Prabowo Tuding APBN Bocor, Ini Tanggapan Jokowi dan Jusuf Kalla

Jokowi dan Jusuf Kalla menanggapi tudingan Prabowo yang menyebut APBN bocor sampai 25 persen.
Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto dalam acara Hari Ulang Tahun (HUT) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) ke-20 di Kelapa Gading, Jakarta, Rabu (6/2/2019). (Foto: Antara/Putra Haryo Kurniawan)

Jakarta, (Tagar 11/2/2019) - Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo mempertanyakan isu yang dilontarkan capres 02 Prabowo Subianto mengenai anggaran pemerintah yang bocor sebesar 25 persen.

"Saya tanya hitungannya dari mana. Jangan buat pernyataan-pernyataan yang membuat masyarakat menjadi resah," kata Jokowi dalam sambutannya saat acara Deklarasi Alumni SMA Jakarta Bersatu di Istora Senayan, Jakarta pada Minggu (10/2) dilansir kantor berita Antara.

Jokowi menjelaskan pemerintah mendapat APBN pada 2018 sebesar Rp 2.000 triliun.

Menurut dia, pengelolaan keuangan pemerintah setiap tahunnya selalu mendapat audit dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Dia menegaskan jika ada oknum yang tidak menggunakan anggaran sesuai perencanaan pembangunan maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak segan untuk menangkap.

Baca juga: Pernyataan Prabowo Soal Kebocoran APBN Hanyalah Ocehan Politik

"Ini mekanisme pemerintah dan perlu saya sampaikan hasil dari pemeriksaan oleh BPK itu sudah 80 persen lebih itu WTP (wajar tanpa pengecualian) kementerian-kementerian dan lembaga itu," tutur Jokowi, menjelaskan status laporan keuangan kementerian dan lembaga.

Selain itu, Jokowi menjelaskan APBN adalah anggaran yang setiap tahunnya mendapat persetujuan dari DPR.

"Sudah setuju semuanya. Begitu juga realisasi pertanggungjawaban. Ada laporan juga yang sudah disetujui oleh semua fraksi yang ada di DPR," jelas mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Sebelumnya, dalam acara ulang tahun Federasi Serikat Buruh Metal Indonesia, di Jakarta pada Rabu (6/2), Prabowo menilai 25 persen anggaran pemerintah bocor karena korupsi.

Dia mengatakan potensi itu berasal dari penggelembungan anggaran pembangunan beberapa proyek infrastruktur.

JK Sebut Prabowo Berlebihan

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai angka kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disebut Prabowo mencapai 25 persen adalah berlebihan.

Wapres JK mengatakan kebocoran APBN memang terjadi yang terlihat dari banyaknya aparat pemerintahan yang tertangkap dan terlibat dalam kasus korupsi.

"Iya tentu, kalau tidak bocor kenapa banyak aparat pemerintah yang tertangkap, pasti bocor. Tapi kesimpulannya tidak berlebihan seperti itu (25 persen)," kata Wapres JK di Markas Pusat Palang Merah Indonesia (PMI) di Jakarta, Jumat (8/2).

Ia mengatakan korupsi lumrah terjadi di setiap negara, apalagi di negara berkembang seperti Indonesia yang sedang gencar melakukan pembangunan infrastruktur.

Menurut JK, pos anggaran yang umumnya sering dikorupsi adalah alokasi anggaran untuk pembangunan.

"Tidak benar itu diratakan 25 persen, saya kira tidak. Bahwa anggaran itu kan disamping anggaran biasa, buktinya Anda tidak bisa korupsi, katakanlah gaji pegawai atau korupsi subsidi. Yang dikorupsi itu hanya anggaran pembangunan," jelas JK.

Sering Buat Pernyataan Tanpa Bukti

Anggota Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Mukhamad Misbakhun meminta Prabowo untuk membuktikan dari pernyataannya tentang adanya kebocoran APBN hingga 25 persen.

"Pernyataan Pak Prabowo itu patut dipertanyakan, karena tidak disertai bukti-bukti yang valid," kata Mukhamad Misbakhun dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Jumat.

Menurut Misbakhun, pernyataan itu harus dibuktikan secara faktual. "Tidak boleh menuding adanya angka kebocoran anggaran, tapi tidak bisa membuktikan apa pun," katanya.

Anggota Komisi XI DPR RI yang membidangi anggaran ini menegaskan, Prabowo hendaknya melengkapi bukti-bukti dan argumentasi untuk menyebutkan ada kebocoran APBN hingga 25 persen.

Selama ini, kata dia, Prabowo Subianto sering melontarkan pernyataan tanpa bukti, sehingga menjadi rumor yang akhirnya menguap begitu saja.

