Polemik Pajak PLTA di Sumbar yang Dikuasai Riau

Warga Sumatera Barat mempertanyakan sikap DPRD Riau yang mengklaim sepihak soal penerimaan pajak PLTA Koto Panjang di Kabupaten Limapuluh Kota.
PLTA Koto Panjang di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. (Foto: Istimewa)

Limapuluh Kota - Upaya sepihak penguasaan penerimaan Pajak Air Permukaan (PAP) PLTA Koto Panjang di Kabupaten Limapuluh Kota, yang diklaim Komisi DPRD Riau di sejumlah media menyulut reaksi para tokoh Sumatera Barat.

Jika tidak ada titik temu, Pemprov dan DPRD Sumbar harus mengambil langkah tegas.

Sejumlah tokoh menyayangkan sikap DPRD dan Pemprov Riau yang dinilai sengaja mengaburkan andil Sumbar dalam penerimaan pajak PLTA.

"Kita menyesalkan pernyataan Komisi III DPRD Riau, atas penguasaan sepihak PAP atas PLTA Koto Panjang. Termasuk pernyataan pendapatan Sumbar dari PAP PLTA Koto Panjang selama ini hanya menerima 'pitih sanang' (uang senang)," kata seorang tokoh akademisi Limapuluh Kota, Budi Febriandi, kepada Tagar, Selasa, 28 Juli 2020.

Menurutnya, politisi DPRD Riau perlu memahami sejarah, bahwa rakyat Sumbar juga punya andil serta pengorbanan yang besar terhadap pembangunan PLTA Koto Panjang. Bahkan, ada darah dan air mata yang mengalir, terutama masyarakat Nagari Tanjung Pauah dan Tanjuang Bolik di Limapuluh Kota.

Tak hanya itu, Daerah Tangkapan Air (DTA) terutama bagian hulu waduk PLTA Koto Panjang sebagian besar adalah wilayah Sumbar. Belum termasuk dampak lingkungan yang ditimbulkan, seperti bencana banjir yang merendam dua kecamatan yakni Pangkalan Koto Baru dan Kapur IX nyaris setiap tahun.

"Saya menilai, sikap dan pernyataan anggota DPRD Riau soal PAP PLTA Koto Panjang, semakin menegasi bahwa politisi hari ini tidak berjiwa dan bersikap layaknya seorang negarawan. Hati-hati lah berucap, karena bisa merusak hubungan persaudaraan antar daerah," katanya.

Dia juga mendesak Pemprov bersama DPRD Sumbar meminta penjelasan kepada Pemprov dan DPRD Riau terkait upaya penguasaan sepihak penerimaan pajak PLTA. Termasuk memastikan perjanjian yang pernah dibuat oleh kedua pemerintah daerah (Sumbar-Riau) pada 2001 lalu.

"Jika tidak ada titik temu, Pemprov dan DPRD Sumbar harus mengambil langkah tegas. Bisa saja dengan mengajukan gugatan kepada pihak PLN atau Mendagri guna memastikan legitimasi hukum soal upaya penguasaan yang terkesan sepihak ini," tuturnya.

Budi melihat, terjadi ketidakadilan jika penerimaan PAP PLTA Koto Panjang oleh PT PLN diberikan seluruhnya ke Provinsi Riau. Mengingat, jika melihat data persentase DTA, Sumbar lebih besar yakni di angka 257.086,142 ha, dibanding Riau yang cuma 72.235,858 ha.

"Artinya, jika pun mengacu kepada UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, meski letak PLTA Koto Panjang tidak berada persis di wilayah Sumbar, tapi DTA atau sumber airnya, kan, dari Sumbar. Ini perlu dikaji dan menjadi bahan pertimbangan," tuturnya.

Ketua DPRD Kabupaten Limapuluh Kota Deni Asra mengaku juga mendapat informasi terkait PAP PLTA Koto Panjang. Secara kelembagaan, ia menyebut, akan membawa persoalan tersebut ke rapat pimpinan fraksi DPRD, guna mengkaji kembali aturan terkait.

"Saya sudah kontak dengan Ketua DPRD Sumbar, Bapak Supardi serta Bapak Wagub, Nasrul Abit. Beliau juga telah mendesak agar Pemprov mengambil sikap tegas dalam hal ini. Nanti akan ada duduk bersama di provinsi, terutama dengan OPD teknis," katanya.

Deni juga menyayangkan sikap DPRD Riau yang dengan bangga menyampaikan penguasaan pajak PLTA Koto Panjang 100 persen bagi Riau ke publik dalam rapat paripurna. Ia mempertanyakan, jika pun ada UU 28/2009, artinya UU tersebut sudah ada sejak 11 tahun lalu, namun kenapa di tahun sebelumnya tidak terjadi masalah bagi hasil?

"Jadi, ini menurut saya, cara-cara yang tidak fair. Selama ini Sumbar sudah bersahabat dengan Riau terutama soal tapal batas. Perlu diingat juga, PLTA ini aliran airnya dari mana? Kami akan mendesak jika pembahasan terkait pajak PLTA ini tidak melibatkan pemprov Sumbar, kita akan minta Pemprov agar bertindak tegas," tukas Deni.

Seperti diketahui, Komisi III DPRD Riau, Senin 27 Juli 2020 lalu menyampaikan perihal keberhasilannya dalam penguasaan 100 persen pajak PLTA Koto Panjang yang nilainya sekitar Rp 3,4 miliar/tahun.

Padahal, sebelumnya penerimaan PAP dilakukan bagi hasil dengan Sumbar. Bahkan, sejumlah portal berita terbitan Riau menulis, jika Sumbar selama ini hanya menerima 'pitih sanang' dari hasil pajak PLTA Koto Panjang. []

Berita terkait
1 Paslon Indenpenden Limapuluh Kota Gagal Maju
Satu pasangan bakal calon jalur independen di Limapuluh Kota tidak menyerahkan perbaikan dukungan hingga batas akhir penerimaan di KPU.
ASN dan Pelajar Limapuluh Kota Terpapar Covid-19
Dua warga Kabupaten Limapuluh Kota kembali terpapar Covid-19.
Limapuluh Kota Perpanjang Masa Belajar Daring Siswa
Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota memperpanjang masa belajar siswa di rumah.
0
David Beckham Refleksikan Perjalanannya Jadi Pahlawan untuk Inggris
David Beckham juga punya tips untuk pesepakbola muda, mengajak mereka untuk menikmati momen sebelum berlalu