Propaganda Supremasi Kulit Putih Amerika Melonjak Tahun 2020

Propaganda supremasi kulit putih mencapai tingkat yang mengkhawatirkan di seluruh Amerika Serikat (AS) pada tahun 2020
Para demonstran berpawai memprotes supremasi kulit putih di Stone Mountain Village, Georgia, AS, 15 Agustus 2020 (Foto: voaindonesia.com - Mike Stewart/AP)

Jakarta – Menurut laporan baru dari organisasi anti-kebencian (Anti-Defamation League/ADL) yang dibagikan kepada Kantor Berita Associated Press, propaganda supremasi kulit putih mencapai tingkat yang mengkhawatirkan di seluruh Amerika Serikat (AS) pada tahun 2020.

Menurut laporan yang dirilis Rabu, 17 Maret 2021, sekitar 5.125 kasus rasis, anti-Semit, anti-LGBTQ dan pesan kebencian lainnya yang tersebar melalui selebaran, stiker, spanduk dan poster. Jumlah itu hampir dua kali lipat dari 2.724 kasus yang dilaporkan pada 2019. Kata organisasi itu, propaganda secara daring jauh lebih sulit untuk diukur dan kemungkinan kasus tersebut mencapai jutaan.


ADL, yang didirikan lebih dari seabad lalu, menyatakan tahun lalu menandai kegiatan tertinggi propaganda supremasi kulit putih setidaknya dalam satu dekade. Laporan itu muncul ketika otoritas federal menyelidiki dan menuntut mereka yang menyerbu Gedung Capitol pada awal Januari 2021. Beberapa di antara pelaku penyerbuah dituduh memiliki hubungan atau menyatakan dukungan terhadap kelompok-kelompok pembenci dan milisi anti-pemerintah.

"Saat kami berusaha memahami dan menempatkannya dalam perspektif selama empat tahun terakhir, kami selalu mendapati itu berujung pada kejadian di Charlottesville dan Capitol Hill," kata CEO grup Jonathan Greenblatt.

kulit putihSeorang demonstran membuat simbol dengan jarinya yang diyakini simbol supremasi kulit putih, di Portland, Oregon, AS, 17 Agustus 2020 (Foto: voaindonesia.com/AFP)

"Kenyataannya ada banyak hal yang terjadi di antara momen-momen tersebut yang menjadi landasannya," kata Greenbalt.

Christian Picciolini, mantan ekstremis sayap kanan yang mendirikan kelompok deradikalisasi Free Radicals Project, mengatakan lonjakan saluran propaganda supremasi kulit putih dan perekrut ekstremis menilai sejumlah krisis itu sebagai peluang dan kesempatan.

"Mereka menggunakan ketidakpastian dan ketakutan akibat krisis untuk meyakinkan anggota-anggota baru terhadap narasi 'kita lawan mereka', dengan melukiskan 'pihak yang lain' itu sebagai penyebab penderitaan, keluhan atau kerugian yang mereka alami," kata Picciolini kepada Kantor Berita AP.

anggotaIlustrasi: Anggota kelompok supremasi kulit putih melakukan aksi unjuk rasa di West Allis, Wisconsin, AS (Foto: voaindonesia.com/Reuters).

"Saat ini, ketidakpastian akibat pandemi, kehilangan pekerjaan, pemilihan yang memanas, protes atas pembunuhan oleh polisi di luar hukum terhadap warga Amerika berkulit hitam, dan pembalasan yang dipicu tradisi panjang rasisme negara ini, telah menciptakan badai kekacauan dan memudahkan perekrutan warga Amerika yang ketakutan atas perubahan dan kemajuan."

ADL dalam laporannya mengatakan propaganda, sering didistribusikan dengan tujuan menarik perhatian media dan online, membantu pihak supremasi kulit putih untuk membuat pesan-pesan mereka terkesan sebagai sesuatu yang normal dan mendukung upaya perekrutan mereka. Bahasa yang digunakan dalam propaganda sering kali dibungkus ke dalam pesan patriotik yang tampak ramah bagi mereka bagi mereka memahami politik secara baik (mg/jm)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Donald Trump Kalah Akan Ada Serangan Supremasi Kulit Putih
Sejumlah anggota kelompok supremasi kulit putih berencana menyerang pembangkit listrik di bagian tenggara AS jika Trump kalah pada Pilpres 2020
Pesenjataan Perang Ras Supremasi Kulit Putih di Spanyol
Spanyol tangkap 2 laki-laki rerkait dengan kelompok supremasi kulit putih karena mendanai persenjataan perang ras lewat perdagangan narkoba
0
Ini Harapan Lionel Messi di Usia 35 Tahun
Pada umur 35 tahun Lionel Messi mengharapkan kesuksesan merebut trofi Piala Dunia 2022 dan Liga Champions musim depan