Profil dan Fakta-fakta Cendekiawan Jalaluddin Rakhmat

Profil Jalaluddin Rakhmat beserta sederet fakta keilmuannya sebagai salah satu cendekiawan Indonesia. Penulis Buku Psikologi Komunikasi itu wafat.
Jalaluddin Rakhmat dikenal sebagai Pakar Ilmu Komunikasi, cendekiawan bermazhab Syiah dan juga mantan Anggota DPR RI periode 2014-2019 dari Fraksi PDI-P. (Foto: Tagar/BBC News)

Jakarta - Pakar Ilmu Komunikasi sekaligus pendiri Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (Ijabi), Jalaluddin Rakhmat wafat setelah dirawat di Rumah Sakit Santosa, Bandung, pada Senin petang, 15 Februari 2021. Berikut, profil Jalaluddin Rakhmat beserta sederet fakta-fakta keilmuannya sebagai salah satu cendekiawan Indonesia. 

Penulis Buku Psikologi Komunikasi itu diketahui lahir di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 29 Agustus 1949. Ia dikenal sebagai sosok cendekiawan dan juga pernah menduduki kursi DPR RI periode 2014-2019 lewat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Jalaluddin Rakhmat pensiun sebagai dosen Universitas Padjajaran (Unpad) pada tahun 2013, meskipun kemudian ia terbilang masih aktif mengajar di sejumlah kampus. 

"Dulu saya banyak mengikuti mata kuliah beliau dan masih sempat bertemu saat menempuh Pascasarjana," ujar Emeraldy Chatra, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Andalas yang sempat mengenyam pendidikan strata satu hingga jenjang doktoral di Universitas Padjajaran. 

"Terakhir saya betremu sekitar tahun 2014," sambung Emeraldy diwawancara Tagar, Selasa malam, 16 Februari 2021.

"Saya melihat sosok beliau sebagai pakar komunikasi semata, sebab dalam kuliah, Pak Jalal tidak pernah menyinggung soal Syiah. Pak Jalal di mata saya adalah pakar komunikasi nomor satu di Indonesia. Ndak ada yang bisa melawan kecerdasan beliau," aku Emeraldy.

Salah satu pakar Komunikasi sekaligus peneliti kehumasan Sumatera Barat itu menceritakan bagaimana suasana perkuliahan yang diampu Jalaluddin Rakhmat semasa hidupnya. 

"Sulit diceritakan. Intinya paling hebatlah. Kocak. Mungkin dalam mengajar, paling Prof Dedy Mulyana yang bisa menandingi, kalau dosen lain mah lewat," tutur dosen yang akrab disapa Pak Em itu.

"Pak Jalal hebat. Tapi beliau juga manusia yang punya kelemahan. Kematian itu keniscayaan, dan penyempurnaan hidup. Pada akhirnya, nanti kita semua akan mendapat giliran," tutup Emeraldy Chatra.

Informasi menarik lainnya, selama menjabat sebagai dosen, Jalaluddin Rakhmat memperoleh beasiswa Fulbright di Iowa State University. Ia mengambil kuliah Komunikasi dan Psikologi. Berkat kecerdasannya pria yang akrab disapa Kang Jalal itu lulus dengan predikat magna cum laude. Karena memperoleh 4.0 grade point average, ia terpilih menjadi anggota Phi Kappa Phi dan Sigma Delta Chi.

Buku Jalaluddin RakhmatPsikologi Komunikasi salah satu mahakarya ditulis Jalaluddin Rakhmat tahun 1981 dan telah dicetak ulang belasan kali. Buku ini merupakan panduan utama bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi di Indonesia, dan satu-satunya buku ditulis oleh pakar komunikasi, tapi diakui di jurusan Psikologi. (Foto: Tagar/Istimewa)

Pada tahun 1981, ia kembali ke Indonesia dan menulis buku Psikologi Komunikasi. Ia merancang kurikulum di fakultasnya, memberikan kuliah dalam berbagai disiplin, termasuk Sistem Politik Indonesia. Kuliah-kuliahnya terkenal menarik perhatian para mahasiswa yang diajarnya. 

"Ia pun aktif membina para mahasiswa di berbagai kampus di Bandung. Ia juga memberikan kuliah Etika dan Agama Islam di ITB dan IAIN Bandung, serta mencoba menggabungkan sains dan agama,” tulis laman Ijabi menggambarkan biografi singkat Jalaluddin Rakhmat, dilansir Tagar, Rabu 17 Februari 2021.

Selain menjadi guru besar di Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad, Jalaluddin Rakhmat juga mengajar Ilmu Komunikasi, Filsafat Ilmu, Metode Penelitian dan beragam bidang ilmu lainnya di beberapa perguruan tinggi berbeda. 

Secara khusus Jalaluddin pernah membina kuliah Mysticism di Islamic College for Advanced Studies (ICAS), Paramadina University, yang ia dirikan bersama almarhum Prof. Dr. Nurcholis Madjid, Dr. Haidar Bagir, dan Dr. Muwahidi sejak tahun 2002.

Jalaluddin tercatat pernah membidani dan menjadi Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (Ijabi) yang kini sudah mempunyai hampir 100 Pengurus Daerah (tingkat kota) di seluruh Indonesia dengan jumlah anggota sekitar 2,5 juta orang. Ia juga menjadi pendiri Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta bersama Dr. Haidar Bagir dan Umar Shahab.

Jalaluddin Rakhmat membentuk dan juga aktif dalam lembaga-lembaga modern seperti Yayasan Paramadina Jakarta, Pusat Kajian Tasawuf dengan nama Yayasan Tazkiya Sejati. Lalu pada 2004 Kang Jalal juga mendirikan dan memimpin satu forum lagi yang khusus bergerak di bidang kajian tasawuf, yaitu Kajian Kang Jalal (KKJ) yang pernah bermarkas di Gedung Bidakara, Jakarta.

