Aktris Prilly Latuconsina baru-baru ini menjadi sorotan di media sosial karena pernyataannya yang viral. Dalam sebuah video, Prilly menyebutkan bahwa saat ini semakin banyak perempuan yang mandiri, namun jumlah laki-laki yang mapan semakin berkurang. "Banyak wanita independen tetapi pria mapan dikit. Itu data valid, lho," ujarnya. Video tersebut mendapat respons yang beragam dari warganet, dengan sebagian orang setuju dan yang lainnya melontarkan kritikan.
Unggahan Prilly di X telah dilihat oleh 18,6 juta orang, mendapat lebih dari 29.000 like, dan dikomentari oleh lebih dari 1.500 orang. Salah seorang warganet menuliskan, "Emang benar kok, kenapa rekan pria di sini kebanyakan marah dan enggak terima ya? Padahal masih banyak banget rumah tangga yang istri cari nafkah tapi suami enak-enakan di rumah." Namun, ada juga yang menanggap bahwa pembahasan ini menciptakan ketidakseimbangan antar gender.
Pengamat Psikososial dan Budaya Endang Mariani melihat bahwa pernyataan Prilly mencerminkan fase perkembangan dewasa muda yang berfokus pada intimasi versus isolasi. Menurutnya, saat ini memang lebih banyak perempuan dewasa muda yang memilih mengejar karier dan kemandirian pribadi sebelum memprioritaskan hubungan. "Banyak perempuan kini lebih fokus pada pengembangan karier dan identitas pribadi (otonomi) sebelum memprioritaskan hubungan. Budaya patriarki di Indonesia sebelumnya menempatkan laki-laki sebagai penyedia utama (breadwinner), namun kini perempuan telah masuk ke ranah ini, menciptakan tantangan baru dalam harapan terhadap pasangan," ujarnya.
Endang juga melihat bahwa fenomena ini mencerminkan adanya ketidakseimbangan harapan sosial antar gender, di mana harapan sosial pada laki-laki berbeda dengan yang ditujukan pada perempuan. Kemandirian seorang perempuan kerap dianggap sebagai ancaman terhadap maskulinitas laki-laki. "Ini yang dapat menjelaskan mengapa muncul kesan 'cowok mapan (hanya) sedikit'," ungak Endang. Standar kemapan bagi laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, sehingga menciptakan tekanan tambahan bagi laki-laki untuk memenuhi ekspektasi sosial.
Menurutnya, dalam konteks hubungan antar gender, kemapanan laki-laki dan kemandirian perempuan tidak harus saling dipertentangkan. "Tidak selalu kemapanan atau ketidakmapanan laki-laki dibenturkan dengan kemandirian atau ketidakmandirian perempuan," pungkas Endang. Karena itu saling melengkapi, bukan sebagai perbandingan.