"Kebocoran APBN, mana bukti dan faktanya? Kalau memang kebocoran keuangan negara, harus ada proses hukum. Siapa pelakunya? Karena angka 25 persen dari APBN adalah jumlah yang signifikan, tegasnya.

Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu lantas menyinggung soal laporan keuangan Pemerintah Pusat 2016 dan 2017 yang memperoleh predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Misbakhun menyebut predikat WTP itu merupakan prestasi tersendiri bagi pemerintahan Presiden Jokowi.

"Capaian WTP itu adalah pertama kali dalam sejarah Republik Indonesia, sejak Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara diberlakukan," ucap Misbakhun.

Ketua Departemen Pengawasan Pembangunan DPP Partai Golkar itu pun meyakini Presiden Jokowi mampu menciptakan pemerintahan yang kredibel.

Pemerintahan Presiden Jokowi, kata Misbakhun, selalu berupaya menggunakan anggaran secara transparan dan akuntabel.

"Bahkan penggunaan anggaran di APBN bisa diakses oleh masyarakat. Pemerintahan Pak Jokowi menggunakan anggaran demi menyejahterakan masyarakat dan itu sudah terbukti, tuturnya.

Karena itu Misbakhun menantang Prabowo maupun tim pemenangannya untuk mencari bukti soal kebocoran APBN hingga 25 persen. Apalagi, kata wakil rakyat Jawa Timur II ini, Prabowo adalah ketua umum partai yang bisa menggerakkan anak buahnya di DPR untuk menelusurinya.

Komitmen Cegah Kebocoran Anggaran

Kementerian Keuangan terus berkomitmen untuk mencegah adanya kebocoran dalam pelaksanaan kegiatan belanja APBN yang berasal baik dari tindakan korupsi maupun inefisiensi dari perencanaan anggaran.

"Kami sangat menentang kebocoran anggaran baik dari korupsi maupun inefisiensi pada penggunaan anggaran. APBN adalah uang rakyat, hak rakyat harus terus dijaga dan tidak boleh dikhianati satu rupiah pun," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Nufransa Wira Sakti dalam pernyataan di Jakarta, Sabtu (9/2).

Nufransa menjelaskan salah satu penyebab kebocoran uang negara adalah kejahatan korupsi di semua cabang pemerintahan seperti di tingkat eksekutif Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah, legislatif maupun yudikatif.

"Jenis kebocoran ini bila masyarakat mengetahui harus dilaporkan kepada aparat penegak hukum termasuk KPK, karena negara Indonesia adalah negara hukum," katanya.

Selain itu, tambah dia, penyebab lain kebocoran anggaran adalah inefisiensi maupun kelemahan perencanaan yang berarti terdapat bentuk penggunaan anggaran yang tidak optimal atau bahkan sia-sia.

"Kelemahan jenis ini merupakan persoalan kapasitas dan kualitas birokrasi yang fundamental. Obatnya adalah reformasi birokrasi, membangun budaya transparansi dan akuntabilitas, dan membangun kompetensi birokrasi," ujar Nufransa.

Untuk itu, upaya mencegah kebocoran anggaran terus dilakukan bersama dengan seluruh komponen pemerintah melalui berbagai kebijakan seperti strategi nasional pemberantasan korupsi, menciptakan wilayah bebas korupsi dan zona integritas, maupun program reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan.

Sementara itu, terkait penurunan rasio perpajakan (tax ratio) yang dikaitkan dengan kebocoran anggaran, Nufransa mengatakan hal tersebut adalah keliru karena instrumen ini menggambarkan tingkat kepatuhan maupun efektivitas pajak yang dapat naik maupun turun seiring dengan kegiatan ekonomi.

Dalam kondisi ekonomi lesu dan mengalami tekanan dari penurunan harga komoditas atau resesi ekonomi global, pemerintah dapat memberikan stimulus ekonomi melalui penurunan tarif pajak atau memberikan insentif pajak.

Dengan upaya tersebut, maka kondisi ekonomi dapat kembali pulih dan bergairah kembali, sehingga dalam situasi tersebut "tax ratio" justru dibuat menurun.

Sebaliknya, ketika kondisi ekonomi mengalami "overheating" atau cenderung menggelembung tidak sehat, maka penerimaan pajak dapat ditingkatkan dan diefektifkan untuk mengerem serta memperlambat ekonomi.

Oleh karena itu, naik atau turunnya "tax ratio" mencerminkan berbagai hal baik sebagai instrumen kebijakan fiskal maupun masalah struktural atau fundamental suatu perekonomian dan negara.

"Menyatakan bahwa 'tax ratio' menurun sebagai bentuk kebocoran anggaran jelas keliru, terlalu menyederhanakan masalah dan dapat menyesatkan masyarakat," kata Nufransa. []

Berita terkait