Uniknya, perjalanan hidup Jalaluddin muda dibesarkan di kalangan Nahdatul Ulama, dan kemudian aktif di gerakan Muhammadiyah. Jalaluddin juga dikenal sebagai tokoh pluralisme di Indonesia.

Menurut laporan BBC, pada pertengahan 1980-an hingga 1990-an, nama Jalaluddin Rakhmat selalu dilekatkan dengan mazhab Islam Syiah, sehingga dia pernah 'diadili' oleh sebagian ulama Sunni di Bandung dan dilarang berceramah di wilayah itu, tetapi dia selalu menolak disebut penganut Syiah, kala itu.

Jalaluddin Rakhmat, yang seiring keterbukaan politik, persisnya saat Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menjadi Presiden Indonesia, akhirnya secara terbuka mengaku sebagai penganut Islam Syiah.

"Secara fikih dan akidah, saya sekarang Syiah," kata Jalaluddin Rakhmat dalam wawancara khusus dengan wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, pertengahan Juli 2013 lalu.

"Doktor ilmu politik lulusan Australian National University ini selalu berikhtiar mendekatkan kedua mazhab Islam, yaitu Sunni dan Syiah, dari apa yang disebutnya sebagai kesalahpahaman yang sudah berumur lebih dari seribu tahun," tulis BBC.

Salah-satu puncak upayanya itu adalah mendirikan Majelis Ukhuwah Sunni Syiah Indonesia, Muhsin, pada Mei 2011 lalu. Ayah dari lima anak ini juga rajin menyuarakan agar kaum Syiah di Indonesia tidak menutup diri.

"Misalnya di Ijabi (organisasi yang menaungi kaum Syiah di Indonesia), kita minta orang-orang ijabi harus melakukan shalat sama seperti shalat mereka (kaum Sunni), berpuasa seperti puasa mereka, sehingga kita tidak memberi celah untuk memperbesar perbedaan diantara kedua mazhab itu," tutur Jalaluddin kepada BBC.

Jalaluddin muda mengaku berulangkali kecewa, karena di berbagai negara Islam, tidak ada yang berhasil mendirikan Syariat Islam. Di tengah situasi seperti itulah, Jalaluddin mengaku takjub ketika terjadi peristiwa penting di Iran pada 1979, yaitu runtuhnya rezim monarki otoriter Raja Shah Pahlavi lewat Revolusi Islam Iran. 

"Tiba-tiba saya melihat para ulama di Iran menang. Kok bisa ulama Iran bisa memenangkan sebuah pertarungan politik dan bisa mendirikan negara Islam? Wah itu menginspirasi saya yang saat itu sudah putus asa," jelas Kang Jalal.

Dalam perjalanannya, dia kemudian berangkat ke Iran, persisnya ke kota Qum, untuk belajar tasawuf. 

"Saya tidak belajar Syiah, saya belajar tasawuf di Qum. Dan ternyata, di kalangan orang-orang Persia, saya menemukan khazanah tasawuf yang sangat kaya. Jadi saya mulailah tertarik tasawuf," ungkap Kang Jalal dengan mata berbinar.

Kembali dari Iran, Jalaluddin lalu mendirikan yayasan tasawuf. Menurutnya, dalam tasawuf, seluruh agama bertemu. Semua penganut agama, kata Kang Jalal, dengan tasawuf akan mengatakan menegakkan agama atas dasar cinta.

"Saya tidak bermaksud mengajarkan Syiah dalam tasawuf, karena menurut saya, tasawuf itulah yang mempersatukan Sunni dan Syiah. Jadi arah saya dari dulu, kepada persatuan kelompok Sunni dan Syiah," katanya lagi.

Pada Mei 2011 lalu, Jalaluddin dan beberapa orang mendirikan Majelis Ukhuwah Sunni Syiah Indonesia (Muhsin) untuk mendekatkan dua mazhab Islam tersebut.

Lewat tulisan terpisah, Sukron Makmun, salah satu tokoh Nahdlatul Ulama menyimpulkan Kang Jalal adalah salah satu cendekiawan muslim prolifik, yang tulisan-tulisannya sangat renyah dan berkualitas. 

Menurut Sukron, pemikiran-pemikiran Jalaluddin Rakhmat melampaui kebanyakan manusia sezamannya. Ia menggambarkan sosok Jalaluddin sebagai cendekiawan yang mirip Gus Dur, Nurcholis Madjid, Adi Sasono, dan beberapa nama besar lainnya.

"Ibarat sebutir pasir, saya tidak pantas untuk melukis gunung yang menjulang tinggi. Nama dan kiprahnya, terlalu besar untuk dikecilkan," tulis Sukron Makmun.[]

Berita terkait
Jalaluddin Rakhmat Cendekiawan Mirip Gus Dur Pengagum Rumi
Bagaimana setetes air sanggup bicara tentang samudera yang luas... mengenang Kang Jalal Jalaluddin Rakhmat cendekiawan mirip Gus Dur pengagum Rumi.
Jalaluddin Rakhmat Meninggal Dunia Setelah Positif Covid-19
Jalaluddin Rakhmat meninggal dunia setelah dikonfirmasi positif terinfeksi virus corona (Covid-19).
Tokoh Syiah Indonesia, Jalaluddin Rakhmat Meninggal Dunia
Pemikir Indonesia, Jalaluddin Rakhmat, dikabarkan meninggal dunia di Rumah Sakit Santosa, Bandung, pada Senin petang, 15 Februari 2021.