Mataram - Pengamat pasar modal Siswa Rizali menyebutkan tinggi rendahnya suku bunga tidak menentukan permintaan kredit bank. Hal itu dikatakannya menanggapi transmisi kebijakan moneter pemangkasan suku bunga acuan yang masih direspon lambat oleh industri perbankan.
"Permintaan kredit tergantung pada peluang usaha dan potensi labanya," ucap Siswa yang merupakan Anggota Komite Investasi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) kepada Tagar, Sabtu, 18 Juli 2020.
Kondisi bunga rendah, merupakan refleksi perlambatan pertumbuhan ekonomi skala global yang telah terjadi pasca krisis finansial global 2008.
Baca Juga: BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 4,5 Persen
Menurutnya, dalam kondisi ekonomi optimis dan banyak peluang usaha dengan potensi laba tinggi, permintaan kredit akan tinggi. "Meski suku bunga naik tinggi karena permintaan kredit besar, tetap akan selalu ada permintaan kredit baru," ujar Siswa.
Begitu pun sebaliknya, dalam kondisi tidak menentu dan pengusaha pesimis, kendati kredit bunga rendah, tidak akan agresif berinvestasi. Kondisi bunga rendah, menurut Siswa, merupakan refleksi perlambatan pertumbuhan ekonomi skala global yang telah terjadi pasca krisis finansial global 2008.
"Apalagi setiap ada sinyal-sinyal pemulihan, selalu terjadi gejolak baru yang menghambat pertumbuhan ekonomi, termasuk wabah Covid-19 saat ini," tutur Siswa.
Pria lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) tahun 1996 spesialisasi Ekonomi Moneter itu juga menyebut bunga deposito menunjukan tren penurunan. Hal tersebut lantaran masyarakat lebih konservatif dan memilih menyimpan uang tunai dan bank tidak agresif dalam menyalurkan kredit.
"Dalam kondisi ekonomi lesu tapi bunga kredit tidak segera turun, maka yang terjadi adalah bank-bank meminta spread kredit yang lebih tinggi sebagai refleksi kekhawatiran potensi gagal bayar/kredit macet," ucap Siswa.
Di masa pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), seharusnya optimisme para pelaku usaha dan konsumen kian membaik. Hal tersebut terlepas dari tren angka kasus penularan virus Corona atau Covid-19 yang masih menunjukan peningkatan.
"Bahkan, dalam kondisi jumlah yang terinfeksi covid-19 tetap naik, selama PSBB dilonggarkan dan masyarakat disiplin menerapkan prosedur kesehatan (pakai masker, jaga jarak, lebih bersih) maka ekonomi akan bertahap pulih dan baru lah permintaan kredit kembali naik," ujarnya.
Sebelumnya Bank Indonesia (BI) menilai transmisi kebijakan moneter pemangkasan suku bunga acuan masih direspon secara lambat oleh industri perbankan. Hal tersebut terbukti dengan bunga kredit bank yang hanya mengalami penurunan 74 basis poin (bps). Sementara dalam setahun, BI berhasil menurunkan suku bunga 7 Days Reverse Repo Rate dari 5,57% menjadi 4%.
Merujuk catatan BI, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti melalui diskusi online pada Jumat, 17 Juli 2020 mengatakan, suku bunga kredit pada Juli 2019 berada pada level 10,73%. Namun pada Juli 2020 suku bunga kredit masih berada pada level 9,99%.
Simak Pula: Stimulus Bank Berlimpah, Waktunya Genjot Permintaan
Selain itu, menurutnya, bank terkesan lambat dalam menyalurkan pinjaman karena melihat risiko penyebaran pandemi Covid-19. "Makanya, mengapa program penjaminan menjadi sangat penting. Ini nampaknya yang difokuskan pemerintah dalam rangka untuk mendorong perbankan menyalurkan kredit untuk pemulihan ekonomi nasional," ujar Destry. []