Prajogo Pangestu Tambah Saham di BRPT Senilai Rp 4,59 Miliar

Dengan harga pembelian tersebut, Prajogo diperkirakan mengeluarkan dana sekitar Rp4,59 miliar untuk menambah kepemilikannya di BRPT.
PT Barito Pacific Tbk (BRPT) (Foto: Tagar/BRPT)

Jakarta - Kepemilikan saham Prajogo Pangestu di PT Barito Pacific Tbk (BRPT) bertambah sebanyak 5,4 juta saham atau 0,006 persen dari jumlah seluruh saham yang dikeluarkan perseroan. Penabahan tersebut ditegaskan Prajogo untuk investasi.

Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), sebelum melakukan investasi, Prajogo yang juga Komisaris Utama BRPT ini memiliki 66,415 miliar atau 70,85 persen saham BRPT. "Penambahan kepemilikan ini bertujuan untuk investasi," kata Prajogo, dikutip Kamis, 6 Januari 2022.

Sesudah transaksi tersebut, saham Prajogo Pangestu di BRPT bertambah menjadi 66,421 miliar saham atau 70,85 persen dari jumlah seluruh saham.

Prajogo tercatat melakukan transaksi pembelian saham ini pada 29 dan 30 Desember 2021. Dia menebus saham BRPT dengan harga pembelian per lembar saham Rp870.

Dengan harga pembelian tersebut, Prajogo diperkirakan mengeluarkan dana sekitar Rp4,59 miliar untuk menambah kepemilikannya di BRPT.

Adapun hingga saat ini, Prajogo Pangestu tercatat sebagai pemegang saham pengendali BRPT dengan kepemilikan 70,85 persen. Sementara sejumlah 28,55 persen dimiliki oleh masyarakat dan sisanya 0,60% merupakan saham treasuri.[]

Baca Juga:

Berita terkait
Cara Jual Beli Saham Online untuk Pemula
Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan transaksi jual beli saham online dengan aplikasi trading yang patut dicoba.
Pemerintah Diminta Invervensi untuk Stabilkan Harga Pangan
Selain itu juga diperlukan intervensi alur distribusi yang perlu disederhanakan sekaligus ditegaskan melalui kebijakan negara.
Berapa Sih Jumlah Minimal Investasi Reksadana? Cek di Sini
Jumlah minimum investasi yang dipersyaratkan untuk perusahaan tersebut adalah lima juta.
0
Pandemi dan Krisis Iklim Tingkatkan Buruh Anak di Dunia
Bencana alam, kelangkaan pangan dan perang memaksa jutaan anak-anak di dunia meninggalkan sekolah untuk bekerja