Politisi PAN ‘Mutung’, Tuding Daftar 200 Mubalig Kemenag Tendensius

Politis PAN ‘mutung’, tuding daftar 200 mubaligh Kemenag tendensius. "Rekomendasi 200 mubaligh rujukan dari Kemenag itu sangat tidak adil dan seolah tendensius,” sergah Taufik Kurniawan.
Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan. (Foto: Tagar/Nuranisa Hamdan Ningsih)

Jakarta, (Tagar 21/5/2018) – Anggota dewan ‘mutung’ (muram). Menteri Agama yang merekomendasikan daftar 200 nama mubaligh dinilai sangat tendensius.

Penilaian tendensius tersebut dilontarkan Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan.

"Rekomendasi 200 mubaligh rujukan dari Kemenag itu sangat tidak adil dan seolah tendensius. Karena banyak pertanyaan yang harus dijawab oleh Kemenag," kata Taufik dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (20/5).

Taufik mengatakan, sebelumnya tidak ada pengumuman secara terbuka dari Kemenag kepada masyarakat, mengenai kualifikasi mubaligh. Namun, kementerian agama tiba-tiba mengumumkan 200 nama mubaligh yang direkomendasikan.

Kemenag, menurut Taufik, harus menjawab beberapa pertanyaan publik. Pertama, kenapa harus hanya 200 mubaligh yang direkomendasi Kemenag?

"Kedua, kualifikasi apa yang diberikan Kemenag terkait dengan proses rekomendasi itu? Mengapa tidak diumumkan di masyarakat terlebih dahulu secara terbuka?" tukasnya.

Taufik juga mengaku heran terhadap 200 nama mubaligh yang dikeluarkan Kemenag yang bersifat sementara, karena kualifikasi dan seleksi yang ditentukan tidak transparan.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai, masih ada ribuan ustadz dan ustadzah dari Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, ataupun tokoh-tokoh dari ormas Islam lain yang layak masuk dalam rekomendasi mubaligh.

"Bagaimana juga dengan mahasiswa-mahasiswa kita yang sekolah dakwah di perguruan tinggi Islam? Berarti mereka tidak boleh belajar mubaligh? Jadi kalau namanya tidak masuk dalam rekomendasi Kemenag, tidak boleh belajar dakwah?" tukasnya lagi.

Taufik melihat, jumlah 200 nama mubaligh itu berbanding jauh dengan jumlah masyarakat muslim Indonesia yang mencapai lebih dari 90 persen dari 250 juta masyarakat Indonesia.

Taufik juga mempertanyakan, mengapa rekomendasi itu ditujukan kepada mubaligh saja, yang notabene untuk berceramah kepada umat Islam, padahal agama-agama lain juga memiliki pemuka agama.

"Karena itu kebijakan tersebut seolah-olah tendensius kepada agama Islam, padahal seharusnya Kemenag melindungi seluruh umat. Kenapa hanya berlaku untuk mubaligh saja, bagaimana dengan agama-agama yang lain seperti kualifikasi pendeta, pastur, biksu atau pemuka agama lain seharusnya ada, kan begitu kalau mau adil," ujarnya.

Para menteri, kata Taufik, khususnya Menteri Agama, jangan terlalu mudah mengeluarkan kebijakan atau rekomendasi, tanpa berkonsultasi dulu sebelumnya dengan Presiden Joko Widodo.

“Paling tidak, rekomendasi dikeluarkan tidak dengan asal-asalan, karena banyak nama mubaligh pada ormas-ormas Islam yang besar tidak ada dalam rekomendasi itu,” ujarnya.

Tiga Kriteria

Sebelumnya, Kemenag merilis daftar 200 nama mubaligh yang dinilai memenuhi tiga kriteria. Pertama, dai harus mempunyai kompetensi keilmuan agama yang mumpuni, reputasi yang baik.

Kedua, penceramah harus mempunyai pengalaman yang cukup dalam berceramah. Menjadi penceramah tidak hanya penguasaan konten tapi keterampilan dalam menyampaikan isi pesan ke masyarakat.

Ketiga, mubaligh harus terbukti memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi.

Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, nama-nama tersebut diserap dari berbagai sumber. “Kami meminta informasi dari sejumlah ormas Islam, masjid besar, tokoh-tokoh ulama kiai dan para pemuka agama,” jelasnya.

Lukman juga mengatakan bahwa jumlah 200 nama itu belum final karena masih ada nama-nama lain yang direkomendasikan sebagai penceramah. (ant/yps)

Berita terkait
0
FAO Apresiasi Capaian Kinerja Pertanian Indonesia
Kepala Perwakilan FAO, Rajendra Aryal mengapresiasi capaian kerja yang dilakukan jajaran Kementerian Pertanian selama tiga tahun terakhir.