Perusahaan AS Bayar Denda Jutaan Dolar Terkait dengan Dugaan Suap di Asia

Departemen Kehakiman juga mengatakan Alberlame menerima keuntungan lebih dari 100 juta dolar AS atau setara Rp 1,55 triliun
Ilustrasi - Para pekerja memuat karung-karung litium karbonat di gudang Albermarle Corp. 6 Oktober 2022, di Silver Peak, Nevada, AS. (Foto: voaindonesia.com/John Locher/AP Photo)

TAGAR.id, Washington DC, AS - Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) mengatakan Jumat (29/9-2023) bahwa produsen bahan kimia Amerika, Albermarle Corporation, sepakat untuk membayar lebih dari 218 juta dolar AS atau setara dengan Rp 3,37 triliun untuk menyelesaikan sejumlah tuduhan penyuapan pejabat di perusahaan kilang minyak milik negara di tiga negara. Masood Farivar melaporkannya untuk VOA.

Perusahaan yang berasal dari negara bagian North Carolina itu mengakui menggunakan "agen penjualan pihak ketiga" dan karyawan asing untuk menyuap pejabat agar memenangkan kontrak di perusahaan kilang milik negara di India, Indonesia dan Vietnam, kata Departemen Kehakiman.

Departemen Kehakiman juga mengatakan Alberlame menerima keuntungan lebih dari 100 juta dolar AS atau setara Rp 1,55 triliun.

Berdasarkan Undang-Undang AS mengenai Praktik Korupsi di Luar Negeri (Foreign Corrupt Practices Act/FCPA), menyuap pejabat asing sebagai imbalan untuk memperoleh atau mempertahankan bisnis, adalah ilegal. FCPA adalah alat utama yang digunakan oleh lembaga-lembaga untuk menertibkan praktik suap di luar negeri.

Baik Departemen Kehakiman maupun Komisi Sekuritas dan Bursa AS (Securities and Exchange Commission/SEC), menyelidiki Albermarle untuk dugaan pelanggaran FCPA terkait skema penyuapan.

"Korupsi tak mengenal batas, tetapi begitu pula halnya dengan keadilan," kata Dena J. King, pengacara Distrik Barat North Carolina dalam pernyataannya. "Perusahaan diharapkan mematuhi standar etika dan hukum yang sama ketika mereka berbisnis di wilayah AS atau di luar negeri."

Departemen Kehakiman mengatakan pihaknya menyepakati perjanjian tanpa penuntutan yang berlaku tiga tahun dengan Albemarle setelah perusahaan itu secara sukarela mengungkap tuduhan penyuapan itu kepada para jaksa penuntut AS.

Berdasarkan perjanjian tanpa penuntutan itu, Departemen Kehakiman setuju untuk tidak menuntut sebuah perusahaan sebagai imbalan karena bekerja sama, membayar denda, dan mematuhi persyaratan lainnya.

Juru bicara Albermarle tidak segera menjawab permintaan untuk memberikan komentar.

Menurut pengakuan perusahaan terkait dengan penyelesaian itu, dugaan suap itu terjadi antara 2009 dan 2017, kata Departemen Kehakiman.

Di India, Albermarle menggunakan perantara pihak ketiga untuk berbisnis dengan perusahaan minyak milik negara untuk menghindari masuk daftar hitam.

Di Indonesia, perusahaan itu mendaftarkan perantara lainnya untuk melakukan bisnis dengan kilang milik pemerintah meski sudah diberitahu bahwa untuk melakukan hal itu harus menyuap para pejabat pemerintah.

Di Vietnam, Albermarle mengantongi kontrak dari dua kilang minyak milik pemerintah melalui agen penjual perantara yang meminta kenaikan komisi yang digunakan untuk menyuap para pejabat.

Sebagai bagian dari perjanjian tanpa penuntutan dengan Departemen Kehakiman, Albermarle setuju membayar penalti sekitar 98 juta dollar AS atau sekitar 1,5 triliun rupiah dan penyitaan administratif sekitar 99 juta dollar AS (sekitar Rp 1,52 triliun). Departemen Kehakiman mengatakan akan memberikan 82 juta dollar AS dari uang penyitaan administratif kepada SEC. (ft/ah)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
KPK Minta Keterangan Menhub Budi Karya Sumadi Sebagai Saksi Terkait Kasus Suap Proyek Jalur Kereta Api
KPK RI memeriksa Menhub Budi Karya Sumadi. Ia dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus suap pengadaan jalur kereta api.
0
Perusahaan AS Bayar Denda Jutaan Dolar Terkait dengan Dugaan Suap di Asia
Departemen Kehakiman juga mengatakan Alberlame menerima keuntungan lebih dari 100 juta dolar AS atau setara Rp 1,55 triliun