Perekonomian Negara Teluk Diperkirakan Melambat pada 2023 Karena Permintaan Minyak Lesu

Pertumbuhan negara-negara Arab tersebut pada tahun ini ditengarai hanya mencapai setengah dari tingkat pencapaian tahun 2022
Ladang minyak Shaybah Saudi Aramco di Shaybah di gurun Rub al-Khali, Arab Saudi. (Foto: voaindonesia.com/AP)

TAGAR.id, Jakarta - Tingkat pertumbuhan ekonomi enam negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC) diperkirakan akan menurun pada tahun ini karena anjloknya pendapatan dari industri minyak sebagai akibat dari perlambatan ekonomi dunia.

Pertumbuhan negara-negara Arab tersebut pada tahun ini ditengarai hanya mencapai setengah dari tingkat pencapaian tahun 2022. Demikian hasil jajak pendapat yang dihimpun Kantor Berita Reuters dari para ekonom.

Harga minyak mentah, pendorong utama perekonomian negara-negara Teluk, turun lebih dari sepertiga dari harga tertinggi tahun lalu. Harga komoditas tersebut diperkirakan akan tetap berada di bawah tekanan pada tahun ini karena negara-negara besar mengkhawatirkan terjadinya resesi yang berujung pada menurunnya permintaan minyak.

Pertumbuhan keseluruhan di enam negara GCC diperkirakan mencapai rata-rata 3,3 persen dan 2,8 persen, masing-masing untuk tahun ini dan tahun depan, berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan dalam periode 9-23 Januari. Angka pertumbuhan tersebut turun dari 4,2 persen dan 3,3 persen dalam jajak pendapat yang dilakukan sebelumnya.

Tim Aerobatik Nasional Al-FursanTim Aerobatik Nasional Al-Fursan (The Knights) Uni Emirat Arab tampil dengan asap berwarna bendera UEA, selama Kejuaraan Dunia Red Bull Air Race 2018 di Ibu Kota Emirat Abu Dhabi pada 3 Februari 2018. (Foto: voaindonesia.com/AFP)

"Prospek untuk tahun 2023 lebih berhati-hati mengingat lingkungan eksternal yang lebih lemah, meskipun GCC kemungkinan akan terus mengungguli banyak negara maju dalam hal pertumbuhan PDB (Pertumbuhan Domestik Bruto -red)," tulis Khatija Haque, Kepala Penelitian dan Kepala Ekonom di Emirates NBD.

"Sementara pertumbuhan produksi minyak dan gas diperkirakan akan melambat tahun ini, investasi yang berkelanjutan untuk meningkatkan kapasitas produksi di kawasan ini akan membuat sektor tersebut berkontribusi positif terhadap PDB utama lagi di tahun 2023,” katanya.

Minyak mentah Brent diperkirakan akan bertengger rata-rata di angka 89,37 dolar AS (setara dengan Rp 1.336.027,88) per barel pada tahun 2023, hampir 4,6 persen lebih rendah dari konsensus 93,65 dolar AS (setara dengan Rp 1.400.011,31) dalam survei November 2022 dan lebih rendah dari rata-rata 99 dolar AS (setara dengan Rp 1.479.990,60) per barel yang terlihat tahun lalu, jajak pendapat terpisah Reuters menunjukkan.

Sebuah rig di ladang minyak al-HowtaSebuah rig di ladang minyak al-Howta dekat Howta, Arab Saudi, 23 Agustus 2018. (Foto: voaindonesia.com/AP)

Arab Saudi, negara dengan ekonomi terbesar di kawasan itu dan pengekspor minyak mentah utama, diperkirakan tumbuh 3,4 persen pada tahun ini dan 3,1 persen pada 2024, sedikit lebih unggul dibandingkan negara-negara lain di kawasan ini secara keseluruhan. Perekonomian negara tersebut tumbuh 8,8 persen pada 2022.

Pertumbuhan ekonomi di Uni Emirat Arab (UEA) diperkirakan hanya sebesar 3,3 persen pada tahun ini, turun dari 6,4 persen tahun lalu.

Di antara negara-negara Teluk lainnya, yaitu Qatar, Oman, dan Bahrain, pertumbuhan diperkirakan berkisar di antara 2,4 -2,7 persen pada 2023, sementara pertumbuhan Kuwait diperkirakan di angka 1,7 persen.

Meskipun pertumbuhan PDB minyak lebih rendah, pertumbuhan non-minyak diperkirakan akan tetap tangguh pada 2023, ini menurut para ekonom dalam survei tersebut.

Para analis memperkirakan berlanjutnya surplus neraca berjalan untuk ekonomi utama Teluk, berdasarkan harga minyak yang relatif tinggi.

Arab Saudi, UEA, Qatar, dan Kuwait diperkirakan akan mengalami pertumbuhan dua digit dalam surplus neraca berjalan pada 2023, sementara Oman dan Bahrain hanya tumbuh satu digit.

Inflasi juga diperkirakan akan menimpa negara-negara Teluk dengan persentase yang bervariasi, di antaranya Oman di mana inflasi diprediksi berada di kisaran 1,9 persen, sementara angka inflasi di UEA diperkirakan akan mencapai 3,1 persen. (ah/rs)/Reuters/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Permintaan Minyak Merosot, 9.000 Karyawan Shell Kena PHK
Royal Dutch Shell mengisyaratkan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) 9.000 karyawan karena kondisi merosotnya permintaan minyak.