirasi rakyat Afghanistan, terutama perempuan, yang merupakan bagian penting dari populasi negara ini.
Taliban telah berubah secara politik dibandingkan dengan Taliban dua puluh tahun lalu, tetapi keyakinannya tidak ada yang berubah, dan ini sangat kontras dengan perkembangan rakyat Afghanistan selama dua dekade terakhir.
Protes menyusul pengumuman kabinet Taliban di Afghanistan dan kekhawatiran yang diangkat di tingkat regional dan internasional menunjukkan bahwa kelompok itu sebenarnya telah memblokir setiap kerja sama dengan rakyat dalam hubungan timbal balik dua arah.
Oleh karena itu, pemerintah Pakistan, yang mencari kerja sama regional dan internasional dengan Taliban, harus mendorong kelompok tersebut untuk memenuhi kewajibannya, terutama pembentukan pemerintahan yang inklusif, lebih dari program lainnya.
Melihat sepak terjang Taliban di awal pembentukan pemerintahannya, tampaknya benar apa yang dikatakan Asif Ashna, pakar masalah politik Afghanistan,"Taliban telah berubah secara politik dibandingkan dengan Taliban dua puluh tahun lalu, tetapi keyakinannya tidak ada yang berubah, dan ini sangat kontras dengan perkembangan rakyat Afghanistan selama dua dekade terakhir." (Pars Today).[]
Baca Juga:
- Mayoritas Senior Taliban Duduki Kabinet Baru Afghanistan
- Menlu Jerman Prihatin dengan Formasi Pemerintahan Baru Taliban
- Nasib Umat Sikh dan Hindu Afghanistan di Bawah Rezim Taliban
- Indonesia dan Australia Minta Taliban Hormati Hak Perempuan