Jakarta – Pemanasan global dan perdagangan hewan peliharaan eksotis mengancam populasi cheetah Afrika. Sebuah LSM internasional bermitra dengan pemerintah wilayah Somaliland untuk mencoba menyelamatkan mereka.
Anahi Gabriela Hidalgo Cordero sulit melupakan kenangannya saat menemukan dua anak cheetah di sudut terpencil Somaliland. "Mereka berusia sekitar lima sampai enam bulan. Mereka dalam kondisi buruk. Mereka benar-benar dehidrasi, mereka terkena diare."
Cordero melalui LSM-nya yang berbasis di Namibia, Dana Konservasi Cheetah, dan pemerintah Somaliland -- yang memisahkan diri dari Somalia pada tahun 1991 – berhasil menyelamatkan kedua anak cheetah itu dari usaha penyelundupan. Kedua hewan itu adalah bagian dari puluhan, atau bahkan ratusan, anak cheetah yang berhasil diselamatkan dari perdagangan hewan ilegal selama empat tahun terakhir.
Cheetah adalah kucing besar dengan bintik-bintik hitam di tubuhnya. Penampilannya mirip macan tutul dan jaguar, namun tubuhnya lebih langsing dengan bahu yang datar dan perut yang ramping.
Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) memperkirakan hanya sekitar 6.700 cheetah yang tersisa di alam liar, dan sebagian besar berada di Afrika.
Populasi hewan itu terus turun dari tahun ke tahun. Banyak anak cheetah yang diambil secara ilegal ini sering diperdagangkan sebagai hewan peliharaan eksotis di Timur Tengah.
Laurie Marker, salah satu pendiri Dana Konservasi Cheetah, mengatakan tidak banyak orang memahami kerugian dan penderitaan yang ditimbulkan perdagangan ilegal ini.
"Untuk setiap satu cheetah yang mungkin berhasil diperdagangkan sebagai hewan peliharaan, kami melihat kehilangan sekitar empat atau lima anak cheetah dalam perjalanannya dan kami benar-benar memiliki pengalaman langsung menyaksikan mereka mati. Seandainya pun akhirnya jadi hewan peliharaan, mereka mungkin tidak akan hidup lebih dari satu atau dua tahun."
Perubahan iklim ikut mempengaruhi populasi cheetah. Kekeringan yang diperburuk oleh pemanasan global menyebabkan lebih sedikit area penggembalaan untuk hewan ternak, dan lebih terbatasnya habitat cheetah.
Para peternak yang dulu biasanya mengabaikan ketika seekor cheetah menyerang ternak mereka, kini tidak lagi mampu menanggung kerugian. Mereka akan melacak induk cheetah dan memperdagangkan anak-anak hewan itu untuk menutup kerugian.
Menteri Lingkungan Hidup Somaliland Shukri Ismail Haji mengatakan, usaha untuk melindungi populasi cheetah terbentur biaya.
“Memang benar bahwa kami adalah pemerintah yang tidak diakui. Akibatnya, tingkat pendanaan internasional yang bisa kami dapatkan sangat sedikit. Kami hanya bisa mendapatkan sedikit bantuan dari badan-badan internasional dan PBB."
Terlepas dari kenyataan itu, Haji mengatakan bahwa pemerintahnya memiliki tanggung jawab untuk melindungi hewan liar dan telah dengan sengaja menyisihkan lahan untuk kepentingan pembangunan taman nasional, di mana cheetah dapat berkeliaran dengan bebas (ab/uh)/Reuters/voaindonesia.com. []
Pandemi Covid-19 Picu Permintaan Hewan Peliharaan di Jepang
Pameran Produk untuk Hewan Peliharaan di Pet Fair di Jepang
15,7 Juta Kucing dan 10 Juta Anjing Piaraan Warga Jerman
Biden Kembali Ramaikan Gedung Putih dengan Hewan Piaraan