Prancis Mulai Memberlakukan Transportasi Umum Gratis di Montpellier

Rayene Chabbi, 31 tahun, merasa lega karena tidak lagi harus membayar ongkos bus dan trem yang dia naiki untuk bekerja
Proyek ini didanai bersama lewat pajak gaji sebesar 2% pada perusahaan dengan lebih dari 11 karyawan (Foto: dw.com/id - Lisa Louis/DW)

TAGAR.id - Kota Montpellier di Prancis selatan kini menjadi wilayah metropolitan terbesar di Eropa, penduduknya bisa menggunakan transportasi umum secara gratis. Lisa Louis melaporkannya untuk DW.

Sejak 21 Desember 2023, setengah juta penduduk Kota Montpellier di Prancis selatan dan sekitarnya tidak lagi perlu membayar transportasi umum. Banyak dari mereka menyambut langkah ini. Ada juga yang keberatan.

Rayene Chabbi, 31 tahun, merasa lega karena tidak lagi harus membayar ongkos bus dan trem yang dia naiki untuk bekerja, seperti pada Senin (19/2/2024) pagi baru-baru ini. Sebelumnya, dia sering mengendarai mobil orang tuanya sejauh tujuh kilometer menuju kantor.

"Transportasi umum gratis adalah ide yang sangat bagus, apalagi bagi orang-orang seperti saya yang berpikir dua kali sebelum menghabiskan €50 (sekitar Rp844 ribu) untuk tiket bulanan. Pendapatan kotor saya hanya €1.950 setiap bulan,” katanya kepada DW sambil menunggu bus.

Stres berkurang, lingkungan ikut senang

Setengah jam kemudian, Chabbi turun dari trem di wilayah timur laut Castelnau-le-Lez di Montpellier.

"Mengendarai mobil akan butuh 10 menit lebih lama. Saya suka cara bepergian yang bebas stres ini. Ditambah lagi, saya ikut menjaga lingkungan," katanya sambil berjalan beberapa ratus meter menuju perusahaan Simax, tempatnya bekerja sebagai asisten manajer.

Rayene ChabbiRayene Chabbi mengatakan adanya transportasi umum gratis berarti dia tidak lagi harus mengandalkan mobil orang tuanya untuk pergi ke kantor. (Foto: dw.com/id - Lisa Louis/DW)

Perusahaan skala menengah tempatnya bekerja bergerak di bidang penyediaan perangkat lunak manajemen untuk bisnis. Perusahaan ini ikut mendanai skema transportasi umum gratis melalui pajak gaji sebesar dua persen, seperti yang dilakukan sekitar 2.500 perusahaan lain di Montpellier yang mempekerjakan 11 staf atau lebih.

Secara keseluruhan, program ini menelan biaya €30 juta (sekitar Rp500 miliar). Sementara total anggaran yang dikeluarkan oleh kota untuk proyek ini mencapai €1 miliar.

CEO Simax, Miren Lafourcade, tidak merasa keberatan membayarkan ongkos ini, malah sebaliknya.

"Perusahaan kami dulunya berada di daerah dengan koneksi transportasi umum yang buruk. Makanya kami pindah ke lokasi ini, yang hanya berjarak 3 menit berjalan kaki dari halte trem. Akhirnya, pajak yang kami bayarkan digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Lafourcade.

Simax saat ini mempekerjakan 60 orang dan memiliki omset tahunan sebesar €1,5 juta. Perusahaan ini berencana merekrut sepuluh staf tambahan pada tahun ini. Keberlanjutan, termasuk transportasi umum, akan tetap menjadi elemen penting dalam rencana ekspansinya.

Bagian dari skema adaptasi iklim

Julie Frêche, wakil presiden kota metropolitan Montpellier dan penanggung jawab urusan transportasi, merasa gembira dengan upaya tersebut.

"Kami bertujuan menerapkan politik lingkungan yang positif. Transportasi umum gratis akan meningkatkan daya beli masyarakat,” katanya kepada DW. "Ditambah lagi, tindakan ini meningkatkan kualitas udara,” tambah Frêche.

Montpellier juga mengambil langkah-langkah adaptasi iklim lainnya, utamanya karena suhu di kota ini bisa mencapai hampir 50 derajat Celsius di musim panas. Kota ini menanam tanaman hijau dan akan menambah 50.000 pohon pada 2026.

"Kami juga membangun jalur sepeda tambahan sepanjang 235 kilometer dan menambah lima rute bus dari 41 jalur yang sudah ada, dan jalur trem kelima," tegas Frêche.

Namun tidak semua tempat di Montpellier bisa menikmati fasilitas yang sama.

Jalur trem baru itu juga akan menghubungkan Saint-Jean-de-Vedas. Kota yang masih menjadi bagian Montpellier ini dihuni sekitar 12.000 penduduk, dan terus bertambah. Banyak blok apartemen baru bermunculan di sini.

Itu sebabnya Hugo Daillan berpendapat perlu lebih banyak koneksi transportasi umum. Pria berusia 28 tahun itu tinggal di pusat Montpellier dan bekerja di toko bunga di Saint-Jean-de-Vedas. Dia sedang bepergian bersama rombongan penumpang angkutan umum saat berbincang dengan DW.

"Ini satu-satunya halte trem di Saint-Jean-de-Vedas. Trem hanya beroperasi setiap 15 menit, padahal di akhir hari kerja, orang-orang harus pulang. Banyak orang di sini yang menggunakan mobil. Koneksi transportasi begitu buruk," kata Daillon kepada DW.

Alexandre Brun, dosen geografi di Universitas Paul-Valéry di Montpellier, setuju dengan pandangan tersebut.

"Kota ini juga harus membangun koneksi baru antar pinggiran kota sehingga Anda tidak lagi harus melakukan perjalanan melalui pusat kota untuk mencapai pinggiran kota lainnya," kata Brun.

Letak MontpellierLetak geografis Montpellier di Prancis (Sumber: uno.edu)

Digemari pengemudi dan ahli ekonomi

Para pengemudi mobil yang ditanyai di Saint-Jean-de-Vedas tampaknya menyambut baik skema transportasi gratis ini.

"Sangat nyaman. Saya sekarang rutin menggunakan transportasi umum untuk berbelanja di pusat kota," kata Claire Maurin, guru taman kanak-kanak berusia 40 tahun.

Fady Hamadé, ekonom dan direktur lembaga think tank Institute of Environmental Resources and Sustainable Development Economists, yang berkantor di Montpellier, juga menyambut hal ini.

"Seperti layanan publik lainnya, ini adalah alat redistribusi pendapatan," kata dia kepada DW.

"Ini membawa efek eksternal yang positif, menurunkan emisi CO2 dan polusi kota. Hal ini juga tampaknya mengarah pada pembukaan toko-toko baru dan lebih banyak keberagaman sosial di pusat kota, karena lebih mudah bagi masyarakat untuk bepergian," tambahnya. (ae/hp)/dw.com/id. []

Berita terkait
India Gelar Karpet Merah untuk Sambut Presiden Prancis Emmanuel Macron
Mendarat di Jaipur, Ibu Kota negara bagian Rajasthan, Presiden Macron akan disambut oleh Perdana Menteri (PM) India, Narendra Modi
0
Prancis Mulai Memberlakukan Transportasi Umum Gratis di Montpellier
Rayene Chabbi, 31 tahun, merasa lega karena tidak lagi harus membayar ongkos bus dan trem yang dia naiki untuk bekerja